Universitas Airlangga Official Website

Satu Dekade Penerapan Regulasi Kawasan Tanpa Rokok di Indonesia

Foto oleh Ideastream

Meskipun kondisi di Indonesia pada saat ini menunjukkan bahwa penggunaan produk tembakau masih cukup tinggi. Terdapat 60,8 juta laki-laki dewasa dan 3,7 juta perempuan dewasa yang merupakan perokok. Riset Kesehatan Dasar tahun 2018 menunjukkan 62,9% laki-laki dan 4,8% perempuan berusia 15 tahun ke atas menggunakan tembakau. Selain itu, prevalensi merokok di kelompok usia 10–19 tahun mengalami peningkatan dari 7,2% pada tahun 2013 menjadi 9,1% pada tahun 2018 atau hampir 20% lebih tinggi dibandingkan prevalensi lima tahun sebelumnya.

Tren perkembangan penyakit tidak menular menyebabkan perubahan beban penyakit di Indonesia. Kasus penyakit katastropik atau penyakit yang memerlukan keahlian dan terapi khusus dalam penanganannya, menggunakan alat kesehatan canggih dan atau memerlukan pelayanan kesehatan seumur hidup terus mengalami peningkatan. Hal ini terlihat dari penyerapan klaim dana kesehatan dari pengobatan penyakit katastropik yang tinggi di Indonesia. Setiap tahun, sekitar 17% sampai dengan 19% dari total biaya pelayanan kesehatan adalah untuk penyakit katastropik. Hasil laporan BPJS tentang penggunaan dana penyakit katastropik menunjukkan total biaya Rp 55,41 triliun atau 18,58% dari total biaya pelayanan kesehatan pada 2018 sampai 2020. Penyakit katastropik dengan kasus dan biaya tertinggi adalah penyakit jantung dengan 13.041.463 kasus dan biaya 10,2 triliun, diikuti oleh kanker dengan 2.452.749 kasus dan biaya 3,5 triliun serta stroke di posisi ketiga dengan 2.127.609 kasus dan biaya 2,5 triliun.  Banyak hal yang menjadi faktor risiko penyakit katastropik, namun penyebab utama adalah pola hidup yang tidak sehat. Sebagian besar penyakit katastropik tersebut termasuk ke dalam daftar penyakit yang berhubungan dengan merokok (Smoking-Attributable Morbidity). Perkiraan morbiditas yang disebabkan oleh merokok di Amerika Serikat pada tahun 2000 menemukan 8,6 juta orang memiliki 12,7 juta kondisi yang disebabkan oleh merokok. Penyakit yang sebagian besar menjadi penyebab adalah bronkitis kronis dan emfisema atau sering diklasifikasikan sebagai penyakit paru obstruktif kronik (PPOK).

Data dari Kementerian Kesehatan Indonesia memperkirakan bahwa total beban langsung dan tidak langsung dari merokok mencapai hampir Rp 440 triliun (USD 34 milyar) pada tahun 2015. Kemudian, jika ditambah dampak paparan asap rokok orang lain dan biaya kesempatan yang hilang dari pengeluaran untuk tembakau yaitu pengeluaran yang dapat digunakan untuk membeli komoditas lain seperti makanan bergizi, maka beban ekonomi keseluruhan dari bisnis tembakau jauh lebih tinggi lagi. Selain itu, penggunaan tembakau juga berdampak signifikan pada kesehatan masyarakat karena dapat menyebabkan munculnya berbagai penyakit kronis pada usia produktif, yang kemudian menyebabkan angka morbiditas dan kematian prematur yang tinggi. Berdasarkan data dari World Health Organization, penggunaan tembakau di Indonesia diperkirakan menjadi penyebab kematian terbesar perokok, yaitu sekitar 225.700 orang mengalami kematian prematur atau sekitar 15% dari semua kematian.

Salah satu upaya pemerintah Indonesia dalam mencegah dan mengatasi dampak buruk dari asap rokok adalah dengan penerapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) sesuai dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang mewajibkan Pemerintah Daerah menetapkan Kawasan Tanpa Rokok. KTR adalah ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan produksi, penjualan, iklan, promosi, ataupun penggunaan rokok. Sejak undang-undang ini disahkan pada 2009, berbagai daerah di Indonesia mulai membuat aturan mengenai KTR di daerahnya masing-masing, namun sampai sekarang belum 100%  daerah menerapkan KTR. Pada tahun 2012 dari 497 Kabupaten/Kota di Indonesia, hanya 22 Kabupaten/Kota yang memiliki peraturan daerah tentang KTR, dan kemudian pada 2014 jumlah Kabupaten/Kota yang memiliki peraturan daerah tentang KTR meningkat menjadi 49 yang tersebar pada 13 provinsi di Indonesia.

Rokok masih menjadi masalah di Indonesia dengan jumlah konsumen yang masih cukup tinggi. Kawasan Tanpa Rokok sebagai bentuk perlindungan yang efektif dari bahaya asap rokok, memberikan ruang dan lingkungan yang bersih dan sehat bagi masyarakat dan diharapkan dapat mengontrol perilaku merokok. Pajak rokok memberikan dukungan kepada pemerintah daerah untuk mewujudkan pelayanan kesehatan yang lebih baik.

Sumber tulisan telah publish di https://bmcpublichealth.biomedcentral.com/articles/10.1186/s12889-022-14435-8  dengan judul “Association between percentage of smokers and prevalence of smoking attributable morbidity in Indonesia: one decade after implementation of smoke-free area regulation” dan penulis :   Santi MartiniKurnia Dwi ArtantiArief HargonoSri WidatiAbdillah Ahsan, Yayi Suryo Prabandari