Universitas Airlangga Official Website

Pariwisata Medis: Konsep, Implementasi, dan Tantangan dalam Kerjasama Organisasi Islam

Wisata medis adalah model pariwisata baru yang mengalami pertumbuhan tercepat di dunia. Pada pasar pariwisata tahun 2016, wisata medis menghasilkan pendapatan sebesar US$19,7 miliar dan diperkirakan akan meningkat menjadi US$46,6 miliar pada tahun 2021 (OrbisResearch, 2017). Meningkatnya jumlah wisatawan medis muslim khususnya dari Afrika Utara dan Timur Tengah menyebabkan banyak destinasi wisata medis yang menganggapnya sebagai segmen pasar yang harus dibidik (Ryan, 2016). Rumah sakit di AS dan Eropa, khususnya di Inggris dan Jerman, mampu menarik pasien asing untuk mendapatkan perawatan khusus dan berkualitas tinggi (Hungary Central Statistical Office, 2010). Malaysia dikatakan sebagai pusat wisata medis karena keyakinan Islamnya sangat ditekankan pada berbagai fasilitas, seperti makanan dan produk halal (Ormond, 2011; Henderson, 2015). Rumah Sakit Bumrungrad di Bangkok telah menjadi tujuan wisata medis yang populer. Sekitar 40 persen dari total populasi satu juta pasien adalah ekspatriat, wisatawan, atau pelancong medis dari 190 negara berbeda (Patients Beyond Borders 2012).

Karena wisata medis sudah menjadi kebutuhan dan dapat dirasakan manfaatnya, maka pemerintah mengantisipasinya dengan menerapkan sistem akreditasi yang tepat pada pusat penyedia layanan kesehatan (Alneil et al., 2013). Berdasarkan hasil penelitian Sarwar dkk. (2012), terdapat beberapa faktor penting yang mempengaruhi penyedia layanan dan klien dalam memilih penyedia layanan wisata medis atau wisata medis luar negeri, yaitu penghematan biaya, kualitas layanan, ketersediaan, jenis perawatan, pengalaman, dan reputasi, penyedia layanan wisata medis, akreditasi, akses, jarak, kemudahan perjalanan, dan pemasaran. Hasil penelitian Omay dan Cengiz (2013) menyebutkan belum komprehensifnya kebijakan pemerintah dalam pengelolaan wisata kesehatan, terbatasnya jumlah organisasi pendukung wisata kesehatan, tingginya birokrasi dalam wisata kesehatan, ketidakstabilan politik di negara-negara kawasan, dan kurangnya standardisasi dalam layanan pariwisata kesehatan sebagai tantangan, dan ancaman utama yang mempengaruhi pariwisata kesehatan di Turki.

Tinjauan Literatur

Wisata Medis di OKI

Meningkatnya populasi Muslim menyebabkan wisata medis ramah Muslim diintensifkan oleh negara-negara Organisasi Kerjasama Islam (OKI). Wisata medis dimulai dari seberapa serius penyedia layanan medis dan faktor penentu lain yang dianggap sebagai prioritas utama, yaitu pengobatan, penyembuhan, dan pemulihan (Yu dan Ko, 2012). Tujuan utama pelayanan medis adalah pengobatan, bukan hiburan. Tren wisatawan medis telah beralih ke kota-kota berkembang seperti Bangkok, Singapura, New Delhi, dan Seoul dari negara-negara maju seperti Amerika Serikat, UE, Kanada, dan Australia, untuk mendapatkan keuntungan dari biaya yang lebih rendah, waktu tunggu yang lebih singkat, dan perawatan medis berkualitas lebih tinggi (Yu & Ko, 2012).

Pariwisata Islami adalah penyediaan produk dan jasa pariwisata yang memenuhi kebutuhan wisatawan Muslim sebagai sarana ibadah dan sesuai dengan ajaran Islam. Wisata medis Islam telah menjadi penting bagi individu. Penyedia wisata medis perlu memiliki sistem medis yang sejalan dengan prinsip Islam. Sistemnya harus berdasarkan amalan dan prinsip yang bersumber dari Al-Quran dan Hadits Nabi Muhammad SAW. Selain fasilitas dan pengobatan, destinasi wisata medis Islam juga harus menawarkan kegiatan wisata halal, yang menghilangkan perjudian, minuman keras, dan kegiatan lain yang bertentangan dengan ajaran Islam. Kemudian rumah sakit, hotel, dan restoran yang terlibat dalam industri ini harus menyiapkan dan menyajikan makanan halal yang bebas dari unsur-unsur terlarang seperti daging babi dan alkohol, menyediakan fasilitas sholat, dan mematuhi kode etik dan berpakaian Islam (Mohezar, 2017). 

Metode dan Hasil

Metode penelitian ini adalah tinjauan literatur sistematis, yang berasal dari beberapa makalah bereputasi internasional di Scopus dan pemeringkatan di Scimago. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas surat wisata medis telah melalui proses seleksi yang ketat. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa wisata medis mempunyai banyak peminat. Dalam pembuatan wisata medis, wisatawan memperhatikan budaya, jarak, dan pelayanan wisata medis. Selain itu, kesiapan teknologi juga diperlukan untuk efektivitas promosi wisata medis karena dapat menjangkau seluruh dunia. Fasilitas wisata medis, jarak, dan budaya di negara tujuan menjadi pertimbangan wisatawan wisata medis dalam mengambil keputusan guna menarik wisatawan muslim khususnya dari negara-negara OKI.

Penulis: Prof. Dr. Ririn Tri Ratnasari, S.E., M.Si.

Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di:

Gunawan, S., Ratnasari, R. T. & Pithcay, A. A. (2023). Medical Tourism: A Concept, Implementation and Challenge in Organization of the Islamic Cooperation. Revista de Cercetare si Interventie Sociala. 83. 42-61. https://doi.org/10.33788/rcis.83.4