Universitas Airlangga Official Website

Mengembangkan Strategi Komunikasi untuk Iklim Politik yang Bebas Hoaks

Ilustrasi by Kompas Tekno

Komunikasi politik digital telah lazim digunakan dalam praktik demokrasi sehari-hari. Praktik ini sudah sangat lazim dilakukan oleh politisi atau pejabat publik terutama ketika ajang Pemilu karena mereka memanfaatkan media sosial seperti Instagram untuk menunjang kebutuhan komunikasi publiknya.

Instagram dipilih sebagai media sosial yang populer digunakan oleh para tokoh politisi karena media ini mampu memperlancar kegiatan kepemiluan, seperti memperluas jangkauan sasaran kampanye — yang sebelumnya tidak bisa dilakukan secara langsung ke lokasi kampanye—, serta platform digital ini juga berfungsi sebagai medium kampanye yang cukup efektif dan berbiaya rendah.

Pertanyaan pentingnya ialah bagaimana para tokoh penting ini dapat membangun komunikasi politik yang sehat, bebas dari hoaks dan bermanfaat bagi khalayak luas? Ajuan pertanyaan ini pula menjadi sangat relevan — terlebih lagi bila dikaitkan dengan pemilu yang akan datang sehingga baik para kandidat pemimpin dan masyarakat bisa jauh lebih tersiapkan dengan pola komunikasi yang jernih dan terbebas dari hoaks yang destruktif.

Pemaparan atas pertanyaan ini didasarkan pada kajian empiris dari studi strategi komunikasi politik dari kelompok pendukung Kiai Maruf Amin pada Pemilu Presiden di tahun 2019.

Ketika kita menengok kembali pada even pemilu presiden 2019, masih lekat di benak kita bagaimana momen ini disesaki dengan propaganda politik era post-truth yang ditandai dengan massifnya hoax dan hate speech —yang dipicu oleh populisme yang menyebabkan terjadinya polarisasi sosial-politik.

Polarisasi sendiri ingin dihindari oleh banyak pihak karena dampaknya yang sungguh meresahkan terutama pada level masyarakat akar rumput (grassroots). Intensitas kabar hoaks pada kadar kejenuhan yang tidak bisa ditolerir memiliki efek pada melonggarnya ikatan sosial serta solidaritas masyarakat. Ini menimbulkan bahaya karena komunitas masyarakat menjadi saling tidak percaya, curiga, serta mengobarkan bara isu SARA yang berbahaya bagi keutuhan bangsa. Selain itu, bahaya lain yang ditimbulkan ialah terjadinya pelemahan nalar kritis dari masyarakat.

Sebagai kandidat wakil presiden yang mendampingi calon presiden Joko Widodo kala itu, sosok Maruf Amin pada kenyataannya memainkan peranan yang sangat penting meskipun banyak pihak meragukannya, bahkan meremehkan kiprah dari figur ini. Ketika Joko Widodo menjadi target dari tebaran berita hoaks  —yang bahkan lebih banyak ketimbang kompetitornya, yaitu Prabowo Subianto, Kiai Maruf Amin justru dapat memanfaatkan perannya sebagai ulama dalam hal menetralisir dan mengubah tonalitas isu yang semula negatif menjadi positif.

Hoaks yang dialamatkan pada Joko Widodo berkisar pada isu yang berkaitan dengan anti-Islam dan kecenderungan orientasi politik luar negeri yang dianggap pro pada Tiongkok. Temuan dari penelitian kami mengungkapkan ada 3 (tiga) strategi komunikasi politik digital di Instagram yang dikembangkan sebagai respon pada hoax yang diarahkan pada pasangan Maruf Amin dan Joko Widodo.

Pertama, gerak cepat meneguhkan identitas di ruang digital. Menyikapi situasi ini, grup pendukung pendukung Maruf Amin bekerja keras untuk membuat profil Instagram baru yang memuat berbagai materi multimedia yang berbeda dan memiliki tiga (tiga) tujuan, yakni: (1) menghadirkan rekam jejak Kiai, (2) mendekatkan sosok Maruf Amin yang sudah senior di kalangan anak muda, dan (3) mempromosikan program kerja yang diusung untuk masa kepemimpinan presiden dan wakil presiden untuk periode 2019 hingga 2024.

Kedua, Membalikkan hoax menjadi sarana promosi. Strategi komunikasi digital ini dikenal pula dengan sebutan ‘riding the wave, turning the tide’, yang artinya ialah tim komunikasi turut serta dalam mengamati dan bergabung dalam percakapan di ruang publik digital sembari melancarkan aksi ‘counterbalance’ dengan memaparkan informasi yang valid dalam menjawab hoax, data yang akurat, serta rilis dari statemen-statemen strategis Kiai Maruf Amin yang mengekspos program-program kampanye.

Sedangkan strategi ketiga ialah pembuatan visualisasi konten dari respon terhadap berbagai hoax yang ditujukan pada Joko Widodo. Respon ini dibuat dengan mendasarkan pada formulasi 4 (empat) kluster pesan yakni: (1) persatuan bangsa (termasuk persatuan antar umat beragama dan pemimpin persatuan, yang sering dikaitkan dengan latar belakang nasionalis yang bergandengan dengan kaum ulama/agamawan – dikenal dengan istilah bersatunya ulama dan umaro), (2) kampanye santun dengan informasi yang dapat dipercaya, (3) klarifikasi masalah dengan fakta dan data, (4) serta pengenalan program kerja sektoral;

Dari kajian ini terlihat bagaimana strategi komunikasi politik yang digunakan tersebut menjadikan Instagram Kiai Maruf Amin difungsikan sebagai media edukasi dan pembukaan literasi khalayak dalam proses memahami isu-isu publik yang sering dipelintir atau disalahpahami.

Hal ini dicapai dengan mendorong klarifikasi dari masalah hoaks yang bertebaran dengan cara memberikan ringkasan data statistik dan hukum yang sesuai untuk memberikan gambaran yang jelas dan pemahaman yang akurat berdasarkan data yang sudah tersedia.

Media sosial seperti Instagram telah membawa perubahan terhadap pola komunikasi politik, terutama peranannya yang juga sangat besar dalam mengurangi sumbatan komunikasi yang ada di antara aktor-aktor politik dan masyarakat umum.

Penulis: Febby R. Widjayanto

Link Jurnal: http://jurnal.unpad.ac.id/wacanapolitik/article/view/40869