Universitas Airlangga Official Website

Terbentuknya Permukiman Kristen di Kawasan Perkotaan Yogyakarta

IL by Mitrapost

Sudah banyak difahami bahwa awal mulanya Kristen berkembang di kalangan orang Jawa terjadi di kawasan pedesaan atau perkebunan. Kawasan tersebut relatif tertutup yang berakibat pada rendahnya interaksi sosial orang Jawa Kristen dengan komunitas di luar kawasan tersebut. Dengan demikian, pimpinan Jawa Kristen dengan mudah menjaga iman Kristen pengikutnya. Di akhir abad ke-19, kawasan Jawa Kristen ini terdapat di wilayah kultural Jawa, Jawa Timur dan Jawa Tengah, seperti di Ngoro (Mojokerto), perdesaan sekitar Gunung Muria, dan Karangjoso (Purworejo). Secara berurutan, pimpinan Kristen di ketiga daerah tersebut adalah Conrad Laurens Coelen, Kyai Ibrahim Tunggul Wulung, dan Kyai Sadrach Suropranoto.

Mirip dengan pertumbuhan Jawa Kristen di perdesaan tersebut, pertumbuhan Kristen di kawasan perkotaan Yogyakarta terjadi dengan cara serupa. Namun, jika pertumbuhan Kristen di kawasan perdesaan terjadi lebih karena ikatan primordial seperti masalah etnisitas dan bahasa, di kawasan perkotaan Yogyakarta juga ditopang oleh faktor-faktor lanjutan dari kristenisasi di Yogyakarta pada peralihan abad ke-19 ke abad ke-20.

Jika Kristen yang mulanya berkembang di kawasan perdesaan tersebut disebut Kristen Jowo, maka yang berkembang di wilayah perkotaan dapat disebut sebagai Kristen Londo. Kristen Jowo merupakan ajaran Kristen yang ditafsirkan dan diajarkan melalui perenungan akulturatif oleh para pimpinan orang Jawa Kristen. Mereka memformulasi ajaran Kristen agar lebih mudah ditangkap, difahami, dan diterima oleh orang Jawa pada masa tersebut. Menjadi Kristen tidak harus kehilangan atau meninggalkan ke-Jawa-an yang telah melekat.

Sedangkan Kristen Londo ialah ajaran Kristen yang disampaikan secara ideal menurut para penyebar Kristen (zendeling) Eropa. Idealisme para zendeling pada masa itu menganggap bahwa Kristen yang sebenarnya ialah dalam versi Barat. Seluruh ajaran, tradisi, kebiasaan sehari-hari baik yang bersifat kultural dan spiritual yang tidak menurut Kristen Barat tersebut dianggap ajaran kafir. Salah satu indikasi dari menganut Kristen á la Barat ini ialah pembaptisan oleh pendeta Eropa atau pendeta Jawa yang sebelumnya telah dibaptis dan ditetapkan sebagai pendeta oleh institusi kekristenan Eropa.

Terlepas dari beragam persyaratan dan kewajiban yang melekat jika mengikuti Kristen Londo ini, ternyata lembaga penyebar Kristen (zending) di Yogyakarta, Zending der Gereformeerde Kerken in Nederland (ZGKN), menyediakan berbagai fasilitas untuk menunjang penyebaran Kristen di Yogyakarta dan kawasan sekitarnya. Fasilitas-fasilitas tersebut seperti sekolah, rumah sakit, panti asuhan, serta beberapa posisi pekerjaan yang terdapat di gereja, sekolah, rumah sakit, dan insititusi-insitusi lain yang dikelola oleh zending.

Di Yogyakarta, fasilitas-fasilitas tersebut terdapat di wilayah Gondokusuman, terutama Klitrèn, di jalur masuk menuju kota Yogyakarta dari arah Surakarta. Di kawasan tersebut terdapat Rumah Sakit Petronella (sekarang, Bethesda), gereja, sekolah, dan beberapa fasilitas pendukungnya. Alhasil, orang Jawa Kristen yang mengikuti Kristen orang Eropa tersebut bertempat tinggal di dalam atau seputaran kawasan ini. Kedekatan tempat tinggal dan tujuan sekolah menjadi pertimbangan penting bagi orang Jawa Kristen pada masa itu. Sebagian dari mereka bekerja sebagai perawat, dan pendukung tenaga medis di rumah sakit. Sebagian lainnya bekerja di gereja sebagai pembantu pendeta untuk mengajarkan Al Kitab pada orang Jawa di Yogyakarta dan sekitarnya. Ada pula dari mereka yang bekerja di lingkup pendidikan, sebagai guru. Sementara itu, anak-anak generasi awal orang Jawa Kristen ini mendapatkan pendidikan gaya Barat juga di kawasan ini.

Di satu sisi, tampak bahwa kawasan ini berkembang seperti kawasan “tertutup” seperti di perdesaan, namun di sisi lain ikatan keagamaan Barat juga berpengaruh. Para penghuni kawasan ini tidak hanya orang Jawa Kristen, namun juga orang-orang Eropa yang telah hadir lebih dahulu di Yogyakarta maupun yang baru hadir di Jawa pada penghujuan abad ke-19 dan awal abad ke-20. Selain itu, penganut Kristen dari etnis lain yang dipekerjakan oleh lembaga Kristen di Yogyakarta ini juga menempati kawasan ini. 

Pada awal abad ke-20, wilayah tersebut masih relatif jauh dari pusat kota Yogyakarta, kraton. Dalam perkembangannya, kawasan ini kemudian termasuk sebagai wilayah kota Yogyakarta. Lebih dari, kawasan ini memang berdekatan dengan wilayah hunian Eropa di Yogyakarta, Niewu Wijk (Kotabaru), sehingga tak heran jika berdekatan dengan stasiun kereta api (Lempuyangan), sebagai fasilitas transportasi modern. Sebagian dari orang Jawa yang tinggal di kawasan ini juga bekerja di stasiun kereta api. Memori kolektif masyarakat menyatakan bahwa nama inti kawasan Kristen ini, Klitrèn, berasal dari “koolie trein”, pekerja Kereta Api. 

Sekalipun sekarang kawasan ini tidak sepenuhnya dihuni oleh penganut Kristen, namun jejak masa silam peninggalan Kristen masih dapat ditemukan. Setidaknya terdapat beberapa bangunan milik lembaga Kristen pada masa kolonial Belanda, seperti Rumah Sakit Bethesda, Mall Galeria yang dulu pernah menjadi tempat berdirinya gedung gereja ZGKN pertama, dan Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW). Demikian pula pada rumah-rumah di kampung dalam kawasan ini dapat dilacak pemilik awalnya adalah orang Jawa Kristen.

Penulis: Dr. Johny A. Khusyairi, M.Si., M.A.

Informasi detil dari riset ini dapat dilihat pada tulisan saya di:

Al Qalam, Vol. 29, No. 1, Juni 2023

http://jurnalalqalam.or.id/index.php/Alqalam/article/view/1213