Vertigo didefinisikan sebagai sensasi pergerakan yang menyimpang saat kepala bergerak normal, di mana oleh masyarakat umum dan tenaga medis dikenal dengan keluhan pusing berputar. Vertigo sendiri hanya merupakan suatu gejala dari suatu penyakit yang mendasari, seperti gangguan keseimbangan perifer (Benign Paroxysmal Positioning Vertigo (BPPV), vestibular neuritis, Meniere’s disease), gangguan sentral di sistem saraf pusat (otak dan batang otak), penyakit jantung (kardiovaskular) ataupun psikosomatis. Diagnosis penyebab vertigo ini harus segera ditegakkan agar mendapatkan terapi yang sesuai. Apabila penegakkan diagnostik ini ditunda, dapat berisiko kemungkinan penyakit yang mendasari ini bertambah buruk.
Vertigo memberikan dampak pada layanan kesehatan dan beban ekonomi. Dampak ekonomi seperti waktu yang hilang karena izin tidak bekerja, dan gangguan kualitas hidup seperti peningkatan resiko jatuh, dan resiko kekambuhan timbul bila masalah ini tidak ditangani. Penanganan vertigo dapat melibatkan dokter umum, dokter spesialis THTKL, spesialis saraf, atau spesialis jantung sesuai dengan penyebab vertigo tersebut. Beberapa pasien vertigo juga mengeluh gangguan pendengaran sehingga diperlukan juga pemeriksaan pendengaran yaitu audiometri. Hasil audiometri tersebut dapat diketahui ambang pendengaran dan jenis gangguan pendengaran tersebut.
Di luar negeri keluhan vertigo sudah mendapatkan perhatian khusus baik melalui berbagai penelitian serta edukasi awam. Di Indonesia tidak banyak penelitian tentang vertigo, bahkan masyarakat umum mengira vertigo suatu penyakit yang cukup diobati saja seperti sakit kepala atau hanya ditangani oleh dokter spesialis saraf saja. Hal ini membuat Dr. dr. Nyilo Purnami, Sp.THT-KL(K), FICS, FISCM, dr. Ronald Pascal Kelejan, yang merupakan tim peneliti dari RSUD Dr. Soetomo tertarik untuk meneliti karakteristik vertigo pada pasien yang berobat di poli audiologi RS Dr. Soetomo Surabaya. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2020 sampai Maret 2020. Sampel penelitian ini adalah semua pasien dengan diagnosis vertigo yang diambil dari rekam medik di URJ Neuro-Otologi RSUD dr. Soetomo periode Januari 2017 sampai Desember 2019. Variabel yang diteliti yaitu data demografi, pemeriksaan vestibular, audiometri, serta diagnosis vertigo. Kriteria inklusi adalah pasien dengan diagnosis vertigo berdasarkan International Classification of Diseases 10th Revision (ICD-10). Gangguan pendengaran didapatkan dari hasil tes audiometri nada murni, yaitu nilai rerata ambang pendengaran atau Pure Tone Average (PTA) kedua telinga. Kriteria normal hearing pada penelitian ini adalah PTA ≤25dB berdasarkan World Health Organization (WHO). Jenis gangguan pendengaran dibedakan antara Normal Hearing. Sensorineural Hearing Loss (SNHL) Conductive Hearing Loss (CHL), dan Mixed Hearing Loss (MHL). Gangguan pendengaran dapat mengenai satu sisi telinga (unilateral) atau kedua telinga (bilateral).
Berdasarkan penelitian tersebut terdapat 123 pasien vertigo terdiri dari 42 laki-laki dan 81 perempuan. Kelompok usia terbanyak 41-60 tahun. Diagnosis terbanyak yaitu other peripheral vertigo 37,40%, diikuti disorder of vestibular function, unspecified 15,45%, BPPV 14,63%, Meniere’s disease 8,94%, dizziness 8,94%, vertigo sentral 8,13%, dan vestibular neuritis 6,50%. Tipe gangguan pendengaran yaitu normal hearing 47.97%, Conductive Hearing loss (CHL) 6.10%, Sensorineural Hearing Loss (SNHL) 21.54%, Mixed Hearing Loss (MHL) 11.38%. Lokasi gangguan pendengaran unilateral 23,58% dan bilateral 26,83%. Nilai rerata Pure Tone Average (PTA) vertigo dengan gangguan pendengaran yaitu 52,54 dB telinga kanan dan 55,96 dB telinga kiri.
Hal ini menunjukkan bahwa Mayoritas pasien terdiagnosis vertigo terkait gangguan keseimbangan perifer. Jenis kelamin perempuan lebih banyak dibanding laki-laki, kelompok usia terbanyak antara 41-60 tahun. Mayoritas pasien vertigo memiliki pendengaran yang normal. Gangguan pendengaran terbanyak adalah tipe SNHL rerata PTA 52,54 dB telinga kanan dan 55,96 dB telinga kiri. Penelitian ini masih terdapat keterbatasan karena data diambil hanya yang berobat ke instalasi rawat jalan, tidak termasuk pasien yang berobat di instalasi gawat darurat.. Melalui penelitian ini diharapkan masyarakat lebih waspada akan gejala vertigo dan mendapatkan penanganan sesuai dengan penyakit yang mendasari gejala vertigo tersebut.
Oleh: Ronald Pascal Kelejan, dr ; Dr. Nyilo Purnami, dr., Sp.THT-KL(K), FICS, FISCM