Universitas Airlangga Official Website

Strategi Coping Internal Keluarga Pada Anggota Keluarga Penderita Stroke

Ilustrasi oleh Klikdokter

Kehidupan berkeluarga seringkali dihadapkan pada rangsangan berupa berbagai permasalahan kehidupan yang datang baik dari luar maupun dalam lingkungan keluarga. Beberapa rangsangan tersebut dapat menjadi stressor dalam keluarga. Misalnya ada anggota keluarga yang sakit, masalah ekonomi, masalah sosial, dan lain sebagainya.

Strategi coping berfungsi sebagai proses dan mekanisme penting dalam menjalankan tugas dan keluarga. Menurut Pearlin & Schooler, strategi coping keluarga ada dua macam. Yaitu strategi coping keluarga internal yang terdiri dari kemampuan-kemampuan keluarga yang menyatukan sehingga menjadi terintegrasi, dan strategi coping keluarga eksternal yang berkaitan dengan penggunaan sistem dukungan sosial oleh keluarga.

Tanpa strategi coping yang efektif, fungsi afektif, sosial, ekonomi, dan perawatan keluarga tidak dapat tercapai secara memadai. Salah satu contoh penyakit yang dapat memberikan stimulus pada keluarga adalah keluarga yang salah satu anggota keluarganya menderita stroke atau cedera serebrovaskular (CVA), yaitu suatu kondisi hilangnya fungsi otak akibat terhentinya suplai darah ke bagian tubuh. Kelumpuhan atau kecacatan fisik pada individu penderita stroke tentunya akan menimbulkan beban tersendiri bagi keluarga. Strategi coping yang efektif khususnya strategi coping internal keluarga dapat dijadikan sebagai solusi keluarga dalam menghadapi permasalahan keluarga yang sedang berlangsung.

Stroke merupakan masalah neurologis utama di dunia. Stroke merupakan penyebab kematian ketiga, dengan angka kematian sebesar 18% hingga 37% pada stroke pertama dan 62% pada stroke berikutnya. Ada sekitar dua juta orang yang selamat dari stroke dengan beberapa disabilitas, dari jumlah tersebut 40% membutuhkan bantuan dalam aktivitas kehidupan sehari-hari. Sedangkan data yang dikeluarkan oleh Yayasan Stroke Indonesia menyebutkan bahwa kasus stroke di Indonesia menunjukkan kecenderungan terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2004, beberapa penelitian di beberapa rumah sakit menemukan 23.636 pasien rawat inap akibat stroke. Hasil yang diperoleh adalah stroke merupakan pembunuh utama di antara penyakit tidak menular, khususnya di kalangan penduduk perkotaan.

Berdasarkan data yang diperoleh di Instalasi Rekam Medis RSUD RA. Basoeni Kabupaten Mojokerto, jumlah pasien stroke dalam tiga bulan terakhir (Mei 2017-Juli 2017) tercatat sebanyak 157 pasien stroke tanpa penyakit penyerta. Berdasarkan data pra-penelitian mulai tanggal 21 Agustus 2017 terhadap sepuluh keluarga yang salah satu anggota keluarganya menderita stroke. Dapat disimpulkan bahwa setiap anggota keluarga setidaknya menggunakan empat dari tujuh strategi coping internal keluarga.

Selain menggunakan strategi penggunaan humor, strategi fleksibilitas peran, dan strategi pemecahan masalah bersama. Ditemukan banyak anggota keluarga yang tidak mampu menggunakan strategi pengendalian makna masalah dan strategi normalisasi. Dari segi penggunaan strategi mengandalkan kelompok keluarga dan strategi menjaga ikatan kekeluargaan merupakan strategi coping internal keluarga yang paling banyak digunakan.

Stroke terjadi karena adanya gangguan pada pembuluh darah di otak, dapat berupa penyumbatan atau pecahnya pembuluh darah di otak yang dapat menyebabkan kematian sel saraf. Gangguan fungsi otak akan menjadi gejala penyakit stroke. Hal ini beresiko terjadinya defisit neurologis di mana fungsi otak yang rusak tidak dapat pulih sepenuhnya. Antara lain hilangnya fungsi motorik, hilangnya fungsi komunikasi, gangguan persepsi, gangguan fungsi kognitif, efek psikologis, dan disfungsi kandung kemih. Itu merupakan stimulus yang dapat mempengaruhi perubahan dalam kehidupan keluarga.

Peran keluarga dalam menerima keadaan kondisi pasien sangat berpengaruh. Apabila keluarga kurang efektif dalam coping maka keluarga akan berada pada situasi disfungsional yang merugikan keluarga akibat penyakit stroke yang dapat mengakibatkan cacat tetap bahkan kematian, dengan coping yang baik yaitu dengan mengandalkan kelompok keluarga, menggunakan humor, menjaga tali silaturahmi, mengendalikan makna masalah, menyelesaikan masalah keluarga, diharapkan keluarga dapat mengontrol anggota keluarganya dan tidak memperburuk keadaan pasien.

Dalam penelitian, sampel ini berjumlah 34 responden. Mayoritas responden menggunakan strategi coping internal keluarga teori Pearlin dan Schooler dengan coping Normalisasi yaitu sebanyak 65 poin (95,8%). Kesimpulan pada penelitian ini diharapkan keluarga dapat menggunakan coping yang efektif dalam menghadapi permasalahan keluarga dalam merawat anggota keluarga yang menderita stroke.

Penulis: Dr. Hariyono, S.Kep., Ns., M.Kep.

Artikel lengkap dapat di akses melalui https://wjarr.com/content/internal-family-coping-strategy-according-pearlin-and-schooler-theory-members-family-stroke

Baca juga: Intervensi Manajemen Mandiri Pada Pasien Stroke Diperlukan untuk Mengendalikan Faktor Risiko untuk Mencegah Stroke Berulang