Adenoid hipertropi atau pembesaran adenoid adalah peradangan dan pembengkakan pada kelenjar di bagian belakang hidung (area nasofaring) dan merupakan bagian dari ring of Waldeyer.
Adenoid merupakan organ limfoid lini pertama yang memiliki peran penting dalam melawan mikroorganisme patogen yang masuk ke tubuh baik secara inhalasi maupun ingestan. Infeksi kronik pada adenoid masih menjadi problem kesehatan dunia. Prevalensi adenoitis kronis di Amerika Serikat pada tahun 1995 adalah sebesar 7 per 1 000 penduduk, 11,7 % di Norwegia, 12,1 % di Turki. Adenoiditis sering terjadi pada usia 5 – 10 tahun. Infeksi kronik pada adenoid dapat menyebabkan terjadinya hipertropi adenoid, menurunnya transpor mukosilia, obstruksi nasi, gangguan ventilasi tuba Eustachius, serta hambatan oksigenasi pada daerah orofaring terutama saat tidur malam hari. Terapi adenoid meliputi konservatif dan operatif. Adenoid sangat berperan dalam mekanisme pertahanan tubuh, adenoid merupakan benteng pertahanan pada pernafasan. Adenoid termasuk MALT (mucosal associated lymphoid tissue) yang merupakan bagian dari sistem imun sekunder berfungsi reaktif secara imunologis, memacu sel limfosit B dan T dalam merespon terhadap adanya antigen dengan hasil akhir Imunoglobulin A (IgA).
Pembesaran adenoid ini akan menyebabkan kesulitan untuk bernapas sehingga penederita akan bernapas melalui mulut. Adenoid merupakan bertahan imunitas mekanis yang mempunyai peran untuk menangkap virus atau kuman yang masuk melalui mulut dan hidung. Adenoid juga menghasilkan antibodi untuk membantu tubuh melawan infeksi. Pembesaran adenoid sering terjadi pada anak, pembesaran adenoid merupakan kondisi yang normal, karena memiliki peran penting terhadap pertahanan tubuh. Adenoid yang telah membesar akan mengecil setelah anak berusia 5–7 tahun dan makin mengecil saat memasuki usia dewasa.
Pembesaran adenoid, terjadi karena adanya proses dan mekanisme pertahanan tubuh, akibat adanya paparan mikroorganisme , baik virus maupun bakteri. Infeksi virus yang dapat menyebabkan pembesaran adenoid sebagai proses pertahanan tubuh antara lain Adenovirus, rhinovirus, virus Epstein–Barr (EBV), atau Coronavirus. Infeksi bamteri yang dapat menyebabkan pembesaran adenoid antara lain disebabkan oleh Haemophilus influenza, Corynebacterium diphteriae, atau Staphylococcus aureus. Pembesaran adenoid dapat terjadi secara akut apabila ada paparan mikroorganisme pathogen, dan akan mengecil Kembali apabila paparan pathogen tersebut sudah tidak ada. Paparan pathogen yang berulang ulang akan menyebabkan kronisitas sehingga adenoid dalam keadaan besar tanpa dapat mengecil kembali. Selain karena faktor infeksi pembesaran adenoid yang kronis dapat dipicu dengan adanya alergi atau iritasi di hidung dan tenggorokan, penyakit asam lambung, tumor hidung atau sinus, kanker kelenjar getah bening (limfoma), infeksi HIV. Faktor lain yang dapat meningkatkan risiko terjadinya pembesaran adenoid, antara lain paparan polusi udara, kebiasaan merokok dan riwayat asma atau alergi
Gejala pembesaran adenoid tergantung pada kondisi yang menyebabkan terjadinya peradangan. Berbagai tanda dan gejala yang muncul akibat pembesaran adenoid adalah mendengkur, hidung tersumbat, sleep apnea, sakit telinga, gangguan pendengaran terganggu dan suara sengau saat berbicara. Tata laksana pembesaran adenoid dapat diberikan obat obatan dan apabila pembesaran adenoid sudah memberikan komplikasi dan penyulit kepada penderita maka tindakan operatif berupa adenoidektomi dipertimbangkan untuk dilakukan, atas dasar diagnosis pembesaran adenoid secara obyektif.
Menegakan diagnosis adenoid secara obyektif menjadi tantangan tersendiri karena posisi adenoid yang tersembunyi di belakan hidung (area nasofaring). Penegakan diagnosis pembesaran adenoid sangat penting karena akan menjadi pertimbangan ntuk dilakukan tindakan operatif. Tindakan operatif pada pembesaran adenoid masih dihindari kecuali adenoiditis kronis menyebabkan hipertopi adenoid yang parah, maka metode pemeriksaan diagnostik secara obyektif untuk mendiagnosis hipertropi adenoid sangat berharga dalam memberikan informasi tentang perlu atau tidak operasi serta menilai hasil pasien setelah perawatan.
Prosedur terbaik untuk mendiagnosis hipertropi adenoid yang diakibatkan oleh adenoiditis kronis pada anak masih menjadi perdebatan. Penilaian klinis hipertropi adenoid akibat adenoiditis kronis cukup sulit dilakukan evaluasi pada anak. Ketidakjelasan riwayat keluhan pasien yang disampaikan oleh orang tua dan kesulitan dalam pemeriksaan klinis pada anak menyebabkan kendala dalam proses pengambilan keputusan melakukan tindakan klinis berupa operasi adenoidektomi.
Pemeriksaan klinis untuk menegakkan diagnosis hipertropi adenoid akibat adenoiditis kronis meliputi pemeriksaan rinoskopi posterior dengan cermin, palpasi, pemeriksaan radiologi kepala leher lateral, atau endoskopi hidung. Pemeriksaan klinis tersebut sulit dilakukan pada anak, sehingga perlu dilakukan pengembangan penilaian klinis yang dapat digunakan berdasarkan gejala anak untuk mengevaluasi dengan benar sehingga dapat digunakan sebagai dasar keputusan intervensi bedah. Penilaian klinis berupa skor akan sangat bermanfaat bagi dokter. Sehingga perlu dikembangkan penilaian klinis secara sederhana menggunakan skoring penilaian klinis terhadap hipertropi adenoid.
Skor penilaian klinis hipertropi adenoid berupa kesulitan bernafas saat tidur, apnea, dan mendengkur. Skor penilaian klinis hipertopi adenoid tersebut kemudian divalidasi dengan aspek pemeriksaan klinis hipertropi adenoid dengan pemeriksaan endoskopi hidung dan pemeriksaan radiologi.
Penggunaan skor penilaian klinis hipertropi adenoid, pemeriksaan radiologis dan pemeriksaan endoskopi nasofaring untuk menegakan diagnosis pasti pembesaran adenoid dapat digunakan sebagai pertimbangan pasien tersebut untuk mendapatkan tindakan operatif berupa adenoidektomi. Skor klinis pembesaran adenoid dapat digunakan terutama ketika pemeriksaan endoskopi tidak tersedia atau tidak dapat dilakukan karena pasien anak yang tidak kooperatif. Skor klinis dapat digunakan sebagai pertimbangan dokter di layanan kesehatan primer untuk melakukan rujukan penderita dengan pembesaran adenoid ke fasilitas kesehatan lanjut untuk mendapatkan tindakan operatif.
Penulis: Puguh Setyo Nugroho, dr., Sp.THT-KL.
Jurnal: Correlation of Clinical Score, Radiological Examination, and Nasopharyngeal Endoscopy in Adenoid Hypertrophy Patients as a Consideration of Adenoidectomy