Universitas Airlangga Official Website

Terapi Penerimaan dan Komitmen pada Remaja dengan Fobia Sosial

Seluruh isu kesehatan dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) diintegrasikan ke dalam satu tujuan: memastikan kehidupan yang sehat dan meningkatkan kesejahteraan bagi semua orang dari segala usia, termasuk kesehatan mental. Fobia sosial merupakan masalah kesehatan mental yang sering dikaitkan dengan remaja. Fobia sosial adalah ketakutan yang tidak rasional terhadap pandangan negatif orang lain. Remaja dengan fobia sosial akan terganggu dalam aktivitas sosial sehari-hari dan kehilangan pembelajaran karena menghindari interaksi yang menyebabkan masalah akademik di sekolah. Remaja perempuan lebih banyak mengalami fobia sosial dibandingkan remaja laki-laki. Faktor biologis dan lingkungan menjadi penyebab terjadinya fobia sosial pada remaja. Penatalaksanaan fobia sosial meliputi psikofarmasi, terapi kognitif, pernapasan dalam, Terapi Penerimaan dan Komitmen (ACT). Saat ini, ACT lebih direkomendasikan untuk digunakan dalam meringankan remaja yang menderita fobia sosial selain untuk terapi kognitif.

Seluruh isu kesehatan dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) diintegrasikan ke dalam satu tujuan: memastikan kehidupan yang sehat dan meningkatkan kesejahteraan bagi semua orang dari segala usia, termasuk kesehatan mental. Masa remaja adalah salah satu masa paling penuh petualangan dalam kehidupan manusia. Penelitian dalam beberapa dekade terakhir menunjukkan bahwa tingkat kejadian remaja yang mengalami gejala patologi perilaku atau emosional semakin meningkat dan bahkan menjadi masalah.1 Salah satu masalah kesehatan mental yang terkait dengan masa remaja adalah fobia sosial, yang sering disebut sebagai gangguan kecemasan sosial (SAD) . Hal ini digambarkan sebagai hal yang lazim di kalangan remaja dan fenomena ini dianggap sebagai masalah global. Meskipun demikian, muncul informasi tentang manifestasinya sebagai salah satu masalah psikologis utama di kalangan remaja. Keadaan ini juga menyebabkan buruknya perkembangan kepribadian yang dapat mengikuti masa remaja hingga dewasa.2,3

Fobia sosial bermanifestasi sebagai ketakutan berinteraksi dan tampil di depan umum yang menghambat kemampuan makan, menari, berbicara, atau berpartisipasi dalam berbagai aktivitas yang melibatkan interaksi sosial. Hal ini terutama terlihat di kalangan remaja sekolah menengah atas selama kegiatan ko-kurikuler seperti menyanyi, kompetisi debat dan kuis, pelatihan, belajar, dan lain-lain.2

Remaja yang mengalami kecemasan sosial kehilangan kesempatan belajar karena kecenderungan untuk menghindari interaksi. Perhatian terhadap informasi akademis mungkin terganggu oleh fokus berlebihan pada kecemasan mereka, sementara kemampuan untuk memantau dan mengubah komunikasi dengan teman sebaya dan instruktur mungkin terdistorsi oleh ketakutan akan evaluasi negatif dan ketika berpartisipasi dalam seminar, remaja yang cemas secara sosial menilai kompetensi yang buruk sehingga mengakibatkan penurunan. dalam kualitas hidup.4

Gangguan kecemasan sosial merupakan gangguan kejiwaan kronis dan melemahkan yang menunjukkan gejala awal yang khas pada masa remaja bahkan masa kanak-kanak dengan rata-rata timbulnya usia 15 tahun dengan kemungkinan 90% berkembang sebelum usia 25 tahun.4 Fobia adalah salah satu bentuk kecemasan dengan fokus tertentu atau mungkin takut pada laba-laba, berada di ruangan terbuka, atau di ketinggian. Sedangkan fobia sosial merupakan salah satu penyakit jiwa yang banyak dihadapi orang dewasa, namun tidak terkecuali pada remaja yang masih mengalami perubahan baik perubahan fisik maupun psikis. Fobia sosial merupakan ketakutan yang tidak rasional terhadap pandangan negatif orang lain sehingga menimbulkan kecemasan yang tinggi terhadap lingkungan sosialnya. Hal ini disebabkan oleh cara berpikir atau kognisi individu yang menyimpang, yaitu merasa semua orang memandang dirinya dan menilainya. Sehingga cenderung menghindari situasi sosial, seperti berbicara di depan umum, tampil di panggung, bekerja dalam pengawasan, makan di tempat umum, dan juga berinteraksi dengan orang banyak karena takut melakukan sesuatu yang memalukan.5

Prevalensi fobia sosial berbeda dari satu negara ke negara lain tergantung pada budaya, sosiodemografi, metodologi, dan alat diagnostik yang digunakan. Misalnya, prevalensi fobia sosial seumur hidup di negara-negara Barat berkisar antara 3 hingga 13%, namun di wilayah lain di Eropa, prevalensinya berkisar antara 3,5% hingga 16%.4 Penelitian menunjukkan bahwa remaja perempuan lebih sering mengalami fobia sosial dibandingkan remaja.6

Dokter harus mengintensifkan upaya untuk mengadakan seminar tentang implikasi intervensi ini sebagai langkah efektif dalam pengobatan fobia sosial di kalangan remaja. Manajemen rumah (orang tua/wali) dan sekolah harus bekerja sama untuk mengurangi kejadian fobia sosial pada remaja di sekolah, yang akan selalu meningkatkan kinerja sosial dan akademik mereka. Para pengambil kebijakan dan masyarakat harus mewaspadai intervensi ini (ACT) dan mengupayakan penggunaannya secara efektif untuk mengurangi fobia sosial di kalangan remaja di masyarakat.

Penulis: Dr. Yunias Setiawati, dr.,Sp.K.J(K)

Untuk lebih detail dapat diunduh di https://indoscholar.com/jccp/index.php/jccp/article/view/41