Infectious Bovine Rhinotracheitis (IBR) adalah suatu kondisi yang dapat menyebabkan sejumlah gangguan pada sistem pernapasan sapi. Penyakit ini disebabkan oleh Bovine alphaherpesvirus tipe 1 (BoAHV-1) yang termasuk dalam famili Herpesviridae, subfamili Alphaherpesvirinae, dan genus Varicellovirus. Penyakit ini awalnya diidentifikasi sebagai gangguan pernapasan yang mempengaruhi sapi penggemukan di Amerika Serikat pada tahun 1955. Istilah “balanoposthitis pustular menular (IPB)” untuk penyakit ini merujuk pada sindrom/penyakit klinis yang dimediasi oleh Bovine herpesvirus tipe 1 (BoHV-1) pada sapi jantan, sedangkan “vulvovaginitis pustular menular (IPV)” adalah nama sindrom/penyakit klinis pada sapi betina. BoHV-1 terutama menginfeksi sapi, namun IBR semakin banyak terdeteksi pada hewan ruminansia lain seperti kerbau dan bison. Penyakit ini sangat mengganggu pertukaran produk hewani dan menyebabkan kerugian bagi industri peternakan global.
Tanda-tanda khas bisa ditemui pada sapi yang menderita IBR seperti hidung dan mata berair, demam (suhu tinggi), nafsu makan menurun, ulserasi pada mulut dan hidung, produksi susu berkurang, abortus, dan akan terjadi kematian pada kasus yang parah. Infeksi BoHV-1 terutama menyerang hewan yang berumur lebih dari 6 bulan. Ada dua subtipe BoHV-1 yang selanjutnya dibagi lagi menjadi beberapa subtipe. Subtipe 1 terdiri dari strain yang menyebabkan komplikasi pernapasan, seperti IBR yang ditandai terutama oleh rinotrakeitis eksudatif yang mempengaruhi hidung, trakea, dan bronkus sapi. Subtipe 2 terdiri dari strain yang dapat menyebabkan masalah reproduksi seperti IPV dan IPB. Virus ini dapat ditularkan langsung melalui udara atau melalui kontak dengan kotoran dari mata, sistem pernapasan, atau sistem reproduksi hewan yang terinfeksi. Virus ini dapat menyebar secara tidak langsung melalui benda yang terkontaminasi, orang, air mani, dan transfer embrio.
Karakteristik BoAHV1 yang paling signifikan seperti alphaherpesvirus adalah bahwa infeksi biasanya menimbulkan kondisi laten yang pada akhirnya dapat aktif kembali jika terdapat kondisi atau zat imunosupresif. Dalam kondisi laten, hewan terinfeksi mengandung virus tersebut selama sisa hidupnya tanpa menunjukkan gejala. Oleh karena itu, pemusnahan hewan yang terinfeksi menjadi tantangan. Reaktivasi virus laten terjadi ketika hewan dengan infeksi laten BoHV-1 terpapar berbagai pemicu stres, seperti cuaca buruk dan terapi imunosupresif. Hal ini memungkinkan virus menyebar ke hewan lain.
IBR dapat menyebabkan demam, masalah pernapasan, serta penurunan nafsu makan, produksi susu, dan berat badan. Ada faktor biotik, lingkungan, dan iklim yang mempengaruhi kejadian penularan dan penyebaran IBR. Di lingkungan yang padat, penularan penyakit lebih mungkin terjadi dan kelangsungan hidup virus meningkat pada suhu yang lebih rendah. Virus dapat diidentifikasi dari usapan sekresi hidung dan vagina, serta dari jaringan lain dengan nekropsi. Lebih jauh lagi, berbagai metode molekuler dan serologis tersedia untuk diagnosis IBR. Pengendalian penyakit menjadi tantangan karena sifat laten infeksi IBR dan kurangnya pengobatan khusus. Protokol biosekuriti termasuk pembatasan pergerakan, pengujian dan karantina, serta imunisasi sangat penting untuk mengelola dan mencegah penularan IBR.
Perluasan penyakit IBR secara global telah mengakibatkan kerugian ekonomi yang signifikan karena penurunan produktivitas ternak, peningkatan tingkat morbiditas dan mortalitas, serta keterbatasan perdagangan internasional. Tujuan dari tinjauan ini adalah untuk menjelaskan etiologi, sejarah, epidemiologi, patogenesis, respons imun, patologi, tanda klinis, diagnosis, diagnosis banding, penularan, faktor risiko, dampak ekonomi, pengobatan, dan pengendalian IBR.
Penulis: Dr. Rimayanti, drh., M.Kes.