Kanker paru adalah salah satu jenis kanker dengan kasus yang banyak ditemukan di Indonesia bahkan di seluruh dunia. Kanker paru merupakan jenis penyakit kanker terbanyak pada pria di Indonesia dan merupakan penyebab utama kematian akibat kanker pada pria di Indonesia. Kanker paru dapat memberikan gejala yang serupa dengan penyakit infeksi pada paru seperti batuk, sesak nafas dan batuk darah sehingga sulit dibedakan dengan penyakit infeksi paru yang sering didapatkan pada masyarakat. Hal ini mengakibatkan kanker paru sering ditemukan pada stadium lanjut karena tidak memiliki gejala yang khas. Pengobatan kanker paru dapat berupa operasi, kemoterapi dan radiasi. Hasil pengobatan kanker paru sangat bergantung pada stadium kanker. Pada stadium awal, kanker paru memiliki harapan kesembuhan yang tinggi hal ini berbeda dengan kanker paru yang ditemukan dalam stadium lanjut yang memiliki harapan kesembuhan yang rendah. Angka harapan hidup dari penderita kanker paru tergolong rendah hal ini disebabkan karena sebagian besar penderita kanker paru ditemukan pada stadium lanjut. Pada stadium lanjut, pengobatan konvensional menjadi tidak memberikan respon yang memadai karena kanker paru stadium lanjut tidak dapat dilakukan operasi, serta hanya memberikan sedikit respon pada pengobatan radiasi. Pengobatan dengan kemoterapi juga kurang memberikan hasil yang memuaskan karena kemoterapi juga bersifat membunuh sel normal dan bukan hanya sel kanker.
Akhir-akhir ini telah berkembang terapi baru untuk kanker paru yang dikenal dengan terapi anti-EGFR. EGFR merupakan kepanjangan dari Epidermal Growth Factor Receptor yakni suatu reseptor faktor pertumbuhan yang dapat digunakan oleh sel kanker untuk menangkap isyarat pertumbuhan serta berkembang menjadi banyak sel. Pada beberapa jenis kanker termasuk kanker paru, menggunakan reseptor EGFR untuk tumbuh dan berkembang. Obat anti-EGFR dapat digunakan untuk menghambat reseptor EGFR yang dimiliki oleh sel kanker paru. Jika reseptor EGFR dihambat maka sel kanker paru tidak bisa tumbuh sehingga kanker paru pada penderita tersebut tidak akan semakin parah. Adanya terapi anti-EGFR merupakan terobosan dalam menurunkan angka kematian pada penderita kanker paru. Pemberian terapi anti-EGFR memberikan harapan baru bagi penderita kanker paru.
Akan tetapi, sayangnya tidak semua kanker paru dapat dihambat pertumbuhannya dengan pemberian anti-EGFR. Terapi anti EGFR hanya bermanfaat bagi penderita yang memiliki mutasi EGFR pada sel kanker paru. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemeriksaan mutasi EGFR sebelum diberikan obat anti-EGFR. Pemeriksaan mutasi EGFR dapat dilakukan pada jaringan kanker paru yang diperoleh baik dari proses operasi paru maupun melalui prosedur biopsi (pengambilan sedikit jaringan kanker). Tanpa adanya jaringan kanker paru, tidak dapat dilakukan pemeriksaan mutasi EGFR. Pemeriksaan mutasi EGFR dari jaringan kanker paru merupakan syarat mutlak sebelum dilakukan pengobatan dengan anti-EGFR.
Meskipun pada awalnya obat anti-EGFR generasi pertama dapat memberikan respon yang baik pada penderita kanker paru akan tetapi seiring dengan waktu terjadi resistensi terhadap obat ini. Kejadian resistensi ini mayoritas disebabkan oleh mutasi atau perubahan susunan DNA pada gen EGFR yang dikenal dengan mutasi T790M. Adanya mutasi T790M akan menyebabkan resistensi pada pemberian obat anti-EGFR generasi pertama. Saat ini telah tersedia penghambat EGFR generasi ke-3 yang dapat mengatasi resistensi yang disebabkan oleh mutasi T790M. Oleh karena itu, pemeriksaan mutasi T790M pada gen EGFR penting untuk dikerjakan agar dapat menentukan rencana pengobatan yang optimal bagi pasien kanker paru. Pemeriksaan ini juga dapat dilakukan pada spesimen jaringan kanker paru yang tersimpan dalam blok parafin untuk dilakukan analisis molekuler.
Dapat disimpulkan bahwa pada kanker paru yang memiliki mutasi EGFR dapat diberikan terapi anti-EGFR generasi pertama maupun generasi ketiga. Mengingat tidak semua penderita kanker paru memiliki mutasi EGFR pada sel kanker maka pemeriksaan anti-EGFR jelas diperlukan. Pemeriksaan anti-EGFR dapat digunakan menentukan apakah seorang penderita kanker paru dapat memberikan respons yang optimal dengan pengobatan anti-EGFR. Pemeriksaan mutasi T790M juga diperlukan untuk penderita kanker paru untuk menentukan apakah diperlukan pemberian anti-EGFR generasi ketiga.
Artikel ilmiah populer ini diambil dari artikel jurnal dengan judul: “The Importance of Screening for EGFR Mutation in Lung Cancer” dengan penulis Deviana Putri Salsabila dan Willy Sandhika. Artikel ini telah diterbitkan dalam International Journal of Scientific Advances (IJSCIA), vol.5(2): Mar-Apr 2024, Pages 241-245.
Link artikel jurnal: https://www.ijscia.com/the-importance-of-screening-for-egfr-mutation-in-lung-cancer/
Penulis: Dr. Willy Sandhika, dr., M.Si, SpPA(K), Staf Pengajar Departemen Patologi Anatomi, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga