Universitas Airlangga Official Website

Pakar UNAIR Soroti Kasus Keracunan pada Program Makan Bergizi Gratis

Ilustrasi Makan Bergizi Gratis (Sumber: sulsel.idntimes.com)

UNAIR NEWS – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) kembali menjadi perhatian publik setelah sejumlah siswa di Cianjur mengalami gejala keracunan usai mengonsumsi makanan yang disediakan pemerintah. Berdasarkan hasil pemeriksaan sementara, ditemukan adanya kontaminasi bakteri E.coli, Salmonella, dan Staphylococcus pada makanan yang dikonsumsi siswa.

Menanggapi hal ini, Dosen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Airlangga, Laura Navika Yamani S Si M Si Ph D, menilai perlunya perbaikan menyeluruh dalam sistem pengawasan pangan pada program MBG. Ia menegaskan bahwa penyebab keracunan dapat terjadi di berbagai titik rantai penyediaan makanan.

“Yang paling rawan menjadi sumber kontaminasi bisa berasal dari bahan baku, proses pemasakan, penyimpanan, distribusi, hingga penyajian. Kasus ini harus menjadi pembelajaran bersama untuk menginspeksi secara detail,” jelasnya.

Laura Navika Yamani S Si M Si Ph D, Dosen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Airlangga (UNAIR). (Foto: Pribadi)


Laura menekankan bahwa meskipun MBG memiliki niat baik untuk meningkatkan status gizi anak-anak, ancaman keracunan makanan tetap perlu ditanggapi serius karena menyasar kelompok rentan. Anak-anak, misalnya, berisiko mengalami gejala klinis seperti mual, muntah, diare, hingga dehidrasi akut yang bisa berujung pada kondisi kronis jika tidak tertangani dengan baik.

“Tanpa program MBG pun, keracunan makanan bisa saja terjadi dan berpotensi menjadi wabah. Oleh karena itu, ini harus menjadi standar minimum bagi semua penyedia makanan, termasuk UMKM, untuk memperhatikan aspek higienitas produknya,” tambahnya.

Laura juga menyarankan perlunya kolaborasi dengan Dinas Kesehatan setempat untuk melakukan pemantauan kasus diare serta surveilans status gizi di lokasi pemberian MBG. Langkah ini dinilai penting untuk menjamin keamanan pangan dan mencegah kejadian serupa di masa mendatang.


Untuk meningkatkan ketertiban dalam implementasi program, Laura mendorong pembentukan tim audit pangan yang melibatkan ahli dari berbagai disiplin seperti ahli gizi, sanitarian, epidemiolog, dan ahli keamanan pangan.

“Jika terbukti ada kelalaian, penyedia makanan seharusnya dapat dikenai sanksi atau bahkan dihentikan kontraknya. Ini penting agar penyedia benar-benar serius dalam mempersiapkan makanan MBG,” tegasnya.

Laura menyampaikan bahwa program MBG tetap perlu dilanjutkan, namun dengan pengawasan yang lebih ketat dan evaluasi menyeluruh. Tujuan utamanya, yakni peningkatan status gizi anak untuk mewujudkan generasi emas Indonesia, harus tetap menjadi fokus utama.

Penulis : Rosali Elvira Nurdiansyarani

Editor : Khefti Al Mawalia