Universitas Airlangga Official Website

Pengaruh Olahraga pada Orang dengan Resiko Diabetes

Ilustrasi diabetes (Sumber: Kompas Health)

Diabetes mellitus (DM) merupakan kelainan metabolisme kronis yang ditandai dengan tingginya kadar glukosa darah. Diabetes mellitus dapat menyebabkan berbagai macam komplikasi dengan angka kematian tinggi. Pada tahun 2021, diperkirakan terdapat 537 juta orang (usia 20–79) di seluruh dunia yang mengidap diabetes. Diabetes mellitus tipe 2 (DMT2) menyumbang sekitar 85% kasus dan diabetes mellitus tipe 1 (DMT1) hanya menyumbang 5%– 15% kasus. Diabetes mellitus tipe 2 merupakan keadaan dengan resistensi insulin dan intoleransi glukosa.

Menemukan pendekatan yang efektif untuk mencegah diabetes sangatlah penting untuk penanganan penyakit ini. Terutama yang berfokus pada pra diabetes atau orang yang berisiko terkena DM. Gaya hidup yang kurang gerak, usia lanjut, serta kelebihan berat badan atau obesitas merupakan beberapa faktor risiko DMT2. Menariknya, angka kejadian DM lebih rendah di dataran tinggi dibandingkan di dataran rendah. Dibandingkan dengan penduduk dataran rendah, penduduk dataran tinggi yang tinggal di ketinggian antara 1500 dan 5500 m (5000 dan 18,000 kaki) atas permukaan laut diketahui memiliki kadar glukosa darah puasa yang lebih rendah dan toleransi glukosa yang lebih baik.

Perubahan Fisiologis

Perubahan fisiologis yang signifikan dapat disebabkan oleh paparan jangka pendek maupun jangka panjang terhadap kondisi ketinggian. Penyebab utama perubahan fisiologis ini adalah tekanan atmosfer yang rendah dan kondisi hipoksia, yang mengakibatkan penurunan tekanan parsial oksigen (PO2). Penerapan paparan hipoksia sebagai simulasi ketinggian terhadap DM dan mereka yang berisiko terkena DMT2 telah menjadi fokus berbagai penelitian dalam beberapa tahun terakhir. Kondisi hipoksia dapat dibuat secara artifisial sebagai simulasi ketinggian dengan memvariasikan tekanan barometrik (hipoksia hipobarik) atau persentase fraksi oksigen inspirasi/FiO2 di dalam ruangan (hipoksia normobarik). 

Selain kondisi ketinggian, latihan fisik juga diketahui dapat mengurangi resistensi insulin. Dapat mengurangi karena kontraksi otot meningkatkan permeabilitas membran, dan memungkinkan glukosa memasuki sel. Latihan fisik di dataran tinggi akan menimbulkan respon adaptasi fisiologis yang lebih cepat dan kuat dibandingkan di permukaan laut. Karena kondisi hipoksia akan menimbulkan stres fisiologis yang serupa dengan latihan fisik dan menimbulkan berbagai perubahan fisiologis (aklimatisasi).

Latihan fisik di ketinggian diketahui meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot rangka melalui mekanisme yang tidak bergantung pada insulin. Sehingga mendorong proses penurunan kadar glukosa darah. Menurut tinjauan naratif baru-baru ini, efek paparan hipoksia pada metabolisme glukosa dan status kesehatan pada individu yang berisiko terkena DMT2 menunjukkan keunggulan dibandingkan pelatihan normoksik. Meskipun demikian, beberapa penelitian lain tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Oleh karena itu, kami melakukan penelitian dengan desain meta-analisis yang menilai manfaat latihan fisik dalam kondisi paparan hipoksia versus kondisi normoksik terhadap toleransi glukosa pada orang yang berisiko terkena DMT2.

Dari sembilan penelitian uji klinis acak terkontrol yang kami temukan, analisis kami menunjukkan bahwa latihan fisik dalam kondisi hipoksia tidak berpengaruh signifikan terhadap peningkatan kadar glukosa darah, kadar insulin, dan sensitivitas insulin pada lansia dan orang yang tidak banyak bergerak dibandingkan dengan kondisi normoksia. Namun, latihan fisik selama paparan hipoksia memiliki dampak yang signifikan terhadap penurunan kadar glukosa darah pada individu yang kelebihan berat badan/obesitas. 

Terdapat beberapa faktor risiko DMT2, diantaranya adalah obesitas, gaya hidup sedentari, dan usia lanjut. Obesitas adalah salah satu faktor risiko utama yang dapat dikendalikan. Hampir 90% pasien diabetes sebelumnya mengalami obesitas. Risiko diabetes dan pradiabetes meningkat seiring dengan peningkatan indeks massa tubuh yang signifikan pada subjek obesitas. Peningkatan jumlah asam lemak, gliserol, hormon, sitokin peradangan, dan faktor lainnya akan menyebabkan gangguan pada sel β pankreas sebagai kelenjar penghasil insulin. Selain itu, proses ini juga akan mengganggu sensitivitas insulin dan pada akhirnya menyebabkan kegagalan pengendalian kadar glukosa darah. Risiko lainnya adalah gaya hidup sedentari, yaitu kurangnya aktivitas fisik dengan jumlah frekuensi latihan <3 hari/minggu yang dapat menyebabkan hilangnya sel β secara progresif sehingga menurunkan sensitivitas insulin dan memicu gangguan toleransi glukosa. Faktor ketiga adalah penuaan. Telah ditemukan hubungan yang jelas antara prevalensi diabetes dan peningkatan usia pada individu, terbukti dari hasil penelitian dimana risiko DM <2% pada subyek 16–34 tahun, 5,1% pada subyek 35–54 tahun, 14,3% pada subyek 55–74 tahun, dan 16,5% pada subyek >75 tahun. Penuaan akan meningkatkan peradangan kronis dan gangguan metabolisme lemak akibat penumpukan lemak tubuh yang menyebabkan resistensi insulin.

Angka kejadian DMT2 ditemukan berbanding terbalik dengan latihan fisik. Hal ini dikarenakan aktivitas kontraktil otot pada saat latihan dapat menginduksi sinyal untuk merangsang pengambilan glukosa secara independen oleh insulin. Ini juga dapat memberikan efek sinergis bila dikombinasikan dengan kerja insulin terhadap pembuangan atau pemanfaatan glukosa darah. Melakukan latihan fisik di ketinggian telah banyak digunakan di seluruh dunia sejak Olimpiade 1968 di Meksiko dan terkenal dilakukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Latihan fisik pada ketinggian menyebabkan respon adaptasi fisiologis lebih cepat dan signifikan dibandingkan pada ketinggian rendah. Berolahraga di ketinggian juga diketahui dapat meningkatkan penyerapan glukosa ke otot rangka yang selanjutnya akan mendorong proses penurunan kadar glukosa darah karena latihan fisik dan berada di lingkungan hipoksia.

Pada analisis latihan fisik dalam kondisi paparan hipoksia terhadap penurunan kadar glukosa darah dengan membandingkan kelompok pre‑ dan post‑test. Terdapat penemuan hasil yang berbeda setelah kriteria indeks massa tubuh subjek ditetapkan menjadi >25 kg/m2 (berat badan berlebih‑obesitas). Secara umum, obesitas berhubungan dengan kondisi hipoksia. Beberapa penyebab potensial yang menyebabkan kondisi hipoksia pada obesitas, antara lain: (1) Suplai darah ke jaringan lemak tidak mencukupi. Pada subjek yang mengalami obesitas.

Penurunan aliran darah ke jaringan lemak dan otot ditemukan hanya sekitar 30% –40% dibandingkan dengan subjek yang tidak mengalami obesitas. Diketahui juga bahwa kepadatan kapiler 44% lebih rendah dan faktor pertumbuhan endotel pembuluh darah 58% lebih rendah. Hal ini menunjukkan tingkat PO2 lebih rendah pada subjek kelebihan berat badan dan obesitas dibandingkan subjek non obesitas. Selain itu, subyek obesitas akan mengalami pembesaran dan peningkatan jumlah sel lemak. Jaringan lemak akan meningkat. Sementara kapasitas difusi oksigen dibatasi hingga 150-200 μm saja dan (3) peningkatan kebutuhan oksigen oleh sel lemak dan sel radang.

Secara umum, dapat disimpulkan bahwa latihan fisik dalam kondisi hipoksia mempunyai manfaat dalam menurunkan kadar glukosa darah pada subjek dengan indeks massa tubuh >25 kg/m2 (obesitas). Untuk mengatur pengkondisian hipoksia pada setiap orang dengan lebih baik. Stimulasi hipoksia harus dilakukan lebih terkonsentrasi pada penggunaan target saturasi oksigen (SpO2) daripada memodifikasi kadar fraksi oksigen (FiO2) di ruang atau menggunakan masker. Untuk memahami secara menyeluruh berbagai dampak dan jalur fisiologis pengaruh latihan fisik dalam kondisi hipoksia. Ini diperlukan penelitian lebih lanjut terkait berbagai jenis dan intensitas olahraga maupun pengkondisian hipoksia. 

Penulis: Citrawati Dyah Kencono Wungu 

Dosen Fakultas Kedokteran Unair 

Artikel Ilmiah Populer ini diambil dari artikel dengan judul: Exercise under hypoxia on glucose tolerance in type 2 diabetes mellitus risk individuals: A systematic review and meta‑analysis yang dimuat pada jurnal ilmiah Tzu Chi Medical Journal; 36 (2): 212‑222 tahun 2024.

Link artikel asli dapat dilihat pada: https://journals.lww.com/tcmj/fulltext/2024/36020/exercise_under_hypoxia_on_glucose_tolerance_in.13.aspx