Universitas Airlangga Official Website

Analisis Kestabilan dan Kontrol Optimal Model Matematika Penyebaran Penyakit Tuberkulosis pada Perokok

Analisis Kestabilan dan Kontrol Optimal Model Matematika Penyebaran Penyakit Tuberkulosis pada Perokok
Sumber: Ciputra Hospital

Tuberkulosis (TB), disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis, menyebar melalui udara dan terutama menyerang paru-paru, meskipun dapat juga memengaruhi bagian tubuh lainnya. TB paling sering merusak paru-paru, menyebabkan gejala seperti batuk kronis, nyeri dada, dan batuk berdarah, yang mengakibatkan kesulitan bernapas. Penularan terjadi ketika individu dengan TB aktif melepaskan bakteri ke udara melalui tindakan seperti batuk, bersin, atau berbicara. Bakteri yang terbawa udara ini dapat terhirup oleh orang lain, menyebabkan infeksi baru. Infeksi TB dapat berupa TB laten, di mana bakteri tetap tidak aktif dan individu tidak menular, atau TB aktif, di mana bakteri aktif dan individu dapat menyebarkan penyakit kepada orang lain.

Individu dengan TB laten tidak menunjukkan gejala dan tidak dapat menularkan infeksi, tetapi mereka memiliki risiko mengembangkan TB aktif, terutama jika sistem kekebalan tubuh mereka melemah. Sebaliknya, mereka yang menderita TB aktif biasanya menunjukkan gejala seperti batuk berkepanjangan, demam, keringat malam, dan penurunan berat badan. Pengobatan yang efektif memerlukan terapi antibiotik dalam jangka waktu lama, dan pengelolaan TB semakin rumit dengan munculnya strain bakteri yang resistan terhadap obat. Strategi pencegahan meliputi vaksinasi dengan vaksin Bacillus Calmette-Guérin (BCG), deteksi dini melalui program skrining, dan memastikan kepatuhan terhadap protokol pengobatan untuk mengurangi penularan dan mencegah perkembangan resistansi obat.

TB adalah penyakit menular kedua paling mematikan di dunia. Jumlah kasus TB tertinggi dilaporkan di negara-negara seperti India, China, Indonesia, Filipina, Pakistan, Nigeria, Bangladesh, dan Afrika Selatan. Dampak TB di negara-negara tersebut bersifat multifaset. Secara ekonomi, TB dapat menyebabkan biaya kesehatan yang signifikan dan kehilangan produktivitas akibat penyakit dan kematian. Pasien sering menghadapi rejimen pengobatan yang panjang yang dapat membebani sumber daya kesehatan pribadi dan publik. Secara sosial, pasien TB sering menghadapi stigma dan pengucilan sosial, yang dapat menghalangi individu untuk mencari intervensi medis dan dukungan tepat waktu. Salah satu faktor signifikan yang berkontribusi pada tingginya penularan TB di komunitas ini adalah kebiasaan merokok. Perokok memiliki risiko dua kali lebih tinggi untuk meninggal akibat TB dan menularkan TB dibandingkan dengan non-perokok. Model matematika memprediksi bahwa merokok akan menyebabkan 18 juta kasus TB dan 40 juta kematian akibat TB di seluruh dunia antara tahun 2010 dan 2050.

Upaya pengendalian TB di negara-negara dengan beban tinggi ini melibatkan strategi komprehensif yang menangani tantangan medis dan sosial. Ini mencakup program skrining dan vaksinasi TB yang luas, kampanye kesehatan masyarakat untuk mengurangi kebiasaan merokok, serta inisiatif pendidikan untuk mengurangi stigma yang terkait dengan penyakit ini. Selain itu, memperkuat infrastruktur kesehatan dan memastikan akses ke pengobatan yang efektif sangat penting untuk mengelola dan mengurangi penularan TB. Perjuangan melawan TB semakin diperumit oleh munculnya TB resistan multidrug (MDR-TB), yang memerlukan protokol pengobatan yang lebih kompleks dan mahal, menekankan perlunya upaya dan pendanaan kesehatan global yang berkelanjutan.

Model matematika telah berkontribusi secara signifikan untuk memahami dinamika penularan TB dan mengembangkan strategi pengendalian. Berbagai model telah dikembangkan untuk memahami dinamika penyakit dan efektivitas intervensi. Penelitian ini memperkenalkan pendekatan baru dengan mengintegrasikan perilaku merokok dan deteksi kasus ke dalam model matematika penularan TB, khususnya dengan fokus pada populasi dengan tingkat merokok tinggi. Berbeda dengan model sebelumnya yang memperlakukan merokok sebagai faktor sekunder, model ini menempatkan kebiasaan merokok sebagai elemen inti dalam dinamika penularan TB. Inovasi ini terletak pada pengenalan strategi pengendalian yang menargetkan perilaku merokok, seperti pembatasan sosial di kalangan perokok, skrining TB khusus, dan pengobatan di komunitas berisiko tinggi.

Inovasi utama dalam penelitian ini adalah mengintegrasikan perilaku merokok sebagai faktor kunci dalam dinamika transmisi TB. Pendekatan ini memberikan pemahaman yang lebih komprehensif tentang penyebaran TB di kalangan perokok dan menyoroti tantangan unik yang dihadapi kelompok rentan ini. Selain itu, penelitian ini mengeksplorasi strategi pengendalian optimal, termasuk penerapan pembatasan sosial di kalangan perokok, pelaksanaan pemeriksaan TB pada populasi berisiko tinggi, dan pemberian pengobatan TB kepada komunitas berpenghasilan rendah. Temuan ini menunjukkan bahwa intervensi ini efektif dan efisien dalam mengurangi jumlah kasus TB, terutama jika mempertimbangkan biaya yang terkait. Dengan memfokuskan pada parameter-parameter yang paling berpengaruh dan menerapkan intervensi yang terarah, kita dapat mengelola dan mengurangi transmisi TB dengan lebih baik.

Namun, hasil ini memiliki beberapa keterbatasan. Model mengasumsikan nilai parameter yang konstan dan tidak memperhitungkan kemungkinan variasi waktu atau keterlambatan dalam progresi dan deteksi TB. Selain itu, meskipun penelitian ini telah memasukkan perilaku merokok, faktor lain seperti koinfeksi dengan penyakit lain, kondisi sosial-ekonomi yang bervariasi, dan pengaruh lingkungan tidak dimasukkan. Faktor-faktor ini dapat lebih menyempurnakan model dan meningkatkan daya prediksinya.

Sebagai langkah selanjutnya, peneliti mengusulkan modifikasi model saat ini menjadi model orde-fraksional. Model fraksional telah terbukti memberikan representasi yang lebih akurat terhadap dinamika dunia nyata karena kemampuannya menangkap efek memori dan proses difusi anomali yang umum terjadi pada sistem biologis. Pendekatan ini dapat menawarkan pemahaman yang lebih mendalam tentang penyebaran TB, terutama dalam populasi dengan pola perilaku yang kompleks seperti perokok. Dengan memasukkan turunan fraksional, model dapat memperhitungkan dampak jangka panjang dari perilaku masa lalu terhadap dinamika infeksi saat ini, yang berpotensi menghasilkan prediksi yang lebih akurat dan strategi pengendalian yang lebih efektif.

Penelitian di masa depan juga akan mencakup pengembangan model untuk memasukkan faktor risiko tambahan, penyempurnaan estimasi parameter dengan data dunia nyata, dan eksplorasi dampak gabungan dari berbagai strategi intervensi dalam kerangka kerja yang lebih holistik. Perbaikan ini bertujuan untuk meningkatkan aplikasi model ini dalam perencanaan kesehatan masyarakat dan pembuatan kebijakan, memastikan bahwa sumber daya dimanfaatkan secara optimal untuk menekan penyebaran TB di kalangan populasi rentan.

Penulis: Cicik Alfiniyah, M.Si., Ph.D

Link: https://www.aimspress.com/article/doi/10.3934/math.20241471

Baca juga: Perilaku Merokok Pada Pasien Stemi