Dalam keseimbangan alam yang kaya dengan kehidupan, dinamika hubungan antara inang dan parasit memainkan peran yang sangat penting dalam menjaga kelestarian ekosistem serta fungsi ekologisnya. Diantara berbagai penyakit parasit yang menarik perhatian para peneliti adalah Physalopteriasis, sebuah kondisi yang dipicu oleh infeksi nematoda dari genus Physaloptera. Cacing ini termasuk dalam ordo Spirurida dan famili Physalopteridae, merupakan parasit yang umumnya menetap di lambung atau usus vertebrata. Infeksi oleh parasit ini dapat mengakibatkan berbagai gejala klinis serius, termasuk pendarahan, gastritis, dan enteritis. Meskipun lebih dari 100 spesies Physaloptera telah diidentifikasi, sangat mengejutkan bahwa belum ada laporan sebelumnya mengenai infeksi Physaloptera pada ular di Indonesia. Hal ini membuka pintu bagi eksplorasi lebih lanjut tentang dinamika parasitologi di Indonesia, serta menyoroti keunikannya dalam lingkup global. Keberadaan parasit ini pada hewan-hewan di lingkungan alam mereka menggarisbawahi betapa pentingnya pemahaman lebih lanjut terhadap aspek-aspek kehidupan, terutama dalam konteks biodiversitas yang semakin terancam. Melalui pemahaman lebih lanjut tentang keberadaan Physalopteriasis pada ular, kita tidak hanya dapat meningkatkan wawasan ilmiah kita terhadap keanekaragaman parasitologi, tetapi juga dapat mengambil langkah-langkah preventif yang lebih efektif dalam melindungi kesehatan dan keberlanjutan ekosistem. Artikel ini akan menyajikan temuan studi terbaru yang membahas infeksi Physaloptera pada ular, membuka jendela ke dunia parasitologi yang tersembunyi dan memberikan kontribusi pada pemahaman lebih mendalam tentang hubungan kompleks antara inang dan parasit di alam liar Indonesia.
Hasil studi yang dilakukan terhadap sepuluh ekor ular kobra Jawa di Banyuwangi, Jawa Timur menunjukkan adanya infeksi Physaloptera pada organ dalam ular tersebut. Analisis morfologis mengungkapkan ciri-ciri khas Physaloptera, termasuk ukuran dan struktur tubuh. Ular kobra Jawa (Naja sputatrix) umumnya memangsa kodok, katak, burung, ular kecil, dan tikus di habitat alaminya. Namun, belum diketahui secara pasti mana di antara mangsa hidup tersebut yang berperan sebagai inang perantara bagi Physaloptera sp. Banyak inang perantara mencari makan pada sisa-sisa tinja ular kobra Jawa dan mengonsumsi telur yang mungkin terkandung dalam tinja tersebut. Telur ini menetas di dalam usus inang perantara dan bermigrasi ke dalam jaringan tubuh untuk mengalami perkembangan selanjutnya menjadi larva tahap ketiga. Tahap ini kemudian menjadi infektif bagi kedua jenis inang, yaitu inang definitif dan inang paratenik. Proses ini memperlihatkan betapa kompleksnya siklus hidup parasit Physaloptera sp. pada ular kobra Jawa, yang melibatkan interaksi yang rumit antara inang perantara, ular, dan tahap-tahap perkembangan parasit itu sendiri.
Temuan ini memberikan petunjuk bahwa berbagai inang perantara dapat menjadi bagian dari siklus hidup Physaloptera sp. pada ular kobra Jawa. Meskipun peran inang perantara dalam penyebaran parasit ini belum sepenuhnya dipahami, namun informasi ini memberikan dasar penting untuk penelitian lebih lanjut dalam upaya memahami ekologi parasit dan interaksi kompleks antara parasit dan inangnya. Dengan demikian, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengidentifikasi inang perantara potensial yang dapat berkontribusi pada siklus hidup dan penyebaran Physaloptera sp. pada ular kobra Jawa. Beberapa spesies Physaloptera telah ditemukan menginfeksi reptil di berbagai wilayah, seperti China, Amerika Utara, dan Amerika Selatan. Pengendalian penyakit parasit menjadi kunci untuk mencegah penyebaran Physaloptera pada ular lainnya. Studi ini memberikan pemahaman baru tentang keanekaragaman parasitologi dan kondisi patologis kronis yang dapat terkait dengan infeksi Physaloptera pada reptil. Temuan ini memiliki dampak global, terutama untuk pemilik reptil peliharaan dan dokter hewan satwa liar di seluruh dunia. Ini juga memberikan peringatan khususnya kepada masyarakat di Indonesia tentang potensi dampak penyakit parasit pada berbagai reptil. Pengendalian penyakit parasit, penguatan tindakan sanitasi, dan eliminasi potensial inang arthropoda atau perantara dari inang reptil yang rentan menjadi rekomendasi penting. Langkah-langkah ini tidak hanya melibatkan pemilik ular peliharaan tetapi juga seluruh komunitas yang peduli terhadap kesehatan dan kesejahteraan satwa liar.
Penemuan ini melalui studi parasitologi memberikan wawasan baru tentang infeksi Physaloptera pada ular kobra Jawa. Studi ini menciptakan landasan untuk penelitian lebih lanjut tentang biodiversitas parasite di Indonesia dan menyadarkan kita akan potensi risiko yang terkait dengan penyakit parasit pada satwa liar. Penulis berharap semoga studi ini memberikan dorongan untuk menjaga kesehatan dan kelestarian ekosistem, serta memperkuat hubungan yang harmonis antara manusia, alam, dan satwa liar.
Penulis: Ryanka Edila, S.KH.
Referensi: Edila, R., Yudhana, A., and Praja, R. N. (2023). First report of Physaloptera (Nematoda: Physalopteridae) parasitizing javan spitting cobra snake (Naja sputatrix) in Indonesia. In AIP Conference Proceedings (Vol. 2431, No. 1).