Penerapan akuakultur secara intensif dengan penggunaan pakan buatan membuat buangan limbah akuakultur semakin meningkat. Limbah budidaya berupa sisa pakan dan sisa metabolisme mengakibatkan berbagai masalah lingkungan apabila langsung dibuang ke badan perairan. Salah satu alternatif yang dapat digunakan dalam pengelolaan limbah budidaya perikanan adalah dengan menggunakan biofiltrasi. Biofiltrasi merupakan teknik pengolahan limbah dengan memanfaatkan organisme hidup yang menguntungkan karena efektif dalam mengolah limbah dan menghemat biaya produksi. Beberapa jenis organisme dapat digunakan untuk mengolah air limbah budidaya antra lain berupa bakteri, mikroalga, makroalga, serta bivalvia.
Tanaman duckweed (Lemna minor) merupakan tanaman makrofita yang banyak digunakan dalam pengolahan limbah karena mampu menyerap unsur hara dalam air dan memiliki pertumbuhan yang cepat. Tanaman duckweed juga merupakan jenis makrofita terapung yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber pakan karena mempunyai kandungan protein yang tinggi berkisar 28-43%. Kerang air tawar (Anodonta cygnea) merupakan jenis filter feeder yang efektif dalam mengurangi konsentrasi bahan organik tersuspensi di badan air. Selain itu, kerang merupakan komponen penting dalam ekosistem perairan dan berfungsi sebagai bioindikator pencemaran suatu perairan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi tanaman duckweed dengan kerang air tawar sebagai biofilter terintegrasi dalam memanfaatkan nutrient yang berasal dari air buangan pemeliharaan juvenil ikan rainbow trout (Oncorhynchus mykiss).
Percobaan dilakukan selama 30 hari dengan perlakuan yang diberikan berupa penggunaan berat biomassa segar dari tanaman duckweed yang berbeda (P1: 270 g dan P2: 360 g) dengan luas tutupan area adalah 75% dari luas kolam biofilter dan ditambahkan kerang pada setiap perlakuan. Tanaman dan kerang diletakkan pada satu kolam dan dipisahkan oleh sekat. Kerang air tawar yang digunakan memiliki kepadatan tebar 30 ekor/m2 dengan rata-rata bobot 58 ± 2.0g (P1 dan P2). Penyinaran makrofita dilakukan menggunakan lampu LED hidroponik (6600 lux) dengan perbandingan kondisi terang dan gelap 10:14 jam. Juvenil ikan rainbow trout yang digunakan memiliki ukuran rata-rata 25 ± 2.0g dengan padat tebar sebesar 15 kg/ m3. Selama masa percobaan, ikan diberi pakan menggunakan pelet komersial dengan dosis 3% dari berat badan ikan dan diberikan dua kali sehari, yaitu pada pagi hari (08.00) dan sore (16.00).
Temuan dari Percobaan
Hasil percobaan menunjukkan bahwasanya rata-rata suhu air selama 30 hari masa pemeliharan pada kolam biofilter berkisar antara 13.2-13.9 oC, serta rata-rata nilai pH air berkisar antara 7.2-8.0. Konsentrasi DO (oksigen terlarut/ dissolved oxygen) selama masa penelitian menunjukkan nilai yang berbeda nyata antara perlakuan P1 dan P2 pada hari ke-10. Pemanfaatan tanaman duckweed-kerang air tawar sebagai biofilter pada pemeliharaan juvenil ikan rainbow trout dapat menyerap sumber nitrogen khususnya ammonium pada kedua perlakuan (P1 dan P2). Konsentrasi nitrit pada kolam biofilter berfluktuasi namun cenderung mengalami peningkatan pada akhir masa pemeliharaan dengan nilai konsentrasi tertinggi pada perlakuan P1(270gr). Sementara itu, konsentrasi nitrat pada kolam biofilter pada kedua perlakuan mengalami peningkatan hingga akhir masa pemeliharaan dengan nilai konsentrasi tertinggi pada perlakuan P1. Konsentrasi total fosfor pada kedua perlakuan berfluktuasi namun cenderung mengalami penurunan dengan perlakuan P2 (360gr) menunjukkan tingkat penyerapan yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan P1 (270gr).
Biomassa tanaman duckweed pada kedua perlakuan mengalami penurunan hingga akhir masa pemeliharaan. Pertumbuhan dan perkembangan duckweed dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain unsur hara, suhu, dan nilai pH di perairan. Proses klorosis dimulai pada hari ke-10 masa pemeliharaan hingga akhir. Penurunan biomassa ini dapat disebabkan oleh suhu air yang kurang optimal dan nilai pH yang berfluktuasi selama masa pemeliharaan. Beberapa jenis duckweed akan mengalami penurunan rata-rata pertumbuhan dan biomassa pada suhu dibawah 17 oC dan berhenti tumbuh pada suhu dibawah 8 oC dan diatas 35 oC. Penurunan suhu juga mempengaruhi klon yang dihasilkan. Selain itu tanaman duckweed juga memiliki toleransi yang luas terhadap nilai pH dengan kisaran antara 3.5-9.0. Namun kemampuan toleransinya tergantung pada spesiesnya. Nilai pH optimal untuk pertumbuhan duckweed adalah berkisar antara 6.5-7.5. Kerang mengalami pertumbuhan pertumbuhan selama masa pemeliharaan dengan nilai SGR (laju pertumbuhan spesifik/ specific growth rate) sebesar 0,08%/ hari pada perlakuan P1 dan 0,05%/ hari pada perlakuan P2. Juvenil ikan trout mengalami pertumbuhan dengan nilai SGR sebesar 2.82%/ hari dengan tingkat kelangsungan hidup sebesar 100% selama masa pemeliharaan.
Penulis: Muhammad Hanif Azhar, S.Pi., M.Si.
Informasi lebih lengkap dari riset ini dapat dilihat di: https://jifro.ir/article-1-5417-en.html
Baca juga: Kloning dan Karakterisasi Fraksi Protein Spesifik dari Chlorella Vulgaris Endemik Jawa Timur