Universitas Airlangga Official Website

Kisah Umar Syaroni, Tunadaksa Peraih Beasiswa LPDP Australia

Profil Umar Syaroni, alumnus program studi Magister Media dan Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), Universitas Airlangga (UNAIR), penerima beasiswa LPDP Australia (Foto: Dok. Narasumber)
Profil Umar Syaroni, alumnus program studi Magister Media dan Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), Universitas Airlangga (UNAIR), penerima beasiswa LPDP Australia (Foto: Dok. Narasumber)

UNAIR NEWS – Tidak ada batasan untuk bermimpi. Itulah falsafah hidup yang selalu Umar Syaroni tanamkan. Ia percaya, semakin banyak bermimpi, maka semakin banyak pula yang dapat dicapai. Sebaliknya, jika ia memilih untuk takut bermimpi, mungkin ia tidak akan menjadi seperti sekarang.

Terlahir sebagai penyandang tunadaksa tidak membuat lelaki yang akrab disapa Umar itu menyerah. Cibiran dan makian bertubi-tubi menghujani dirinya. Tidak sedikit orang yang meremehkan dan menganggap dirinya tidak dapat berbuat apa-apa. Namun, hal itu tidak membuatnya ciut. Melalui, semangat dan tekad kuatnya, Umar ingin menunjukkan kepada dunia bahwa ia layak untuk mewujudkan semua mimpinya.

Umar adalah alumnus program studi Magister Media dan Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), Universitas Airlangga (UNAIR). Bukan hanya sekadar lulus, ia juga berhasil menjadi lulusan tercepat dan menorehkan banyak prestasi yang membanggakan. Saat ini ia tengah menempuh pendidikan doktor di University of Sydney, Australia, melalui Beasiswa Afirmasi Disabilitas Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP).

Selama berkuliah di UNAIR, Umar telah mencatatkan banyak prestasi membanggakan. Ia sering mendapat kepercayaan untuk menjadi moderator pada beberapa webinar bilingual yang diselenggarakan oleh Departemen Ilmu Komunikasi, UNAIR. Lalu, ia juga berkesempatan untuk mengikuti kelas internasional AMERTA untuk mata kuliah intercultural business communication dan tergabung dalam proyek penelitian dosen.

“Sebagai lulusan tercepat, saya juga diberi kesempatan untuk mempresentasikan tesis saya dalam Graduate Communication Forum bersama the University of Santo Tomas, Filipina,” ucap pemuda asal Surabaya itu. 

Tak berhenti di situ, fokus Umar terhadap inklusivitas penyandang disabilitas membuatnya berhasil menyisihkan 6.553 peserta dan lolos seleksi dalam program United People Global (UPG) Sustainability Leadership 2022. Ia berhasil menjadi perwakilan Indonesia bersama 500 peserta lainnya dari 120 negara.

Program itu merupakan inisiasi United People Global, sebuah organisasi non profit berbasis di Jenewa, Swiss, yang berfokus pada isu Sustainable Development Goals (SDGs). Setelah menjalani serangkaian kegiatan dan kelas daring selama empat bulan dari Maret sampai Juni, ia berhasil lulus sebagai Certified Sustainability Leader.

“Terhitung ada 50 lebih webinar yang mempercayai saya untuk menjadi pembicara. Topiknya sesuai kompetensi saya, yaitu public speaking, komunikasi organisasi, dan isu disabilitas,” katanya.

Kecintaan Umar terhadap isu difabel membuatnya bergabung dengan organisasi bernama Rumah Disabilitas Pusat. Organisasi tersebut berfokus terhadap advokasi inklusi difabel. Bersama organisasi tersebut, ia aktif menyebarkan semangat Indonesia inklusif melalui berbagai kegiatan sosial.

Dalam hal ini, ia mendapat kepercayaan menjadi Ketua Departemen Pendidikan. Bersama departemen pendidikan, ia dan rekan-rekannya bersama-sama mengedukasi masyarakat melalui konten digital dan mengadakan berbagai webinar pendidikan untuk kaum disabilitas.

“Sebagai penerima Beasiswa Afirmasi Disabilitas LPDP, saya berharap para penyandang disabilitas terinspirasi untuk melanjutkan studi S2 maupun S3 dengan Beasiswa LPDP dan turut mengambil peran dalam mewujudkan Indonesia inklusif,” ujar Umar. 

“Saya dan tim Departemen Pendidikan Rumah Disabilitas Pusat berupaya mengenalkan skema beasiswa ini pada penyandang disabilitas agar makin banyak yang melanjutkan studi. Hingga saat ini, tak kurang dari sepuluh disabilitas yang pernah ikut program kami bisa menjadi penerima Beasiswa Afirmasi Disabilitas LPDP,” sambungnya.

Umar mengakui dirinya banyak mengalami pengalaman buruk pada masa lalu. Dengan kondisi fisiknya, ia kerap dihina dan diremehkan. Bahkan, ia telat masuk Sekolah Dasar (SD) karena ditolak oleh beberapa sekolah. Bukan hanya itu, ketika hendak berkuliah pun banyak orang yang melarangnya karena mereka menganggap Umar tidak akan dapat menjadi apa-apa. Pengalaman buruk tersebutlah yang memotivasi ia hingga bisa berada di titik ini. Dengan gigih, Umar dapat mewujudkan mimpi-mimpinya dan membungkam semua orang yang pernah menghina ia. 

“Orang tua saya adalah pahlawan bagi saya hingga bisa menjadi seperti sekarang. Tanpa penerimaan mereka sejak saya bayi, mustahil saya bisa berada di titik ini. Begitu pula keluarga lainnya dan sahabat yang terus mendukung setiap langkah saya. Mereka yang selalu ada, termasuk di titik terendah saya. Tanpa dukungan mereka semua, tidak ada pencapaian positif yang saya raih,” ungkapnya.

Umar Syaroni saat memberikan materi di Rumah Disabilitas Pusat (Foto: Istimewa)
Umar Syaroni saat memberikan materi di Rumah Disabilitas Pusat (Foto: Istimewa)

Umar merasa sangat bersyukur karena dirinya bisa menempuh studi sampai S3 dengan gratis melalui beasiswa LPDP. Terlahir dari keluarga sederhana membuatnya tidak pernah menyangka bisa mengenyam pendidikan sampai di Negeri Kanguru. Semua jerih payah dan pengorbanannya itu kini berbuah manis.

“Tahun 2022 jadi tahun tersibuk dan bersejarah. Persiapan studi S3 yang jauh lebih kompleks karena saat itu belum lulus S2, namun nekat mendaftar. Apalagi harus mencari supervisor yang sesuai dengan topik penelitian. Perjalanan panjang dengan mengirim email pada 30 lebih universitas mulai Juni, hingga akhirnya awal Juli diterima oleh Prof Gerard Goggin dan Prof Jen Smith-Merry. September lolos seleksi the University of Sydney dan November jadi kado ulang tahun terindah dengan lolos Beasiswa LPDP untuk kedua kalinya,” tuturnya. 

Umar mengungkapkan bahwa dirinya memiliki mimpi untuk menjadi seorang guru besar suatu saat nanti. Ia ingin membuktikan bahwa penyandang disabilitas memiliki kesempatan yang sama. Ia percaya seorang dosen tidak hanya memiliki tugas mengajar dan meneliti, tetapi juga menanamkan nilai untuk menghargai dan menoleransi perbedaan.

“Jika mereka memiliki dosen disabilitas, maka mereka akan menyadari bahwa Indonesia itu beragam, termasuk pada jenis disabilitas. Jadi, mereka mereka akan memiliki pemikiran yang terbuka dan menghargai perbedaan. Di samping itu, dengan pengalaman sebagai seorang praktisi, saya berharap bisa membekali ilmu praktis kepada mereka,” bebernya.

Umar Syaroni bersama rekan-rekannya menghadiri simposium Disability Research HDR di University of Sydney (Foto: Istimewa)
Umar Syaroni bersama rekan-rekannya menghadiri simposium Disability Research HDR di University of Sydney (Foto: Istimewa)

Selain itu, Umar berharap dirinya dapat berkontribusi lebih pada isu disabilitas. Namun, ia merasa ilmu dan kompetensinya masih kurang sehingga ia ingin belajar lebih terkait implementasi inklusi disabilitas dari Australia. Dengan begitu, ia dapat membawa pembelajaran tersebut dan mengimplementasikannya di Indonesia.

“Sebagai seorang dosen di masa depan, isu disabilitas tentu menjadi salah satu keahlian penelitian saya,” ucap pria kelahiran Jeddah itu.

Pada akhir, Umar berpesan kepada rekan-rekan difabel untuk berani keluar dari zona nyaman dan membuktikan bahwa mereka dapat setara. Menurutnya, keadaan fisik dan mental setiap orang boleh berbeda, tetapi hak dan kewajiban setiap orang harus sama.

Ia juga mengajak kaum non-difabel untuk merangkul dan mendorong kaum difabel untuk maju bersama. “Mari lihat dunia ini sebagai taman bunga yang penuh warna. Penyandang disabilitas merupakan bagian integral dari keberagaman Indonesia,” pungkasnya.

Penulis: Rafli Noer Khairam

Editor: Feri Fenoria