Universitas Airlangga Official Website

Potensi Tanpa Batas Kandungan Kunyit, Kedelai dan Sage Merah

Foto by Sehat AQUA

Selama bertahun-tahun, pengobatan alternatif dan komplementer telah menarik banyak perhatian di seluruh dunia. Pengobatan alternatif dan komplementer diyakini memiliki potensi farmakologis yang prospektif terhadap berbagai kondisi penyakit seperti infeksi mikroba, gangguan metabolisme, kanker, dan penyakit degeneratif. Potensi terapeutik dari berbagai pengobatan alternatif dan komplementer telah diselidiki secara ekstensif selama beberapa dekade terakhir. Namun sampai saat ini terdapat keterbatasan pengetahuan mengenai mekanisme molekuler dari pengobatan alternatif dan komplementer. Pemahaman mengenai mekanisme pengobatan alternatif dan komplementer dibandingkan dengan obat sintetik diyakini menjadi rintangan berat bagi penggunaan pengobatan alternatif dan komplementer untuk digunakan secara masif di masyarakat.

Dalam rangka mengembangkan saintifikasi untuk mendukung bukti empiris dari pengobatan alternatif dan komplementer, perlu dilakukan suatu kajian ilmiah yang intensif. Kajian ilmiah mengenai mekanisme molekular pengobatan alternatif dan komplementer dikompilasi dengan baik pada ulasan yang dipublikasikan oleh Khan et al tahun 2023. Penelitian Khan berfokus pada beberapa senyawa dari tanaman kunyit, kedelai dan sage merah. Senyawa aktif yang menjadi perhatian dari kunyit adalah kurkumin. Sedangkan untuk kedelai adalah genistein dan untuk sage merah adalah tanshinone-IIA. Kajian ini mengumpulkan bukti-bukti ilmiah penggunaan senyawa aktif dari kunyit, kedelai dan sage merah yang telah diselidiki dengan menggunakan pendekatan interfensi berbasis protemik secara in vivo maupun in vitro. Senyawa aktif dari kunyit misalnya, memiliki fungsi pleiotropik yang berarti 1 komponen senyawa aktif di dalam kunyit mampu menghasilkan lebih dari 1 efek farmakologi. Kurkumin terbukti memiliki berbagai fungsi biologis yang menarik untuk dikembangkan, antara lain sifat antioksidan, antiinflamasi, antimikroba, antivirus, antineoplastik, antimutagenik, anti-genotoksik dan antikanker. Efek antikanker nya pun telah dieksplorasi pada berbagai tipe kanker seperti kanker kolorektal, kanker melanoma, hingga kanker paru, lambung dan payudara. Selain itu terdapat efek farmakologis dari senyawa aktif kunyit pada penyakit neurodegeneratif seperti alzheimer. Aktifitas biologis dari senyawa aktif dari kedelai juga tidak kalah luar biasa. Ginestein menunjukkan berbagai fungsi vital termasuk aktivitas antioksidan, antiinflamasi, dan antimikroba. Selain itu berbagai penelitian juga menunjukkan bahwa komponen di dalam kedelai memiliki efek pro-apoptosis, anti-proliferatif, dan anti-angiogenik, sehingga diduga memiliki kemampuan kemo-preventif dan kemo-terapetik. Sementara itu, senyawa aktif dari sage merah seperti tanshinone-IIA, memiliki efek antioksidan, anti-aktivitas angiogenik, antiinflamasi, dan antikanker. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa komponen senyawa aktif di dalam sage merah secara signifikan dapat menghambat proliferasi dari beberapa jenis sel tumor, menghambat siklus sel, dan menginduksi apoptosis dan kematian autofagik. Penelitian terhadap efek farmakologi dari kandungan sage merah juga membuktikan potensinya sebagai agen neuroprotektif untuk mengatasi penyakit neurodegeneratif seperti alzheimer, parkinson dan multiple sclerosis, selain juga terbukti memperbaiki kondisi penyakit fibrosis hati, gagal jantung, dan nefropati pada pengujian praklinik.

Secara luas, menarik untuk menilik lebih jauh tanaman-tanaman yang dapat menemukan potensi intervensi farmakologis yang dapat diperoleh. Beberapa senyawa aktif tanaman obat yang memiliki potensi selain kunyit, kedelai dan sage merah meliputi allicin yang berasal dari bawang putih, eugenol yang berasal dari tanaman cengkeh, capsaicin dari tanaman bermarga capsicum seperti cabai, apigenin dari tanaman seledri, sorgum, peterseli, dan oregano, hingga senyawa aktif lycopene yang banyak terkandung dalam buah maupun sayuran yang memiliki warna kemerahan seperti tomat, anggur, pepaya. Berbagai hal mendukung berlangsungnya riset pada bidang ini termasuk pada faktor kemudahan ketersediaan tanaman obat terutama di negara tropis di Indonesia sehingga berdampak pada aspek penurunan pembiayaan pengobatan. Penggunaan tanaman obat juga dikenal memiliki masalah toksisitas yang lebih rendah dibandingkan obat sintetik. Tanaman obat memiliki efek biologi yang khas dan keragaman komponen senyawa aktif didalamnya memungkinkan untuk dapat memberikan efek farmakologis pada berbagai penyakit. Khususnya pada penyakit kanker, beberapa studi klinis bahkan telah menunjukkan korelasi yang kuat antara penggunaan tanaman obat dengan adanya penurunan risiko perkembangan dan kekambuhan kanker. Di sisi lain, memahami efek dari senyawa tunggal yang dikandung oleh tanaman obat juga akan membuka peluang pengembangan obat modern yang berbasis target terapi, bekerja melalui interaksi molekuler yang pasti dan bisa diprediksi, serta memungkinkan modifikasi struktur yang mendorong efikasi yang lebih baik melalui afinitas dan aktifitas yang lebih tinggi pada tingkat reseptor. Jika dipikirkan kembali, hal di atas tentu membuktikan potensi yang teramat luas dari hanya satu tanaman obat saja. Sumber daya alam tanaman obat telah melimpah, ilmu pengetahuan dan teknologi telah begitu berkembang, tinggal apakah kita mampu memanfaatkannya untuk kepentingan kesehatan masyarakat yang lebih luas.

Ditulis oleh Chrismawan Ardianto, PhD., Apt

Berdasarkan publikasi kami pada Khan et al, 2023, Cancers Volume 15, Issue 1, 249