Memilih pola berpakaian adalah keputusan individu yang dibentuk oleh banyak faktor yang terkait dengan identitas dan rasa memiliki seseorang. Berdasarkan pengalaman hidup mereka, studi ini mendokumentasikan perspektif migran pulang perempuan tentang hijab dalam konteks Eropa. Wawancara mendalam dilakukan dengan para perempuan yang saat ini tinggal di negara asal yaitu Pakistan. Perempuan yang mengenakan jilbab menghadapi banyak batasan dalam urusan kehidupan sehari-hari mereka. Di beberapa negara, ada aturan formal yang membatasi penutup kepala dan wajah di ruang publik. Perempuan mengalami diskriminasi dalam kesempatan kerja karena hijab sebagai ciri dominan identitas Muslim mereka. Penolakan jilbab semakin meningkat di kalangan penduduk asli di negara-negara Eropa, yang menganggap bahwa mengenakan jilbab di ruang publik mengarahkan masyarakat mereka ke arah pandangan konservatif. Studi ini menyimpulkan bahwa hijab merupakan salah satu faktor dominan yang membentuk keputusan perempuan muslimah yang berada di Eropa untuk kembali ke negara asalnya
Penelitian ini mengkaji perspektif pulang migran perempuan tentang hijab dalam konteks Eropa. Studi tersebut mengandalkan pengalaman mereka mengenakan jilbab yang membentuk keputusan mereka untuk kembali ke Pakistan bersama keluarga mereka. Studi ini menemukan bahwa perempuan didiskriminasi karena mengadopsi pakaian yang menggambarkan identitas agama mereka. Mereka dilarang mengenakan jilbab di tempat umum termasuk sekolah dan tempat kerja. Di beberapa negara, ada aturan tertulis yang melarang penutup kepala dan wajah di ruang publik. Para migran perempuan menghadapi diskriminasi dalam pekerjaan karena pakaian keagamaan mereka. Demikian pula, banyak dari mereka berhenti bekerja karena larangan mengenakan jilbab. Ditemukan bahwa penolakan terhadap jilbab terutama terkait dengan meningkatnya Islamofobia, di mana ciri-ciri kepribadian dan pilihan individu dianggap sebagai penentu penyebaran kecenderungan teroris. Jilbab ditemukan menjadi faktor penting yang membentuk keputusan wanita Pakistan untuk kembali ke negara asalnya. Mereka merasa sulit tinggal di negara-negara Eropa karena mengalami perilaku tidak senonoh berdasarkan kebencian, prasangka, dan bias.
Penulis: Dr. Muhammad Saud, BS., MS. Soc
Jurnal: https://e-journal.unair.ac.id/MKP/article/view/44387