Universitas Airlangga Official Website

Perilaku Extra-Role Kepala Divisi Lapas: Studi Empiris Lembaga Pemasyarakatan di Nusakambangan, Indonesia

Kasus terorisme terjadi di seluruh dunia sehingga menimbulkan ancaman terhadap keamanan negara. Dalam indeks terorisme global (GTI), Indonesia berada di peringkat keempat Asia-Pasifik pada tahun 2020, di belakang Filipina, Thailand, dan Myanmar. Menurut badan teroris nasional Indonesia, negara ini termasuk dalam kelompok negara dengan dampak terorisme yang ringan namun memiliki bahaya yang tinggi sehingga memerlukan peningkatan keamanan. Situasi keamanan di Lapas teroris berbeda dengan Lapas pada umumnya, karena dibangun dengan menerapkan super security maksimal dengan standar operasional prosedur yang ketat. Struktur bangunan, yang dikelilingi oleh dinding berlapis-lapis dan alat pengacau sinyal, menambah keamanan karena tidak memungkinkan siapa pun untuk berkomunikasi. Selain itu, Lembaga Pemasyarakatan di Indonesia mengalami kepadatan yang berlebihan dalam beberapa tahun terakhir. Disisi lain, sedikitnya jumlah personel di Lembaga Pemasyarakatan di Indonesia yang tidak sebanding dengan jumlah narapidana menyebabkan para personel harus menghadapi berbagai tantangan dan dituntut untuk bekerja dengan baik demi efektivitas lembaganya secara keseluruhan.

Lembaga Pemasyarakatan memerlukan sumber daya manusia yang handal dan terampil dalam mengelola kegiatan keamanan dan stabilitas lainnya. Oleh karena itu, sumber daya manusia harus digunakan secara strategis karena dapat memberikan kemudahan dan keberhasilan dalam mencapai tujuan organisasi. Alhasil, pemilihan manajer menengah pun dilakukan secara ketat. Mereka biasanya adalah manajer menengah yang sebelumnya pernah bekerja di beberapa lembaga pemasyarakatan yang berbeda. Hal ini berguna untuk memaksimalkan kinerja efektif di lingkungan Lembaga Pemasyarakatan agar tetap ramah, aman, dan mampu melemahkan jaringan teroris. Kehadiran manajer menengah diperlukan untuk menunjukkan sikap konstruktif dengan mengambil peran yang lebih signifikan dan memberikan kontribusi penuh terhadap keamanan, pengawasan, dan bimbingan.

Organizational Citizenship Behavior (OCB) didefinisikan sebagai serangkaian perilaku konstruktif dan sukarela pada individu yang tidak secara eksplisit ditentukan oleh deskripsi pekerjaan dan tidak termasuk dalam sistem penghargaan formal tetapi dapat mendorong berfungsinya organisasi secara efektif. Sikap diskresi dalam perilaku keanggotaan organisasi berarti tindakan tersebut bukan merupakan persyaratan yang dinyatakan dalam uraian tugas organisasi. Kesediaan untuk bekerja melebihi tugas pokoknya diyakini akan mendukung efektifitas berfungsinya organisasi. Kinerja organisasi secara umum dipengaruhi oleh kinerja personel yang ada, yang dalam penelitian ini diwujudkan dalam bentuk Organizational Citizenship Behavior. Oleh karena itu, perhatian kepada pengurus madya Lembaga Pemasyarakatan dari organisasi menjadi penting untuk memaksimalkan kerja individu.

Penciptaan perilaku Organizational Citizenship bagi para pengurus madya di lembaga pemasyarakatan harus dilakukan dengan cara yang kondusif dan tetap mengedepankan prosedur reintegrasi sosial, meskipun kelebihan kapasitas dan hambatan. Manajer menengah dengan persepsi yang tepat mengenai dukungan organisasi dan Psychological Capital akan secara aktif dan antusias berupaya mengatur ulang kehidupan kerja mereka, memastikan mereka tidak akan pernah menyerah ketika menghadapi kesulitan.

Berdasarkan analisis yang dilakukan, pertama, persepsi dukungan organisasi berpengaruh signifikan terhadap Organizational Citizenship Behavior dan Psychological Capital. Hal ini menunjukkan bahwa para manajer menengah di lembaga pemasyarakatan merasakan dukungan organisasi yang membuat mereka bersedia mengambil peran ekstra dan menciptakan suasana kerja yang nyaman yang ditandai dengan percaya diri, optimis, dan berusaha sebaik mungkin untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Kemudian manajer menengah yang berada dalam keadaan positif memiliki Psychological Capital mempunyai motivasi untuk mencapai kesuksesan dan memunculkan upaya kerja yang optimal seperti menampilkan perilaku kewargaan organisasi. Selain itu, Psychological Capital ditemukan secara signifikan memediasi persepsi dukungan organisasi terhadap Organizational Citizenship Behavior. Hal ini menegaskan pola bahwa ketika manajer menengah merasakan dukungan organisasi, kepercayaan diri dan perasaan optimisme mereka meningkat dan perilaku diskresi untuk meningkatkan fungsi organisasi pada akhirnya akan terpupuk. Penting untuk membuat organisasi menjadi lebih efektif dan mengatasi tantangan di lembaga pemasyarakatan.

Penulis: Anis Eliyana

Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di :

https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/23311975.2023.2258615

(Organizational citizenship behavior among prison managers: An empirical study in Indonesian Nusakambangan correctional institutions)