Universitas Airlangga Official Website

Soal Isu UKT, Pendidikan Tersier, dan Student Loan, Begini Tanggapan Dosen FISIP

Agie Nugroho Soegiono S IAN MPP selaku dosen administrasi publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Airlangga (UNAIR). (Foto: FISIP UNAIR)
Agie Nugroho Soegiono S IAN MPP selaku dosen administrasi publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Airlangga (UNAIR). (Foto: FISIP UNAIR)

UNAIR NEWS –  Prof Tjitjik Sri Tjahjandarie PhD selaku Plt Sekretaris Ditjen Diktiristek membuat pernyataan yang sontak menjadi perbincangan hangat di media massa pada Rabu (15/5/2024). Tjitjik dalam acara Taklimat Media tentang Tarif UKT di Lingkungan Perguruan Tinggi Negeri menyebutkan bahwa pendidikan tinggi merupakan pendidikan tersier. Pernyataan tersebut merupakan tanggapannya terhadap isu naiknya biaya kuliah.

Pernyataan Tjitjik kian santer menjadi bahan perbincangan karena sejumlah media dinilai salah dalam menangkap makna perkataannya. Agie Nugroho Soegiono S IAN MPP selaku dosen administrasi publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Airlangga (UNAIR) membagikan pandangannya.

Tjijik mengatakan bahwa pendidikan tinggi merupakan pendidikan tersier atau tertiary education. Pernyataannya itu banyak disalahartikan, baik oleh media maupun masyarakat. Pernyataan yang sebelumnya mengatakan bahwa pendidikan tinggi adalah pendidikan tersier dipahami sebagai pendidikan tinggi merupakan kebutuhan tersier.

Agie mengatakan bahwa perubahan pengertian itulah yang menuai kontra terhadap pernyataan Tjitjik. Masyarakat dinilai kurang mampu membedakan antara tertiary education dan tertiary needs.

Jika dilihat dari segi bahasa, tertiary dalam bahasa Inggris memiliki arti tingkat ketiga. Dalam konteks pendidikan, tersier memiliki makna tingkat pendidikan. Pendidikan tersier yang dimaksud oleh Tjitjik merupakan cara penyebutan level pendidikan tingkat ketiga. Tingkatan itu dapat dilaksanakan ketika seseorang telah melewati primary education dan secondary education, yang terdiri atas SD dan Sekolah Menengah.

“Pendidikan tersier dan kebutuhan tersier itu adalah dua hal yang berbeda. Media seringkali mengutip pendidikan tersier sebagai kebutuhan tersier. Pendidikan tersier itu mengacu pada level atau tingkat pendidikan. Sedangkan, kebutuhan tersier sebagaimana yang kita tahu adalah kebutuhan yang memang bisa dikatakan mewah,“ tutur Agie.

Agie Nugroho Soegiono S IAN MPP selaku dosen administrasi publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Airlangga (UNAIR)

“Nah, sebenarnya yang dimaksud pendidikan tersier oleh beliau (Prof Tjitjik, Red) adalah mengenai level pendidikan ketiga. Namun, pernyataannya banyak disalah dengan menyebut kalo pendidikan tinggi merupakan kebutuhan tersier, “ lanjutnya.

Terlepas dari pernyataan Tjitjik bahwa pendidikan tinggi merupakan pendidikan tersier di luar wajib belajar, Agie turut menyoroti peran penting dari pendidikan tinggi. Menurutnya, pendidikan tinggi merupakan jalan keluar bagi masyarakat kelas menengah ke bawah untuk menaikkan kelas sosial dan ekonomi mereka.

Selanjutnya, melalui perguruan tinggi akses terhadap pekerjaan dan sarana yang dapat meningkatkan perekonomian akan terbuka luas. Dilansir dari hasil wawancara, Agie mengatakan bahwa mahasiswa merupakan harapan keluarga untuk keluar dari zona ekonomi bawah.

“Oleh sebab itu, kalo kita ingin maju pendidikan tersier harus dibuka seluas-luasnya,” terangnya.

Tingginya biaya kuliah ditanggapi oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani dengan mencanangkan program student loan atau pinjaman mahasiswa. Hingga saat ini, wacana tersebut masih dalam proses kajian mendalam bersama dengan menteri pendidikan.

Menurut Agie, yang perlu menjadi fokus kajian dalam rancangan pinjaman mahasiswa adalah mengenai pengembalian pinjaman. Pinjaman mahasiswa merupakan suatu program yang kompleks dan memerlukan kajian yang mendalam.

“Di negara lain sebenarnya pinjaman mahasiswa atau student loan ini sudah banyak diterapkan. Cuma masalahnya apakah seorang pelamar program itu benar-benar punya perencanaan dan prospek kerja yang bagus untuk bisa mengembalikan pinjaman ketika mereka sudah lulus kuliah nanti. Takutnya, mereka akan menghadapi masalah baru karena terjerat hutang selama masa pendidikannya. Nah, ini yang harus kita cermati bersama,” ungkap Agie.

Berdasar pandangannya, Agie juga menyampaikan mengenai kelas sosial terkait kenaikan biaya kuliah. Kelas sosial menengah memerlukan perhatian khusus atas masalah kenaikan biaya kuliah tersebut. Naiknya biaya pendidikan di perguruan tinggi dinilai tidak menimbulkan masalah bagi masyarakat ekonomi kelas atas dan bawah.

Masyarakat kelas atas memiliki kemampuan untuk mengakses pendidikan dengan mudah meskipun biaya pendidikan tinggi. Begitu pula dengan masyarakat kelas bawah, mereka dapat mengakses pendidikan melalui bantuan dari pemerintah.

“Kelas menengah ini yang menjadi persoalan karena mereka tidak memiliki kemampuan dan bantuan. Ini yang harus diupayakan oleh pemerintah. Kemendikbud mengambil tindakan pada kenaikan melonjak drastis namun tidak didasari pada alasan yang rasional. Ke depan saya rasa prioritas anggaran pendidikan harus ditujukan pada akses pendidikan tinggi seluas-luasnya pada masyarakat kelas menengah ke bawah. Bantuan pendidikan juga mesti diawasi secara ketat dan tepat sasaran,” pungkasnya.

Penulis: FISIP UNAIR

Editor: Feri Fenoria

Baca Juga:

UNAIR Tegaskan Tak Menaikkan Biaya UKT