Gaya hidup pasif atau sedenter adalah suatu gaya hidup cenderung kurang dalam bergerak atau tidak aktif dalam melakukan kegiatan fisik sehingga energi yang dikeluarkan dari dalam tubuh terhitung sangat rendah. Gaya hidup pasif biasanya juga diikuti dengan pola makan yang tidak teratur bahkan dengan kandungan gizi dalam makanan juga tidak sehat. Akibatnya apabila seseorang tetap menjalani gaya hidup yang pasif akan menyebabkan peningkatan penumpukan akumulasi lemak tubuh, yang dapat menyebabkan kelebihan berat badan dan kegemukan. Berat badan yang lebih tinggi daripada normal ini dapat meningkatkan beberapa resiko penyakit metabolic seperti kencing manis dan penyakit jantung. Selain itu, individu yang kelebihan berat badan dengan nilai body mass index (BMI) 25-29,9 kg/m2 cenderung mengalami peningkatan penanda radang, yaitu antara lain kadar C-reactive protein (CRP) dibandingkan dengan iÂÂÂÂÂÂÂndividu yang memiliki nilai BMI normal <25 kg/m2.
Adanya akumulasi lemak yang tinggi tersebut menyebabkan peningkatkan produksi radikal bebas. Hal itu memicu peningkatan pembuatan sitokin pro-radang seperti IL-6, TNF-α, dan IL-1β yang merupakan regulator utama untuk pembuatan CRP. Ketiga sitokin ini akan meningkatkan laju transkripsi CRP. Meningkatnya laju transkripsi CRP pada individu yang sedenter yang kelebihan berat badan jika dibiarkan terus menerus akan berpengaruh terhadap penurunan sistem kardiovaskular atau meningkatkan resiko penyakit jantung.
Salah satu metode yang bisa dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut adalah melalui pendekatan non farmakologis yaitu melalui latihan fisik. Latihan fisik terbukti dapat meningkatkan kebugaran dan kesehatan kardiovaskular dengan menurunkan status pro-radang, yang menjadi penyebab sintesis CRP. Salah satu bentuk latihan yang bisa di lakukan adalah dengan HIIT (High Intensity Interval Training) atau latihan intensitas tinggi secara interval. HIIT yaitu bentuk latihan fisik yang mengkombinasikan intensitas tinggi dan dikombinasikan dengan intensitas sedang dan rendah secara berulang. Latihan HIIT juga digemari oleh kalangan masyarakat, terbukti karena telah menjadi tren latihan fisik nomor 3 di seluruh dunia. Akan tetapi dosis latihan yang tepat terhadap perubahan pada CRP saat dilakukan intervensi HIIT pada beberapa studi masih diperdebatkan. Guna mengetahui variasi intensitas latihan yang tepat dan efektif dalam menurunkan status pro radang pada sedentary lifestyle yang overweight, dapat di cerminkan salah satunya melalui penurunan kadar CRP dan peningkatan kebugaran dalam hal ini VO2max. Sebuah penelitian dengan eksperimental menggunakan desain pretest posttest control group design, yaitu terdapat pengambilan data sebelum perlakuandan sesudah perlakuan. Dengan terbagi dua yaitu kelompok eksperimen yang diberi perlakuan latihan fisik intensitas tinggi secara interval(HIIT)dan kelompok kontrol tanpa intervensi. Subjek penelitian adalah perempuan yang dikategorikan dalam indeks masa tubuh (IMT) Asia Pasifik kategori kelebihan berat badan (overweight) yaitu pada 23-24,9, umur 21-30 tahun, dan kategori sedenter. Protokol HIIT yang digunakan adalah latihan fisik intensitas tinggi yaitu sebesar 90% denyut nadi maksimal (HRmax) dilakukan secara interval, yaitu latihan fisik menggunakan ergocycle selama 10 detik dengan kecepatan 100 rpm dan 50 detik dengan kecepatan 50 rpm, dilakukan secara bergantian (interval), dengan total waktu 20 menit. Latihan dilakukan 3x/minggu atau sebanyak 8 sesi.
Hasil dari penelitian adalah terjadi peningkatan kebugaran (VO2max) pada kelompok HIIT, sedangkan kelompok kontrol tidak terjadi penurunan. Peningkatan VO2max pada HIIT dapat terjadi karena adanya peningkatan ketersediaan oksigen karena efek sentral pada curah jantung, kemudian dipengaruhi pula oleh adaptasi perifer dengan peningkatan kemampuan untuk mengambil dan menggunakan ketersediaan oksigen yang tersedia karena peningkatan potensi oksidasi otot. Sejalan dengan meningkatnya VO2max, terdapat penurunan kadar CRP pretest-posttest pada kelompok HIIT meskipun tidak terjadi perbedaan yang signifikan. Sebaliknya, pada kelompok kontrol terjadi kenaikan tidak bermakna dari nilai baseline. Pengaruh jumlah pelatihan yang hanya 2 minggu mungkin menjadi faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan CRP yang tidak signifikan, meskipun ada potensi penurunan CRP. Simpulan, HIIT sealma 8 sesi dapat meningkatkan VO2max, namun belum nyata dalam meenurunkan kadar CRP. Rekomendasi latihan fisik ini tepat untuk menjaga kebugaran wanita yang overweight. Sedangkan untuk penurunan penanda radang CRP, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut.
Penulis: Gosy Endra Vigriawan, S. Or., M.Kes; Dr. Lilik Herawati, dr., M.Kes
Informasi detail mengenai research artikel ini dapat dilihat pada tulisan kami di:
https://efsupit.ro/images/stories/februarie2022/Art%2055.pdf
Vigriawan, G.E., Putri, E.A.C., Rejeki, P.S., Qurnianingsih, E., Kinanti, R.G., Mohamed, M.N.A., Herawati, L., 2022. High-intensity interval training improves physical performance without C-reactive protein ( CRP ) level alteration in overweight sedentary women. J. Phys. Educ. Sport 22, 442–447.