Identifikasi jenis kelamin adalah aspek krusial dalam identifikasi forensik yang berkontribusi pada pengembangan profil individu. Mandibula, tulang wajah yang menonjol dengan karakteristik seksual yang jelas, sering digunakan dalam analisis semacam ini. Dalam sebuah penelitian terbaru yang dilakukan di Surabaya, Indonesia, sebuah formula baru untuk penentuan jenis kelamin telah diajukan berdasarkan evaluasi sepuluh parameter mandibula.
Terobosan dalam penelitian ini terletak pada identifikasi karakteristik mandibula tertentu yang menunjukkan dimorfisme seksual signifikan dalam populasi Surabaya. Terutama, tinggi simfisis mandibula dan tinggi ramus mandibula ditemukan memiliki nilai penting dalam membedakan antara jenis kelamin. Temuan ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang juga menunjukkan tinggi simfisis dan ramus sebagai indikator kunci dari jenis kelamin dalam mandibula.
Dimorfisme seksual dalam mandibula telah lama dipertimbangkan dalam identifikasi forensik, dengan variasi dalam ukuran dan bentuk yang terjadi karena interaksi faktor-faktor kompleks. Berbagai faktor seperti genetika, ras, aktivitas otot pengunyahan, pengaruh hormonal, dan kondisi sosial-lingkungan berkontribusi pada pola pembentukan tulang ini. Secara umum laki-laki memiliki volume dan ukuran tulang yang lebih besar dibandingkan dengan perempuan karena perbedaan dalam lokasi pembentukan tulang serta karakteristik anatomis lain yang berbeda antara jenis kelamin.
Berdasarkan beberapa penelitian sebelumnya dapat diketahui bahwa penentuan jenis kelamin berdasarkan parameter mandibula memilki tingkat akurasi yang tinggi. Teknik pencitraan radiografis, termasuk radiografi panoramik, sefalometri, dan tomografi sinar-X berkecepatan tinggi (CBCT), memainkan peran penting dalam pengukuran parameter mandibula. Di antara teknik-teknik ini, radiografi panoramik digital menonjol karena penggunaannya yang luas dalam praktik klinis. Namun, beberapa keterbatasan, seperti perbesaran dan distorsi geometris, perlu dipertimbangkan saat menggunakan metode-metode ini.
Fungsi diskriminan yang dikembangkan dalam studi saat ini menunjukkan tingkat akurasi yang baik, mencapai 82,5% dalam menentukan jenis kelamin berdasarkan parameter mandibula. Meskipun ini merupakan kemajuan signifikan, beberapa kesalahan klasifikasi teramati, yang mungkin dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti penyesuaian kontras gambar dalam perangkat lunak grafis.
Meskipun memiliki kontribusi berharga, studi ini memiliki batasan dalam hal ukuran sampel, yang terpengaruh oleh pandemi COVID-19. Namun demikian, variabel-variabel yang diidentifikasi – tinggi simfisis dan tinggi ramus – menjanjikan aplikasi yang lebih luas dalam konteks forensik, termasuk dalam kasus bencana massal, investigasi kriminal, dan kasus orang hilang.
Sebagai kesimpulan, pendekatan inovatif dalam studi penentuan jenis kelamin menggunakan parameter mandibula menawarkan dasar yang kuat untuk memajukan metode identifikasi forensik. Dengan mengungkapkan karakteristik dimorfisme kompleks dalam mandibula, penelitian ini tidak hanya meningkatkan pemahaman kita tentang variasi rangka manusia, tetapi juga memberikan alat berharga bagi para ahli forensik dan penyidik di seluruh dunia.
Ditulis oleh: Arofi Kurniawan
Diambil dari artikel jurnal berjudul: Predicting sex from panoramic radiographs using mandibular morphometric analysis in Surabaya, Indonesia Tautan artikel: https://hrcak.srce.hr/ojs/index.php/paleodontology/article/view/25691