Dalam melaksanakan tugas penyusunan laporan keuangan, manajemen sering kali termotivasi untuk memanipulasi laporan, mendapatkan harga saham yang lebih tinggi, menunjukkan kepatuhan terhadap pembiayaan perjanjian, memenuhi proyeksi perusahaan dan harapan investor, serta mendapatkan pembiayaan atau persyaratan yang lebih menguntungkan pada pembiayaan yang ada (Repousis, 2016). Oleh karena itu, tidak jarang manajemen terlibat dalam aktivitas kecurangan.
Kecurangan terkait laporan keuangan juga terjadi di hampir semua perusahaan di dunia, termasuk Indonesia; tidak ada entitas yang kebal terhadap ancaman kecurangan (ACFE, 2014). Sebagai negara yang masih memiliki indeks korupsi yang tinggi – bukti bahwa perilaku oportunistik masih lumrah di sini – kita dapat dengan mudah menemukan banyak kasus kecurangan laporan keuangan di Indonesia, misalnya PT KAI, Kimia Farma, Bank Lippo, PT Hanson International dan PT Garuda Indonesia. Berdasarkan hasil survei Report to The Nations (2018) oleh Association of Certified Fraud Examiners (ACFE), 10% laporan keuangan untuk periode yang diperiksa mengalami kecurangan. ACFE Indonesia (2019) mengidentifikasi 239 kasus kecurangan di negara ini, dengan kecurangan laporan keuangan sebesar 6,7% atau 16 kasus. Terkait dengan hasil untuk media, 93 responden atau 38,9% menyatakan bahwa media keuangan memberikan kontribusi terbesar dalam pengungkapan kecurangan di Indonesia; dengan demikian, mengeksplorasi manajemen laba di Indonesia akan selalu menjadi isu yang menarik.
Sebagai alat forensik, Beneish M-score dianggap paling tepat untuk mendeteksi manipulasi laba pada perusahaan di negara berkembang dan juga disebut sebagai alat yang paling tepat untuk mendeteksi kecurangan laporan keuangan. Meskipun M-score biasa digunakan dalam mengukur fraud, namun beberapa penelitian (Abbas, 2017; Anh dan Linh, 2016; Corsi dkk., 2015; Egbunike dan Igbinovia, 2018; RamÃrez-Orellana dkk., 2017; Talab dkk., 2018; dan Vincent, 2012) menyatakan bahwa M-score juga dapat digunakan dalam mendeteksi earnings management hitam yang terjadi di perusahaan. RamÃrez-Orellana dkk. (2017) juga menyebutkan bahwa perusahaan yang melakukan manipulasi laba cenderung melakukan manipulasi yang menyesatkan stakeholders, melanggar aturan, dan bersifat merusak (hitam). Selain itu adanya fakta bahwa earnings management sendiri beririsan dengan earnings manipulation yang merupakan bagian dari fraud.
Seiring waktu, modifikasi pada model Beneish diperlukan. Beneish M-score dikembangkan sekitar tahun 1990. Ada beberapa penelitian yang menggunakan model ini untuk mendeteksi manipulasi laba di Indonesia, penelitian tersebut menggunakan model Beneish M-score asli dari Messod D. Beneish (1999). Namun demikian, standar akuntansi dan aturan pengungkapan pelaporan keuangan Amerika Serikat, yang menjadi dasar model studi tersebut, berbeda dengan Indonesia. Oleh karena itu, perlu memodifikasi model Beneish agar setiap rasio secara akurat dan efektif mendefinisikan manipulasi laba.
Menjadi studi pertama yang menggunakan model Beneish M-Score yang dimodifikasi untuk mendeteksi manajemen laba di Indonesia, penelitian ini menunjukkan bahwa dari 284 perusahaan manufaktur di Indonesia, 143 perusahaan atau sekitar 50,4% dari total sampel memiliki M-value lebih dari −1,78. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan ini cenderung manipulator. Selain itu, berdasarkan hasil pengujian hipotesis menggunakan regresi logistik yang diperkuat dengan uji t, leverage (DR) berhubungan positif dengan manajemen laba, dan efektifitas supervisor (IND), financial stability (AGROW), nature of industry ( PP), dan perubahan auditor (AUDCHANGES) memiliki hubungan negatif dengan manajemen laba, sedangkan target keuangan (ROA) tidak ditemukan.
Penelitian ini menunjukkan bahwa pengguna eksternal laporan keuangan, khususnya auditor, investor, analis keuangan, dan berbagai pihak berwenang, harus memaksimalkan penggunaan Beneish M-score sebagai alat hemat biaya dalam mendeteksi kecurangan laporan keuangan, terutama dalam industri manufaktur. Temuan penelitian dari studi ini dapat memandu pengambilan keputusan kebijakan, terutama mengenai manajemen aset, untuk mengurangi penipuan laporan keuangan oleh perusahaan. Hal ini karena dua variabel tambahan yang termasuk dalam Beneish M-score yang dimodifikasi (1/CAT dan FAR) terkait dengan aset tetap dan memiliki hubungan dengan komponen fraud triangle yang digunakan sebagai teori dalam penelitian ini. Selain itu, berdasarkan temuan kami terkait pergantian auditor, pemerintah Indonesia perlu mempertimbangkan aturan untuk mewajibkan perusahaan melakukan rotasi auditor. Adapun dalam hal manajerial dan kebijakan, hasil penelitian ini juga bermanfaat bagi pemangku kepentingan internal seperti manajer dan dewan direksi untuk merumuskan kebijakan dan strategi untuk menghadapi kecurangan keuangan yang tidak diinginkan, misalnya seperti sistem penghargaan, pembagian tugas manajemen aset yang lebih hati-hati, penggunaan layanan auditor yang berkualitas, kebijakan piutang dan meningkatkan praktik tata kelola perusahaan.
Penulis: Niluh Putu Dian Rosalina Handayani Narsa
Link Jurnal: https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S2405844023008563