Universitas Airlangga Official Website

Peran Konseling Apoteker Klinik Mata dalam Pengetahuan Pasien Terhadap Obat Mata

Ilustrasi mata (foto: dok istimewa)

Mata memegang peranan penting dalam kehidupan seseorang sehingga kesehatan mata harus dijaga karena kerusakan atau iritasi pada mata akan mengganggu aktivitas sehari-hari. Kesehatan mata dapat terganggu, mulai dari yang ringan hingga berat, yang mengakibatkan kebutaan dan menyebabkan keterbatasan dalam aktivitas sehari-hari dan kualitas hidup pasien. Namun, kebutaan dan gangguan penglihatan dapat dicegah jika diobati lebih awal dan segera. Untuk itu pemeriksaan kesehatan saat mata sakit, penegakkan diagnosa dan diikuti dengan pemberian obat tetes mata yang tepat akan mencegah kondisi sakit mata lebih parah. Saat pasien mendapatkan pengobatan di Klinik Mata misalnya, peran sistem kesehatan beralih ke apoteker yang memastikan obat sesuai indikasi dengan dosis optimal dan cara pakai yang benar serta waspada potensi efek samping obat. American Academy of Ophthalmology (AAO) menyarankan arahan topik konseling pada indikasi, cara pakai dan waspada potensi efek samping obat mata untuk mendapatkan efek terapeutik yang optimal. Peran apoteker disini adalah sebagai lini terakhir dari sistem kesehatan sebelum obat dikonsumsi oleh pasien. Dalam posisi di sistem kesehatan ini maka kemampuan dan pengalaman apoteker dalam melakukan konseling obat sangat memengaruhi pengetahuan pasien menggunakan obat. Namun yang tidak kalah penting juga dalam proses konseling adalah kepuasan pasien terhadap personal apoteker yang memberikan konseling. Ketrampilan komunikasi apoteker merupakan keterampilan teknis yang sangat penting yang dibutuhkan untuk proses pemberian obat, dan ini sangat penting untuk mendapatkan saran yang memuaskan yang mendorong pasien untuk menggunakan obat secara rasional.

Peran apoteker dalam konseling obat tetes mata sangat penting sehingga studi untuk mendapatkan hasil dari konseling apoteker yang bekerja di Klinik Mata terkait pengetahuan pasien tentang obat mata serta dan kepuasan pasien terhadap kinerja konseling perlu dilakukan. Studi seperti ini dibutuhkan sebagai umpan balik dalam peningkatan kinerja apoteker di Klinik Mata secara profesional dan berkesinambungan.

Penelitian cross-sectional dilakukan selama satu bulan dengan mewawancarai pasien dengan menggunakan kuesioner yang terdiri dari 15 pertanyaan untuk menilai pengetahuan pasien. pasien. Tingkat pengetahuan diklasifikasikan sebagai tinggi jika pasien mampu menjawab >10 pertanyaan dengan benar, sedang jika mampu menjawab 6-9 pertanyaan dengan benar, atau rendah jika hanya dapat menjawab <6 pertanyaan. Selain itu pasien juga diberi pertanyaan terkait terkait kualitas apoteker yang bekerja di Klinik Mata dalam proses konseling. Ada tiga pertanyaan yaitu: apakah apakah apoteker memberikan instruksi yang jelas dalam penggunaan obat tetes mata, apakah suara dan intonasi apoteker jelas, dan apakah apoteker sopan saat memberikan konseling. Untuk hal ini pasien diminta menilai apakah ketiga hal tersebut dalam kategori rendah, cukup, baik atau sangat baik. Penelitian ini melibatkan total 80 pasien. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa pasien dengan tingkat pengetahuan tinggi, sedang, atau rendah masing-masing diwakili oleh 33 (41,25%), 45 (56,25%), dan 2 (2,5%) pasien. Karakteristik demografi (jenis kelamin dan tingkat pendidikan) tidak memengaruhi pengetahuan pasien tentang pengobatan mata (p>0,05). Pengetahuan tentang potensi efek samping obat mata paling kurang dipahami. Perlu ada peningkatan kinerja konseling apoteker karena sebagian besar pasien memiliki pengetahuan sedang hingga rendah tentang pengobatan mata. Namun, hasil memuaskan didapatkan dari penilaian pasien terhadap cara apoteker menyampaikan materi saat proses konseling dimana ketiga faktor yang diukur menunjukkan pasien menilai baik dan sangat baik.

Oleh: Rozalina Loebis

Link:

https://pharmacyeducation.fip.org/pharmacyeducation/article/view/2818