Universitas Airlangga Official Website

Spektroskopi Impedansi Elektrik Sebagai Kandidat Sensor Tulang Retak

Tulang merupakan salah satu jaringan tubuh berperan penting sebagai penyusun rangka untuk penopang tubuh manusia. Tulang mempunyai 3 fungsi utama, yaitu fungsi mekanik untuk mendukung pergerakan tubuh, fungsi pelindung organ vital tubuh seperti kepala dan dada, dan fungsi metabolisme cadangan kalsium dan fosfat yang digunakan untuk homeostatis. Tubuh manusia akan mengalami kesulitan dan gangguan jika terjadi kerusakan pada tulang. Salah satu kerusakan tulang yang paling umum adalah tulang retak atau patah tulang. Patah tulang adalah suatu kondisi rusaknya seluruh atau sebagian kontinuitas struktur tulang yang disebabkan oleh cedera, tekanan, dan kondisi patologis.

Menurut penelitian yang dilakukan pada 204 negara, pada tahun 2019 terjadi peningkatan 95% kasus patah tulang baru sejak tahun 1990 dengan total 178 juta kasus. Sedangkan di Indonesia patah tulang sebesar 5,5% dengan prevalensi cedera pada ekstremitas atas sebesar 32,7% dan ekstremitas bawah sebesar 67,9%. Proses diagnosis patah tulang umumnya dilakukan dengan pemeriksaan radiologi untuk mengetahui kondisi, lokasi, dan perluasan fraktur.

Rontgen merupakan alat yang umum digunakan untuk mendeteksi patah tulang karena dianggap paling mudah dan cepat. Namun penggunaan sinar-X dalam jangka panjang dapat menimbulkan masalah. Sinar-X dapat mempunyai efek kumulatif dari radiasi pengion, sehingga menyebabkan kemungkinan kerusakan pada inti sel yang menyebabkan mutasi sel. Oleh karena itu, metode bioimpedansi bisa digunakan sebagai alternatif untuk mendeteksi patah tulang tanpa menimbulkan efek radiasi.

Bioimpedansi adalah pengukuran impedansi suatu sistem biologis. Impedansi adalah besarnya arus listrik bolak-balik dalam suatu rangkaian listrik ketika diberikan tegangan. Pada prinsipnya, sistem biologis memiliki sifat resistif dan kapasitif. Sistem biologis dapat berupa sel, jaringan, atau organ. Jika suatu tegangan diinjeksikan dengan variasi frekuensi tertentu maka akan dihasilkan spektrum impedansi elektrik yang merupakan ciri khas jaringan biologis, hal ini disebut Spektroskopi Impedansi Elektrik (SIE). Oleh karena itu, perbedaan spektrum impedansi sangat terkait dengan perubahan sifat jaringan. SIE mempunyai kelebihan non-invasif sehingga dapat digunakan untuk memantau secara real time, denga biaya ekonomis dan hasil yang akurat.

Berdasarkan uraian tersebut maka dilakukan penelitian mengenai perancangan alat SIE untuk mendeteksi patah tulang. Penelitian dilakukan dengan menggunakan Analog Discovery 2, sebuah phantom berupa 3D Print Model tulang paha berbahan PolylacticAcid (PLA) sebagai pengganti tulang femur manusia dengan kondisi tulang normal dan patah tulang. Pengukuran impedansi dilakukan dengan rentang variasi frekuensi 100 Hz hingga 1 MHz. Dari pengukuran tersebut diperoleh spektrum impedansi elektrik dalam Nyquist plot dari fantom 3D tulang normal dan tulang patah.

Spektrum impedansi elektrik antara tulang normal dan tulang patah memiliki bentuk yang sama yaitu setengah lingkaran. Namun, terdapat perbedaan ukuran diameter Nyquist, dimana fantom tulang yang retak mempunyai diameter yang lebih besar dibandingkan dengan fantom tulang normal. Hal ini dibuktikan dengan adanya perbedaan nilai komponen R dan C. Pada semua variasi jarak, nilai komponen R tulang retak lebih besar dibandingkan dengan tulang normal. Sedangkan nilai komponen C pada tulang retak mempunyai nilai C lebih kecil dibandingkan tulang normal.

Penulis: Dr. Khusnul Ain, S.T, M.Si.

Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di:

Khusnul Ain, Alfian Pramudita Putra, Amelia, Suprijanto, Hesty Susanti, Dita Puspitasari, Arpin dan Husneni Mukhtar, “Electrical Impedance Spectroscopy as Candidate Tools to Detect Bone Fracture”, Proceedings of the 2023 International Conference on Instrumentation, Control, and Automation, ICA 2023, pp. 298~301, ISBN: 9798350301274, DOI : 10.1109/ICA58538.2023.10273123

https://ieeexplore.ieee.org/document/10273123