Trauma kimia pada mata merupakan kegawatan yang memerlukan tatalaksana segera dan intensif agar resiko komplikasi dapat berkurang. Trauma kimia alkali lebih banyak menyebabkan prognosis yang buruk pada penglihatan karena sifatnya yang lipofilik dan saponifikasi asam lemak dari membran sel sehingga dapat menembus stroma mata lebih cepat, menyebabkan pembengkakan stroma yang berpengaruh pada ketebalan stroma kornea sehingga terjadi komplikasi kekeruhan kornea yang berakibat penurunan fungsi penglihatan. Metabolit Sel Punca Mesenkimal (SPM) limbus telah diidentifikasi sebagai sumber growth factors, mempunyai potensi signifikan untuk memperbaiki dan meregenerasi kerusakan jaringan sehingga diharapkan kerusakan struktur stroma kornea dapat membaik.
Beberapa penelitian sebelumnya, menunjukkan bahwa metabolit SPM berperan dalam perbaikan secara klinis pada trauma kimia alkali dengan menghambat sitokin proinflamasi dan infiltrasi sel-sel inflamasi. SPM secara khusus memiliki potensi besar sebagai terapi permukaan okuli. Efek parakrin dan imunomodulasi yang dimiliki memungkinkan SPM mengatur respon imun, berkomunikasi dengan sel host, dan menjadi sel residen yang berkontribusi terhadap proses healing dan berpotensi dalam regenerasi epitel kornea dan menurunkan neovaskularisasi kornea. Selain itu metabolit SPM juga memiliki efek sebagai anti apoptosis dan berperan pada penyembuhan luka. Beberapa penelitian telah melaporkan adanya growth factors dalam metabolit SPM yang berkontribusi pada regenerasi jaringan organ yang rusak, dengan efek antifibrotik dan angiogenik yang berkontribusi menyebabkan jaringan parut sehingga dapat mengembalikan ketebalan dan transparansi kornea.
Penelitian dilakukan di laboratorium Pusat Penelitian dan Pengembangan Sel Punca Universitas Airlangga Surabaya dan Pembacaan hasil Patologi Anatomi dilakukan di Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga Surabaya pada bulan Oktober 2021. Subjek penelitian sebanyak 21 bola mata kelinci New Zealand yang memenuhi kriteria inklusi.
Sebanyak 21 kelinci putih New Zealand (Oryctolagus cuniculus) dibagi secara random menjadi tiga kelompok. Grup N (kontrol normal) adalah kelompok tanpa paparan NaOH dan terapi. Grup K (NaOH + Balanced Saline Solution/BSS) adalah kelompok dengan paparan NaOH dan tetes mata BSS. Grup P (NaOH + Metabolit SPM limbus) adalah kelompok dengan paparan NaOH dan tetes mata metabolit SPM limbus. Tetes mata BSS dan metabolit SPM limbus diberikan setiap 8 jam selama 7 hari. Evaluasi histopatologi ketebalan stroma kornea diukur 7 hari setelah perlakuan.
Pada evaluasi rerata ketebalan stroma kornea pada 3 kelompok secara histopatologi yang diperiksa dengan perbesaran objektif 100x pada 5 lapangan pandang menunjukkan bahwa pada kelompok kontrol normal yang tidak diberikan perlakuan apapun didapatkan rerata ketebalan stroma 244,1 µm. Pada kelompok yang diberikan paparan NaOH dan tetes mata BSS didapatkan rerata ketebalan stroma adalah 571,6 µm, sedangkan pada kelompok yang diberikan paparan NaOH dan tetes mata metabolit SPM limbus didapatkan rerata ketebalan stroma adalah 398,3 µm. Berdasarkan uji statistik menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok normal, BSS, dan metabolit SPM limbus (p = 0,001). Perbandingan antara 2 kelompok terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok normal dan kelompok BSS (p = 0,012), antara kelompok normal dan kelompok metabolit SPM limbus (p = 0,009), dan antara kelompok BSS dengan kelompok metabolit SPM limbus (p = 0,018).
Ketebalan stroma kornea dikatakan lebih baik jika terjadi penurunan dari ketebalannya akibat berkurangnya pembengkakan stroma. Hasil akhir dari penyembuhan stroma yang tidak baik adalah terbentuknya sikatrik yang menyebabkan kekeruhan dan dapat mengubah kelengkungan refraktif dari kornea. Penelitian yang serupa menunjukkan bahwa ketebalan kornea sentral meningkat dua kali lipat segera setelah trauma dan kembali normal pada kelompok terapi SPM. Pada penelitian ini, pengukuran ketebalan stroma kornea terdapat perbedaan yang signifikan antara pasca terapi tetes mata metabolit SPM limbus dengan BSS. Terapi tetes mata metabolit SPM limbus dapat menurunkan ketebalan stroma kornea jika dibandingkan dengan kelompok yang hanya diberi tetes mata BSS. Hal ini serupa dengan penelitian lain yang mempunyai hasil pemberian SPM terbukti memiliki kemampuan meregenerasi jaringan stroma transparan, menekan inflamasi kornea dan mengurangi jaringan parut dengan memediasi infiltrasi neutrofil setelah luka.
Transparansi kornea tergantung pada diameter fibril yang kecil, kesejajaran paralel, dan jarak regular interfibrillar dari kolagen di stroma kornea. Gangguan struktur matriks stroma akibat trauma kornea merupakan penyebab utama kebutaan di seluruh dunia. Kemampuan SPM untuk merombak matriks ini menjadi jaringan yang teratur. Selama morfogenesis, kolagen kornea dan proteoglikan berkumpul sendiri menjadi ultrastruktur yang sangat terorganisir, menghasilkan jaringan transparan. Terapi sel punca dapat meregenerasi jaringan dengan cara yang serupa dengan organogenesis.
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa tetes mata metabolit SPM limbus dapat menurunkan ketebalan stroma kornea secara histopatologi pada hewan model trauma kimia basa hari ke-7.
Penulis: Dr. Evelyn Komaratih, dr., Sp.M (K), Dr. Wimbo Sasono, dr, Sp.M (K) Alamat korespondensi: Evelyn Komaratih, Wimbo Sasono, Departemen/Staf Medis Fungsional Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo Surabaya, Jln. Mayjen Prof. Dr. Moestopo No.6-8 Surabaya, 60131. Telp +623 5501609. Email: evelynkomaratih@gmail.com dan risetpublikasi@gmail.com