Universitas Airlangga Official Website

Kontaminasi Mikroba pada Daging Ayam di Banyuwangi

Ilustrasi Mikroba (Sumber: IDNews)

Penyakit bawaan makanan (foodborne disease) disebabkan oleh agen penyakit yang masuk ke dalam tubuh melalui konsumsi makanan yang telah terkena kontaminasi mikroba berbahaya. Penyakit ini rentan menyerang bayi, anak-anak, dan lansia yang daya tahan tubuhnya lemah. Agen patogen dari golongan bakteri, parasit, racun, dan virus dapat menyebabkan penyakit bawaan makanan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa wabah dan angka kematian tertinggi penyakit bawaan makanan terjadi klarena infeksi bakteri. Bakteri patogen merupakan penyebab utama penyakit bawaan makanan dan kematian di negara-negara berkembang. Patogen membunuh sekitar 500 ribu orang per tahun dan merupakan penyebab kematian ketiga terbesar di dunia. Di negara maju, patogen yang mengkontaminasi makanan bertanggung jawab atas jutaan kasus penyakit menular gastrointestinal setiap tahun dan menghabiskan biaya perawatan medis hingga miliaran dolar

Daging ayam sebagai sumber protein, banyak orang konsumsi di Indonesia. Rata-rata konsumsi ayam broiler rumah tangga nasional mencapai 6.048 kg per kapita per tahun pada tahun 2021.  Daging mengandung nutrisi yang lengkap menjadi tempat yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme. Keberadaan bakteri pada daging telah banyak terjadi dan dapat mempengaruhi kualitas fisik daging. Beberapa pengaruhnya adalah keasaman daging (pH), kemampuan mengikat air, dan nilai susut masak. Berdasarkan penelitian pada sampel daging ayam dari pasar tradisional di Banyuwangi tercemar coliform dengan rata-rata >1100 CFU/G dan 20% (6/30) dari total sampel teridentifikasi E.coli dengan jumlah melebihi jumlah maksimal yang ada dalam Standar Nasional Indonesia (SNI). Hal ini menunjukkan bahwa 20% sampel daging broiler tidak direkomendasikan dan diterima untuk dikonsumsi masyarakat. Namun, dari hasil penelitian tidak ada penemuan cemaran Salmonella spp. pada seluruh sampel. 

Bakteri Coliform dan E. coli

Kehadiran bakteri coliform dan E. coli dapat menimbulkan gangguan kesehatan bagi konsumen, terutama jika daging tidak masyarakat masak dengan benar. Kontaminasi mikroba bakteri coliform dapat melalui tangan penjual. Kontimasi juga bisa berasal dari tangan pemotongan yang tidak higienis sehingga bakteri dari alat pemotong dapat berpindah ke daging. Bakteri berpindah dari kemasan yang kurang steril, dari air yang orang gunakan untuk membersihkan daging atau alat makan yang mungkin terkontaminasi dan dari daging itu sendiri. E coli merupakan salah satu bakteri indikator sanitasi. Kontaminasi mikroba E. coli pada produk asal hewan telah tersebar luas. Bukan hanya di Banyuwangi namun juga di Kabupaten Blitar pada susu kambing, dan pada daging ayam di Surabaya. 

Keberadaan E. coli pada daging sangat terpengaruh dari proses perolehan daging tersebut. Selain itu, kualitas daging juga sangat terpengaruh oleh perlakuan penjual kepada ayam setelah ia sembelih. Hal itu dapat dipengaruhi oleh antara lain: air yang tidak bersih untuk mencuci, tempat penampungan ayam setelah pencabutan, sarana pengangkutan daging dari rumah potong hewan ke pasar, pisau potong atau meja tempat berjualan di pasar atau dari kebersihan tangan. dan pakaian penjual ayam serta segala benda yang bersentuhan langsung dengan daging. E. coli patogen penyebab diare diklasifikasikan menjadi lima kelompok: kelompok E. coli patogen, yaitu E. coli enteropatogenik (EPEC), E. coli enterotoksigenik (ETEC), E. coli enteroinvasif (EIEC), E. coli hemoragik ( EHEC), dan Enteroagregatif E. coli.

Hasil uji pH, menunjukkan nilai pH daging ayam mengalami penurunan. Penurunan pH daging tersebut berbanding lurus dengan lamanya waktu postmortem. Setelah pembelian (0 jam postmortem), rerata nilai pH  5,78 ± 0,26, dan setelah penyimpanan 24 jam, nilai pH menjadi 6,02 ± 0,28. Nilai pH daging ayam dapat menentukan kualitas daging. Nilai standar pH daging yaitu 5.9-6.2. Diluar nilai pH tersebut dapat dikatakan bahwa daging unggas mengalami kondisi tidak normal yang dikenal sebagai daging Pale Soft Exudative (PSE) dengan nilai pH ≤ 5.8 dan Dark Firm Dry (DFD) ≥ 6.3.

Daging PSE dan DFD dapat terjadi pada daging sebagai akibat dari stres jangka pendek dan jangka panjang atau buruknya kesejahteraan hewan. Nilai pH daging pada penelitian ini masih memenuhi standar. Hasil ini sangat penting dari sudut pandang kesehatan masyarakat. Selain itu, hasil penelitian ini merekomendasikan penerapan penanganan ayam yang higienis dalam pemotongan, pengangkutan karkas ayam, serta meja dan peralatan yang bersentuhan langsung dengan daging ayam di tempat penjualan.

Penulis : Prima Ayu Wibawati 

NIP: 199002062015042004

HP: 082231359394

Sumber: Wibawati, P. A., Chrismonica, Y., Susanti, R. B. ., Himawan, M. P., Devy, A. H. S., Nirmalasari, J. A., & Abdramanov, A. (2024). Microbial Contamination in Chicken Meat in Traditional Markets in Banyuwangi. Jurnal Medik Veteriner, 7(1), 41–47. https://doi.org/10.20473/jmv.vol7.iss1.2024.41-47

Link Jurnal: https://e-journal.unair.ac.id/JMV/article/view/44001/28255