Seiring dengan perkembangan zaman, eksistensi industri film Hollywood semakin berkembang pesat. Penyebaran produksi filmnya pun telah menyebar luas di seluruh belahan dunia. Istilah Hollywood sendiri adalah semua film yang diproduksi oleh Amerika Serikat dengan anggaran dana yang besar. Dengan demikian, tidak heran jika hingga saat ini, terhitung banyak sekali film Hollywood memiliki kesuksesan besar dan beberapa dari mereka menerima banyak nominasi serta penghargaan dari acara bergengsi. Sebagai tulang punggung terbesar industri perfilman dunia, para pembuat film (filmmakers) sering kali menuangkan gambaran mereka pada motion-in-picture secara kreatif. Setiap tahunnya, para pembuat film akan memberikan inovasi baru dalam produksi film-film Hollywood.
Dalam perkembangannya, industri film Hollywood tidak asing dengan istilah independent film/filmmakers. Independent film adalah sebuah film yang diproduksi di luar major film studio. Dalam proses produksinya, independent filmmakers memiliki dua tujuan, yaitu menyesuaikan dengan ideologi studio-studio besar dan memberikan aspek naratif yang sesuai dengan film-film popular. Independent film memiliki karakteristiknya sendiri, mulai dari isi film, sinematografi, dan aspek lainnya. Independent film sering juga disebut sebagai indie film yang kebanyakan, diproduksi dengan anggaran dana yang lebih rendah dibanding dengan produksi film yang bekerja sama dengan major studio films.
Salah satu contoh independent film yang signifikan adalah Birdman: The Unexpected Virtue of Ignorance (2014) karya Alejandro González Iñárritu. Birdman menceritakan tentang Riggan (Michael Keaton), seorang bintang film ternama yang karirnya semakin memudar, berusaha menyelamatkan karirnya dengan menulis, menyutradarai, dan menjadi salah satu aktor dalam produksi film Broadway atau teater. Selain Riggan, terdapat dua karakter penting lain yaitu Mike (Edward Norton) dan Tabitha (Lindsay Duncan). Film ini menggunakan teknik yang membuat penonton dapat merasakan langsung atmosfer theatrical yang dialami oleh para aktornya. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Alexei Wahyudiputra dan Edi Dwi Riyanto meneliti film Birdman dan berfokus pada habitus ketiga karakter penting tersebut. Penelitian tersebut menggunakan metode kualitatif yang dilakukan dengan membagi data dalam dua kategori, yaitu data primer dan data sekunder. Tujuan dari penelitian tersebut adalah untuk menganalisis karakter-karakter serta karakterisasinya sehingga mendapatkan pemahaman yang sesuai dengan lapangan kerja mereka (Broadway). Hasil dari penelitian ini adalah posisi asimetris antara Broadway dan sinema mengarah pada pengerahan kekerasan.
Menurut Bourdieu yang dikutip oleh Wahyudiputra dan Riyanto (2022), pengertian habitus adalah stimulus sosiologis yang mengindikasikan subjek apapun sebagai makhluk sosial yang berpikir secara logis dan rasional. Dalam Birdman (2014), Riggan Thomson berusaha mengembalikan gemerlap karirnya dengan memulai karir sebagai penulis, sutradara, dan aktor Broadway. Habitus Riggan terperangkap dalam liminalitas karena dia tidak menahan pemikiran logika lamanya maupun beradaptasi dengan lingkungan barunya. Seiring berjalannya film, Riggan sering dikendalikan oleh “suara” yang menyarankannya untuk tetap berperan sebagai peran lamanya. Namun, dapat diambil kesimpulan bahwa habitus Riggan menolak adanya adaptasi dengan lingkungan baru.
Karakter berikutnya adalah Mike, yang secara tiba-tiba dipekerjakan oleh Riggan untuk menggantikan Ralph. Karakter Mike dalam Birdman digambarkan dengan sedikit latar belakang, namun dari cara orang-orang dapat mengetahui dia dengan cepat, mengindikasikan bahwa Mike merupakan aktor yang terkenal. Habitus Mike dipercaya merupakan hasil manifestasi karena Mike telah melakukan pekerjaannya dengan sangat baik, hingga mendapat pujian dari Riggan. Beruntungnya, habitus yang dimiliki Mike ini memberikan Mike untuk dapat berpikir secara rasional. Salah satu contohnya yaitu ketika Mike beranggapan bahwa tidak seharusnya seorang aktor teater mengaitkan dirinya kepada apa yang sebenarnya terjadi di norma masyarakat. Secara logis, habitus Mike mampu memisahkan Mike antara dunia teater dan dunia nyata.
Karakter terakhir adalah Tabitha, seorang kritikus teater yang memiliki peran penting dalam dunia teater, dimana kritiknya merupakan penentu kualitas sebuah teater. Sebagai karakter yang berperan penting, Tabitha menggunakan kekerasan dalam wewenang yang dimilikinya. Tabitha mengatakan secara langsung kepada Riggan bahwa dia hanya memerankan karakter yang egois dan manja, serta menyebut Riggan adalah seorang selebriti, bukan seorang aktor. Hal ini membuktikan bahwa Tabitha menilai tidak berdasarkan gelar atau label yang dimiliki Riggan.
Dalam penelitian ini, Wahyudiputra dan Riyanto juga menjelaskan mengenai trajectories, salah satu teori yang diciptakan oleh Pierre Bourdieu. Teori ini menjelaskan mengenai bagaimana cara seorang agen dapat mencapai posisi tertentu berdasarkan legitimasi yang dia cari. Berdasarkan Birdman, dapat diketahui bahwa latar belakang Riggan hanyalah seorang aktor sinema, bukan seorang aktor teater atau Broadway. Namun, siapa yang menyangka bahwa masuknya Riggan di dunia teater dapat memberikan inovasi baru terhadap dunia teater dengan mengkonversi ilmu Hollywood yang dimilikinya dengan sentuhan gaya teater, sehingga Riggan berhasil menciptakan legitimasi dalam dunia teater.
Kesimpulan yang dapat diambil adalah industri film Hollywood selalu memiliki caranya sendiri untuk dapat menuangkan imajinasi para pembuat filmnya. Pada kasus Alejandro González Iñárritu, dia menuangkan imajinasinya dalam Birdman sebagai salah satu contoh bahwa latar belakang seseorang tidak selalu menjadi penentu posisi atau lapangan mereka bekerja. Birdman juga memberikan gambaran dua karakter pentingnya, Riggan dan Mike, sesuai dengan peran legendaris yang pernah mereka mainkan. Sebagai film dengan genre black comedy-drama, Birdman memberikan kesan satir dimana masyarakat memandang Broadway dan menggunakannya sebagai sarana meraih kesuksesan.
Penulis: Alexei Wahyudiputra, Edi Dwi Riyanto
Link Jurnal: Wahyudiputra, A., & Riyanto, E. D. (2022). The Tumultuous Game of Legitimacy: Capital
Contestation between Riggan, Mike, and Tabitha in Birdman (2014). Anaphora: Journal of Language, Literary, and Cultural Studies, 5(1), 1-12. https://doi.org/10.30996/anaphora.v5i1.6415