Universitas Airlangga Official Website

Trauma Tembus Leher

Luka tembus leher adalah luka tembus yang terjadi pada leher. Penyebab luka tembus leher adalah berasal dari luka tembak, luka tusuk, atau penetrasi  benda asing (misalnya kaca atau pecahan peluru) yang menembus otot platisma (otot mimik wajah). Luka tembus leher dapat menyebabkan cedera yang mengancam jiwa terutama bila mengenai pada sistem nafas, pencernaan, saraf dan pembuluh darah. Mekanisme trauma luka tembus leher disebabkan menembusnya dari benda tajam melewati otot platisma. Apabila menembus platisma, kemungkinan trauma yang terjadi dapat mengenai struktur penting di daerah leher.

Tanda klinis yang tampak dibagi menjadi tanda ringan (soft sign) dan tanda kuat (hard sign). Tanda ringan berupa batuk berdarah (hemoptisis), perdarahan dari rongga orofaring, sesak, sulit menelan, gangguan bersuara, bengkak hematom tak bertambah besar, kebocoran udara dari pipa dada (chest tube), krepitasi (udara bawah kulit). Tanda kuat berupa ganguan jalan nafas memberat, hematom meluas atau berdenyut, perdarahan aktif, syok perdarahan, muntah darah, penurunan fungsi saraf, empisema (udara bawah kulit) yang meluas, gelembung – gelembung udara dari luka.

Hard sign perlu diketahui karena 90 % merupakan trauma mayor, memerlukan kontrol jalan nafas lebih awal, perluasan hematom dapat menyebabkan penekanan pada jalan nafas yang makin progesif. Pada keadaan awal ini memerlukan pemeriksaan klinis yang cermat dan jangan melakukan diagnostik CT scan di awal yang akan menyebabkan terlewatnya monitoring.

Penanganan darurat meliputi penanganan general, evaluasi awal dan intervensinya (primary survey), penanganan jalan nafas dan pemeriksaan klinis (secondary survey). Tindakan awal adalah melakukan stabilisasi pasien selanjutnya melakukan diagnostic imaging meliputi X ray neck/C spine, X ray thorak melihat adanya udara retrofaring, pneumomediastinum, benda asing, patah tulang.

Pemeriksaan CT angiogram atau arteriografi untuk memastikan lokasi cederapembuluh darah dan derajat dari trauma pembuluh darah , esofagoskopi atau esofagrafi, laringotrakeoskopi atau broskoskopi. Pembagian Zona di leher pada trauma leher yaitu : Zona 1 dengan batas tulang Klavikula hingga  kartilago krikoid, Zona 2 dengan batas : Kartilago krikoid hingga sudut mandibula, dan Zona 3 berada  di atas sudut mandibula, lokasi  luka sisi luar ( pada kulit) menunjukkan asal benda tajam itu menembus.

Penanganan pada jalan nafas,   jika ragu – ragu  pada integritas laring makan  trakeostomi lebih aman daripada intubasi. Satu upaya intubasi oleh sejawat anestesi  paling berpengalaman dengan  Endotrakeal tube satu ukuran lebih kecil. Jika gagal intubasi pada  jalan napas maka harus dilakukan trakeostomi. Trakeostomi darurat lebih disukai daripada krikotirotomi. Pertimbangkan intubasi jika ada Stridor, Hemoptisis, Emfisema subkutan, hematom yang makin luas.

Pada proses pernafasan: minimalkan BVM ( bag valve mask) dimana tekanan positif dapat menyebabkan udara masuk ke jaringan lunak dan terjadi empisema kutis. Pertimbangkan ultrasound atau rontgen foto dada, terutama jika cedera Zona I. Pada sistem sirkulasi darah : pemasangan infus intravena pada sisi berlawanan dari tempat cedera. Pada disabilitas kelemahan anggota gerak, terjadi  defisit neuro mungkin sekunder akibat cedera langsung mengenai saraf pusat atau iskemia serebral sekunder akibat cedera karotis. Tempatkan Collar brace (penyangga leher) hanya jika: defisit neuro, atau cedera tumpul yang signifikan.

Penanganan trauma tembus leher dengan penerapan tanpa zona leher sama dengan penerapan ATLS (Advanced Trauma Life Support). Pasien dengan kondisi tidak stabil disertai tanda hard sign atau trauma organ visceral segera dilakukan pembedahan eksplorasi. Untuk pasien stabil, dilakukan diagnostik Komputer Tomografi dengan angiografi.

Penanganan dengan pendekatan tanpa zona banyak digunakan saat ini, berbeda dengan zona anatomical yang sudah digunakan 50 tahun yang lalu. Pendekatan tanpa zona menerapkan perkembangan teknologi Multi Detector Computed Tomography – Angiography untuk mengetahui  lebih detail trauma leher yang terjadi.

Penulis: Dr. Marjono Dwi Wibowo, dr. Sp.B(K)KL.

Link: https://www.balimedicaljournal.org/index.php/bmj/article/view/4830