Universitas Airlangga Official Website

Seberapa Besarkah Insidensi Kejadian Jantung yang Merugikan Pada Efek Samping Vaksinasi mRNA Covid-19?

Foto by Alodokter

Pandemi coronavirus 2019 yang diungkapkan WHO sejak 2019 membutuhkan solusi jangka panjang untuk mengatasinya (WHO, 2020). Vaksin yang aman diharapkan memiliki manfaat klinis dan sosial ekonomi yang luas. Semakin banyak bukti bahwa vaksin COVID-19 dapat mengurangi keparahan gejala dan mencegah penularan. Namun, vaksin harus tetap memenuhi persyaratan minimum untuk mencegah infeksi dan penyakit. Munculnya efek samping yang paling sering setelah vaksinasi COVID-19 adalah nyeri, kelelahan, dan sakit kepala. Sebagian besar reaksi tersebut dapat ditoleransi namun terdapat juga laporan reaksi yang parah seperti tromboemboli, miokarditis, dan perikarditis (Cai et al, 2021). Sebuah studi sebelumnya menunjukkan bahwa 53%-84% dari populasi perlu divaksinasi terhadap COVID-19 untuk mencapai kekebalan kelompok. Namun, karena berbagai mutasi sindrom pernapasan akut parah telah dilaporkan, hal tersebut menjadi semakin tidak realistis, kecuali jika vaksin untuk melindungi dari varian SARS-CoV-2 yang berbeda dapat dikembangkan. Selain perlindungan, vaksinasi dapat mengurangi keparahan infeksi COVID-19 dan menyelamatkan nyawa. Salah satu alasan utama rendahnya tingkat vaksinasi adalah bahwa banyak orang khawatir tentang keamanan dan kemanjuran vaksin COVID-19. Oleh karena itu, pembahasan mengenai seberapa amankah vaksin COVID-19 jenis mRNA terhadap kejadian jantung yang merugikan kami lakukan.

Sebanyak 293 studi diidentifikasi dalam pencarian literatur dari pencarian database. Dari jumlah tersebut, tujuh penelitian adalah studi kohort observasional, dan 21 adalah rangkaian kasus/laporan kasus. Selanjutnya, tujuh studi kohort observasional dimasukkan dalam meta-analisis. Ada dua jenis vaksin mRNA yang diteliti dalam penelitian ini yaitu Pfizer (79,03%) dan Moderna (20,97%). Usia penduduk berkisar antara 14 hingga 70 tahun. Semuanya dilaporkan telah menerima vaksin mRNA, baik Pfizer–BioNTech atau Moderna. Dalam penelitian ini subjek penelitian dibagi menjadi beberapa klasifikasi umur: 0-20 tahun (44%); 21-40 tahun (46,77%); 41-60 tahun (4,84%); dan 61-80 tahun (4,84%). Subyek penelitian sebagian besar berada pada rentang usia 21-40 tahun dengan median 22 tahun. Jenis kelamin subyek penelitian terbanyak adalah laki-laki (90,32%) dan perempuan (9,68%). Di antara penelitian tersebut, 25,81% dilakukan di Amerika Serikat (AS), 3,23% di Israel, dan sisanya masing-masing 1,61% di Italia, Jerman, dan Korea.

Adverse Cardiac Events atau kejadian jantung yang merugikan setelah vaksinasi mRNA COVID-19 ditemukan pada penelitian ini menurut prevalensi yang paling banyak adalah miokarditis (62,90%), mioperikarditis (30,65%), infark miokard akut (3,23%), dan yang paling sedikit adalah perikarditis (1,61%). Miokarditis adalah penyakit yang ditandai dengan peradangan pada otot jantung atau miokardium. Mioperikarditis adalah peradangan pada dinding otot jantung dan juga perikardium yang menyelimutinya. Infark miokard akut adalah penyakit jantung yang disebabkan oleh karena sumbatan pada arteri koroner. Sumbatan akut terjadi oleh karena adanya aterosklerotik pada dinding arteri koroner sehingga menyumbat aliran darah ke jaringan otot jantung dengan gejala nyeri dada, perut, punggung, atau lambung yang tidak khas. Sedangkan pericarditis adalah peradangan yang terjadi pada selaput pembungkus jantung (perikardium). Pada keadaan sehat, perikardium berfungsi untuk menjaga jantung agar tidak berpindah posisi, melindungi jantung dari gesekan, dan melindungi jantung dari penyebaran infeksi jaringan lain.

Seperti yang telah diketahui, fungsi dari otot jantung adalah memompa darah masuk dan keluar dari jantung ke seluruh bagian tubuh sehingga apabila beberapa bagian dari otot, selimut dan pembuluh darahnya terganggu maka akan menyebabkan gangguan fungsi jantung. Kajian ini menunjukkan bahwa prevalensi kejadian merugikan jantung yang paling tinggi setelah pemberian mRNA vaksinasi COVID-19 adalah proses inflamasi, baik pada miokardium, perikardium, atau keduanya. Pada hasil penelitian ini, kejadian tertinggi adalah miokarditis, diikuti oleh myopericarditis dan perikarditis. Terkait gangguan lain pada miokardium yang dapat terjadi setelah vaksinasi mRNA COVID-19, yaitu infark miokard akut dan cedera miokard akut, walaupun prevalensinya sangat kecil. Berdasarkan kejadian yang terkumpul, hasilnya adalah <0,002% pada publikasi yang terlibat dalam penelitian ini. Jadi, vaksinasi mRNA COVID-19 memiliki insiden miokarditis yang rendah. Vaksin mRNA didasarkan pada prinsip bahwa mRNA adalah zat pembawa pesan perantara yang dimasukkan ke dalam sel inang dan kemudian diterjemahkan menjadi antigen melalui berbagai rute. Molekul RNA telah dirawat dan dipelajari selama lebih dari 20 tahun, mulai dari penggunaan mRNA transkrip in vitro (IVT), RNA kecil yang mengganggu (siRNA), RNA aptamer, riboswitch, dan RNA anti-sense hingga vaksin mRNA yang baru dikembangkan (Sahin et al ., 2014; Wittrup dan Lieberman, 2015).

Keuntungan pertama dari vaksin mRNA adalah kesederhanaan dan kecepatan pembuatannya. Kedua, vaksin mRNA bisa jauh lebih aman secara biologis daripada vaksin berbasis DNA dan lebih sulit untuk mengintegrasikan mRNA ke dalam genom daripada vaksin berbasis DNA (Park et al., 2021)

Penulis: Eka Arum Cahyaning Putri, dr., M.Kes.; Misbakhul Munir, dr., M.Kes; Dr. Gadis Meinar Sari, dr., M.Kes.; Hayuris Kinandita Setiawan, dr., M.Si.; Dr. Lilik Herawati, dr., M.Kes.; Dr. Citrawati Dyah Kencono Wungu, dr., M.Si.; Hendri Susilo, dr., Sp.JP., Henry Sutanto, dr., Ph.D

Informasi detail dari review artikel ini dapat dilihat pada tulisan kami di:

https://doi.org/10.56499/jppres22.1524_11.1.76

Putri EAC, Munir M, Setiawan HK, Herawati L, Sari GM, Wungu CDK, Susilo H, Sutanto H (2023) Adverse cardiac events following mRNA COVID-19 vaccination: A systematic review and meta-analysis. J Pharm Pharmacogn Res 11(1): 76–100.