Universitas Airlangga Official Website

Pentingnya Pengetahuan Dasar Primata dan Peran Budaya dalam Konservasi Monyet Ekor Panjang

Pentingnya Pengetahuan Dasar Primata dan Peran Budaya dalam Konservasi Monyet Ekor Panjang
Primata Jenis Monyet Ekor Panjang (sumber: Kompas)

Macaca fascicularis, umumnya dikenal sebagai monyet ekor panjang atau monyet pemakan kepiting, merupakan spesies primata yang tersebar di wilayah Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Habitat dari spesies ini yaitu hutan hujan tropis, hutan bakau, dan bahkan daerah perkotaan. Mereka merupakan hewan yang aktif pada siang hari (diurnal) dan omnivora. Di habitat aslinya, monyet ekor panjang memiliki peran yang signifikan dalam penyemaian biji dari buah-buahan yang menjadi konsumsinya secara rutin, sehingga proses ini membantu dalam regenerasi keanekaragaman hayati.

Sejak Maret 2022, monyet ekor panjang masuk dalam kategori hewan yang “endangered” atau terancam punah karena bencana maupun ulah manusia, seperti illegal logging, perburuan, alih fungsi lahan untuk pemukiman maupun agrikultur, dan lain sebagainya. Konflik antara manusia dan monyet menjadi topik penelitian yang popular di seluruh dunia. Maka dari itu, banyak penelitian yang mengatakan bahwa hubungan antara manusia dan monyet kurang harmonis. Meskipun demikian, banyak kebudayaan di Indonesia yang berhubungan dengan monyet, seperti kesenian, local wisdom, dan folklor.

Salah satu bentuk kesenian di Indonesia yaitu topeng monyet. Hal tersebut mengakibatkan banyak orang familiar dengan primata jenis ini. Di Indonesia, topeng monyet masih menjadi hiburan rakyat yang eksis hingga sekarang, meskipun sudah jarang terlihat. Biasanya pertunjukan ini menampilkan perilaku monyet yang mirip manusia seperti mengendarai sepeda dan pergi ke pasar. Pemilihan monyet sebagai objek pertunjukan adalah karena kecerdasannya, ukuran tubuh yang kecil, dan banyak orang mengira bahwa populasinya yang masih banyak di luar sana. Realitanya, monyet pemeran hiburan ini mendapat perlakuan yang kurang mengenakkan oleh pemiliknya, seperti kandang sempit, pemberian pakan tidak sesuai dengan kebutuhan, leher yang terikat, bahkan tak jarang mendapat pukulan apabila monyet mencoba kabur. Fenomena ini disebabkan oleh kurangnya pendidikan konservasi dan sosialisasi aturan mengenai pelarangan eksploitasi hewan untuk hiburan.

Studi Primatologi

Topeng monyet ini menjadi salah satu kajian dalam studi primatologi. Primatologi merupakan studi ilmiah yang mempelajari primata dalam aspek biologi, perilaku, evolusi, dan konservasi. Primatologi tidak hanya meningkatkan pemahaman kita tentang evolusi manusia dan perilaku kompleksnya, tetapi juga memberikan informasi bagi upaya konservasi untuk melindungi spesies primata yang terancam punah dan ekosistemnya. Departemen Antropologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Airlangga menawarkan mata kuliah primatologi. Semua mahasiswa antropologi semester lima ke atas dapat mengikuti mata kuliah ini . Penawaran mata kuliah ini merupakan salah satu peran pendidikan formal dalam meningkatkan kesadaran konservasi primata, karena masih banyak masyarakat yang mengabaikan permasalahan ini. Harapan yang muncul adalah kesadaran konservasi ini akan muncul setelah adanya pendidikan, seperti meningkatnya pegiat konservasi Macaca nigra di Kawasan Tangkoko Raya, Sulawesi Utara.

Berdasarkan penelitian yang melibatkan 10 mahasiswa aktif Antropologi Universitas Airlangga, semua informan dapat mendefinisikan gambaran umum mengenai primata dan konservasinya, terutama monyet ekor panjang. Mereka familiar dengan monyet karena mereka sudah sering melihat secara langsung maupun melalui digital, meskipun belum pernah terjun langsung dalam upaya konservasi primata. terdapat juga informan yang tertarik akan studi dan konservasi primata. Sayangnya, banyak informan yang mengaku kurang tahu akan status konservasi “terancam punah” monyet ekor panjang. Namun, mereka menyatakan keturutprihatinan terhadap kondisi tersebut. Beberapa pun sadar akan berkurangnya populasi monyet ekor panjang di ruang-ruang perkotaan karena sudah jarang menjumpai monyet ekor panjang di lingkungannya, tidak seperti saat mereka masih anak-anak.

Selain topeng monyet, terdapat berbagai bentuk dan peran kebudayaan serta agama yang diperoleh dari para informan mengenai upaya pelestarian monyet ekor panjang, seperti tokoh Hanuman yang dihargai dalam cerita Ramayana di budaya Hindu dan Jawa. Pada kepercayaan Hindu Bali, terdapat ajaran “Tri Hita Karana” yang berarti memegang keharmonisan hubungan antara manusia, Tuhan, dan lingkungan sekitar. Ajaran tersebut menjadi dasar konservasi monyet ekor panjang di pura yang ada di Badung, Bali. Selain menjadi tempat untuk beribadah, beberapa pura di Bali dan Malang juga berfungsi sebagai habitat dan konservasi monyet ekor panjang. Para monyet hidup dan makan dari persembahan yang ada para pura. Selain itu, terdapat kepercayaan bahwa seseorang yang melihat monyet putih di pura, hidupnya akan beruntung. Di Bangkalan, terdapat pula kepercayaan bahwa monyet memiliki keterkaitan dengan hal gaib yang dapat menjaga anak dari gangguan jahat.

Berdasarkan penelitian tersebut, terdapat kesmpulan bahwa studi primata menjadi sangat penting untuk meningkatkan kesadaran dan empati terhadap primata. Primatologi juga mampu memberikan informasi mengenai peran ekologis dari primata dan mengaplikasikannya pada konsep edukasi konservasi yang berkelanjutan. Dengan menggunakan paradigma etnoprimatologi, kita juga dapat mengenal lebih jauh mengenai peran primata dalam kebudayaan Indonesia. Studi ini turut berkontribusi untuk mencapai Sustainable Development Goals, terutama SDG 4: Quality Education dan SDG 15: Life of Land.

Penulis: Azzah Kania Budianto, Sayf M. Alaydrus, Rizki Miftakhurahma, & Myrtati D. Artaria

Link: https://journal.unj.ac.id/unj/index.php/biosfer/article/view/35253/17133

Judul Asli: Student’s knowledgeonprimates:  Long-tailed  macaque  educonservation efforts through primatology course