Universitas Airlangga Official Website

Perbandingan Model Tikus Photoaging UVA vs UVB

Ilustrasi tikus (Sumber: Puskesmas Kuta Selatan)
Ilustrasi tikus (Sumber: Puskesmas Kuta Selatan)

Photoaging merupakan suatu proses penuaan kulit berupa kerusakan akibat cahaya (photodamage) yang disebabkan oleh paparan sinar matahari. Penuaan kulit merupakan proses biologis kompleks yang tidak dapat dihindari dan mempengaruhi penampilan kulit akibat menurunnya kemampuan mengembalikan fungsi normal kulit. Pada dasarnya ada dua proses penuaan kulit, yaitu penuaan intrinsik dan penuaan ekstrinsik. Penuaan intrinsik merupakan proses penuaan kulit alami yang terjadi seiring bertambahnya usia dan berlangsung perlahan. Penuaan ekstrinsik dipicu oleh paparan sinar matahari yang mengandung sinar ultraviolet. Sekitar 80% penuaan kulit wajah berhubungan dengan paparan sinar matahari.

Sinar matahari memancarkan sinar ultraviolet (UV), yang dibedakan menjadi tiga jenis: ultraviolet A (UVA) dengan panjang gelombang 320-400 nm, ultraviolet B (UVB) dengan panjang gelombang 280-320 nm, dan ultraviolet C (UVC) dengan panjang gelombang 100-280 nm. UVA, ditandai dengan gelombang panjangnya, merupakan 95% sinar UV yang mencapai permukaan bumi. Sehingga memungkinkannya menembus jauh ke dalam dermis dan lapisan subkutan. UVA dapat menginduksi produksi spesies oksigen reaktif (ROS) yang menyebabkan photoaging. UVB memiliki gelombang pendek dan hanya sekitar 5-10% yang dapat mencapai permukaan dan dapat diserap oleh epidermis dan sebagian dermis.

Radiasi UVB dapat menyebabkan kemerahan pada kulit, photoaging, kerusakan DNA dan imunosupresi. Berdasarkan uraian di atas, walaupun sudah banyak penelitian yang menjelaskan dampak paparan sinar UV, namun belum ada yang membandingkan pembuatan model photoaging dari hewan percobaan dalam paparan jangka pendek. Sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut.

Penelitian yang kami lakukan mengidentifikasi dan membandingkan model tikus photoaging yang terpapar UVA dan UVB dalam paparan jangka pendek. Penelitian ini menggunakan tiga puluh ekor tikus jantan strain Wistar berumur 10-12 minggu dengan berat badan 150-250 gram yang dibagi secara acak menjadi 3 kelompok perlakuan. Masing-masing kelompok berjumlah 9 ekor tikus, yaitu Kelompok Kontrol/Normal (tikus tanpa penyinaran UVA dan UVB), kelompok UVA (tikus dipapar UVA) dan kelompok UVB (tikus dipapar UVB). Permukaan punggung kulit tikus dicukur dan tidak berbulu selama masa penelitian. Pajanan dilakukan menggunakan lampu UVA Nomoy Pet 25W dengan panjang gelombang 320-400 nm dan lampu UVB Philips TL 20W/12 RS SLV/25 dengan panjang gelombang 290-320 nm dengan frekuensi tiga kali seminggu selama empat minggu dan total radiasi 840 mJ/cm2.

Kulit punggung tikus dievaluasi pembentukan kerutan. Tikus dikorbankan menggunakan dislokasi leher dan jaringan kulit dikumpulkan untuk analisis histologis, yaitu pengamatan histologis struktur kulit, ketebalan epidermis dan dermis, serta kepadatan serat kolagen. Semua sampel didokumentasikan dan diukur melalui perangkat lunak ImageJ 1.53e. Hasil statistik analisis varians satu arah (ANOVA) dan uji post hoc Tukey digunakan untuk menganalisis perbedaan antar kelompok dengan tingkat signifikansi p <0,05.

Secara makroskopis, pajanan sinar UVB menunjukkan derajat kerutan pada permukaan kulit lebih parah dibandingkan sinar UVA. Hasil ini menunjukkan bahwa sinar UVB mempunyai energi yang lebih tinggi sehingga sinar UVB dapat menyebabkan kerutan lebih dini. Sedangkan, pajanan sinar UVA memerlukan durasi paparan yang lebih lama dan dosis radiasi yang jauh lebih besar (10-100X) untuk mengakibatkan kerusakan yang lebih parah.

Analisis ketebalan epidermis menunjukkan bahwa pajanan sinar UVB dapat menyebabkan penebalan lapisan epidermis kulit lebih cepat dibandingkan pajanan sinar UVA. Hal ini menunjukkan bahwa pajanan sinar UVB memiliki jumlah radiasi yang lebih tinggi pada epidermis dan sebagian dermis dan memiliki potensi karsinogenik yang lebih besar. Sehingga menyebabkan kerusakan dini pada kulit yang terkena sinar tersebut.

Pada analisis ketebalan dermis menunjukkan bahwa pajanan sinar UVB dapat mencapai lapisan dermis dan dapat menyebabkan kerusakan lapisan dermis lebih cepat dibandingkan sinar UVA. Hasil ini sesuai dengan penelitian lain yang menunjukkan bahwa pajanan UVB akut dosis rendah dapat menembus lapisan dermis dan hanya memerlukan dosis 30-50% dari total dosis UV yang dibutuhkan untuk menimbulkan kerusakan.

Analisis kepadatan kolagen menunjukkan bahwa pajanan sinar UVB lebih mempengaruhi keteraturan kolagen dibandingkan sinar UVA pada lapisan dermis. Hasil ini menunjukkan bahwa pajanan sinar UVB dapat menembus hingga lapisan dermis dan dapat menyebabkan degradasi kolagen.

Pajanan radiasi UV dalam jangka waktu empat minggu dan dosis radiasi yang sama yaitu 840 mJ/cm2, dapat menghasilkan panjang gelombang UV yang beragam dan menimbulkan efek yang berbeda-beda pada kulit tikus. Dibandingkan dengan pajanan sinar UVA, kulit tikus menunjukkan kerusakan lebih awal bila terkena sinar UVB dalam jangka waktu singkat. Akibatnya, pajanan sinar UVB dapat menjadi salah satu metode untuk mengembangkan model photoaging selama pajanan jangka pendek (fase akut, subakut, dan subkronis).

Penulis: Dr. Arifa Mustika, dr., M.Si.

Link Jurnal : https://www.ejmanager.com/mnstemps/10/10-1710764206.pdf?t=1712428082

DOI : 10.5455/medarh.2024.78.88-91

Baca juga: Madu Hutan dapat Meningkatkan Kesuburan Tikus Betina