UNAIR NEWS – Perkembangan teknologi informasi tak hanya membawa kebaikan pada dunia. Kejahatan di dunia informasi seperti berita palsu turut tumbuh seiring berjalannya waktu. Kuliah tamu yang bertajuk “Misinformation in Social Network” secara dalam membahas permasalahan tersebut. Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga mengadakan kuliah tamu dengan mengundang Yung-Ming Li PhD, profesor asal National Yang Ming Chiao Tung University, Taiwan. Kuliah tamu tersebut dilaksanakan pada Senin (6/11/2023) di Aula Adisukadana, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), Kampus Dharmawangsa B UNAIR.
Li memulai kuliah dengan menjelaskan perkembangan komunikasi umat manusia yang berawal dari komunikasi pictorial atau gambar di gua-gua. Era selanjutnya adalah oral communication, di mana manusia sudah dapat berbicara dan berkomunikasi menggunakan kata-kata sederhana. Hal itu berkembang menjadi literal communication atau komunikasi secara tertulis.
“Kemudian, muncul press comunication atau berita yang memungkinkan informasi untuk disebar secara luas. Lalu, kita punya electronic communication seperti telepon dan gawai. Dan yang terpenting, era komunikasi internet,” ucapnya.
Jalan Perkembangan Website
Li menjelaskan website muncul dalam era komunikasi internet. Seiring berjalannya waktu, website pun turut berkembang. Awal perkembangan ia sebut sebagai website 1.0 yang tampilan dan fungsi masih sederhana. Pada web 1.0, semua hal dapat diakses dengan gratis. Karena, yang diinginkan adalah eksposur pada publik dan lebih banyak pengguna lebih baik saat itu.
“Web 1.0 berlangsung pada 1990 hingga 2005, lalu muncul web 2.0 pada 2008 hingga saat ini. Web dapat diakses secara global, muncul aplikasi, akses dari gawai, user generated content, hingga high speed communication,” tambahnya.
Web 2.0 merupakan sebuah revolusi dalam dunia informasi. Pengguna dapat berkomunikasi satu dengan lainnya (media sosial), bahkan dapat membuat dan menyebarkan konten dengan bebas. Namun karena kebebasan itu pula, web 2.0 memunculkan dampak negatif berupa misinformasi.
Hitam dan Putih Media Sosial
Media sosial sebagai hasil dari perkembangan komunikasi internet memiliki dampak pada peradaban manusia. Dampak positif yang dijelaskan oleh Li adalah membentuk relasi dan saling terhubung, menyebarkan berita, komunikasi yang lebih baik dan lebih cepat, membangun bisnis, serta edukasi. Sejalan dengan hal tersebut, dampak negatif dari sosial media pun tak terelakkan. Yakni berita palsu, cyberbullying, serta mengurangi interaksi tatap muka.
Berhubungan dengan tema kuliah tamu, berita palsu menjadi fokus utama dalam pembahasan Li. Berita palsu sejatinya memiliki target untuk menjatuhkan reputasi seseorang atau digunakan untuk mendapatkan uang dari iklan.
Berita palsu sangatlah mudah untuk diproduksi dan disebar ke masyarakat. Li menjelaskan bahwa berita palsu pada umumnya menggunakan kata-kata sensasional, judul yang menarik perhatian, dan berdampak pada suatu pihak. Selain menjatuhkan reputasi, berita palsu juga dapat berpengaruh pada bidang lainnya seperti berita palsu tentang kesehatan yang mengakibatkan masyarakat panik dan menjangkau konsekuensi ekonomi.
“Contohnya berita palsu tentang covid kemarin, masyarakat melakukan panic buying masker yang membuat stok masker di pasar menurun,” jelasnya.
Menangkal Berita Palsu
Li menjelaskan cara untuk menghadapi berita palsu dengan menggunakan teknologi yang ada. Yaitu dengan fact checking algorithm, verifikasi sumber berita, natural language processing atau pengecekan penggunaan bahasa dalam berita apakah terlihat natural dan bukan buatan AI, reverse image search di mana kita mencari gambar yang tertera di berita lalu dicocokkan dengan konteks sebenarnya.
“Lalu kita punya social media monitoring, kita bisa melihat berita-berita di sosial media atau bahkan ada beberapa organisasi yang melakukan fact checking berita yang diduga berita palsu,” tambahnya.
Selain itu, teknologi baru berupa deep fake juga perlu diperhatikan. Dengan AI, berita palsu dapat lebih dipercaya jika tidak diperhatikan secara seksama. Untuk saat ini, jika berupa suara maka suaranya terdengar tidak natural. Jika berupa video, akan nampak detail muka yang tidak wajar saat bergerak. (*)
Penulis: Muhammad Naqsya Riwansia
Editor: Feri Fenoria