Universitas Airlangga Official Website

Stres Ringan Kronis Tak Terduga Mempengaruhi Berat Badan

Ilsutrasi stres

Stres suatu kondisi yang akrab pada kehidupan sehari-hari manusia. Stres pada diri manusia yang terjadi terus menerus dan tidak bisa kita prediksi akan berdampak pada keseluruhan sistem tubuh manusia, termasuk berat badan. Penurunan berat badan merupakan suatu kondisi yang oleh banyak orang tidak dikehendaki karena menyebabkan dampak penyakit fisik, penurunan fungsinya dan secara tampilan menjadi buruk. Penurunan berat badan dapat disebabkan oleh kondisi stres yang berkepanjangan dan kondisi pola tidur yang kurang optimal.

Di sisi lain, irama sirkadian, suatu proses pada tubuh manusia yang dipengaruhi kondisi irama perputaran bumi. Proses ini berjalan sesuai siklus internal dalam 24 jam yang meregulasi siklus tidur bangun sebagai respons dari perubahan terang dan gelap dari perubahan lingkungan hidup manusia. Irama sirkadian diperlukan manusia untuk teratur agar metabolisme tubuh berjalan optimal. Dampak gangguan irama sirkadian tentunya dapat mengenai seluruh fisik kita, termasuk pola tidur, pola makan, metal dan gangguan fisik lainnya.

Hubungan antara stres, penaikan berat badan dan irama sirkadian ini menarik dan belum jelas. Penelitian pada hewan Rattus novergicus kali ini ingin membuktikan dampak stressor yang diberikan pada pagi hingga siang hari saat tikus yang binatang nocturnal seharusnya tidur dan efeknya pada berat badan dan kadar corticosterone.

Dalam penelitian ini dilakukan pemberian berbagai stresor pada tikus yang disamakan dengan stresor ringan sehari-hari yang dialami manusia dan diberikan pada waktu pagi hingga siang hari yang mengganggu siklus sirkadian/siklus tidur bangun dari tikus. Pemberian stresor bentuk Chronic Unpredictable Mild Stress (CUMS) berefek pada peningkatan kadar corticosterone menjadi 33.56 ± 21.28 ng/mL dibandingkan dengan kelompok yang tidak mendapatkan stresor

13.36 ± 4.31 ng/mL Berarti terjadi kondisi stres pada tikus yang diberi perlakuan yang berbedai setiap hari selama 22 hari, seperti kandang yang padat tikus, diisolasi sendiri dalam tempat kecil, diikat ekornya, dimiringkan 45o kandangnya, diikat agar tidak dapat bergerak, dipaksa berenang dalam air dingin, dipapari cahaya terang, dipapari suara keras, ekornya ditusuk jarum tajam.

Dampak dari kondisi stres adalah terjadi penurunan berat badan yang bermakna dibandingkan kelompok yang tidak mendapatkan stresor (p=0.00) dan peningkatan yang bermakna kadar corticosterone dibandingkan dengan yang tidak mendapatkan stresor (p=0.032) yang diukur dengan ELISA (Enzyme-Linked Immunoassay). Dari penelitian lain, dapat terjadi respons stress yang berbeda karena respons stres pada setiap manusia sangat unik, kondisi stres dapat menimbulkan kondisi yang tidak sama pada respons berat badan seperti dapat terjadi peningkatan juga dapat terjadi penurunan.

Peningkatan hormon corticosterone pada tikus dapat mengganggu jalur siklus irama sirkadian yang dapat akhirnya mengganggu metabolism tubuh dan menurunkan berat badan. Dampak lain adalah terganggunya pola tidur, kesehatan fisik yang lain. Pada manusia, perlu diantisipasi dengan mencegah terjadinya kondisi stres dengan cara mengolah stresor sehari-hari yang terjadi. Kegagalan dalam mengolah stresor berakibat peningkatan hormon glukokortikoid dan hormon stres kortisol yang dapat mencetuskan terjadinya gangguan metabolisme glukosa juga kondisi fisik lainnya, hingga gangguan kesehatan mental pada manusia, seperti depresi, sulit tidur dan kecemasan.

Hasil penelitian ini menyadarkan kita bahwa pengelolaan stresor sangat penting dalam kehidupan sehingga tidak menjadikan penurunan berat badan dan peningkatan hormon corticosterone yang identik dengan hormon kortisol pada manusia.

Penulis AIP: Dr. Margarita M. Maramis, dr. SpKJ(K), FISCM.

Informasi dari survei dapat dibaca pada: https://dergipark.org.tr/en/pub/ijdshs/issue/83662/1376508 atau https://doi.org/10.33438/ijdshs.1376508

Baca juga: Mahasiswa FTMM Raih Kesempatan Belajar di Korea University Lewat IISMA