Universitas Airlangga Official Website

Analisis Pengungkapan Emisi Karbon Perusahaan Indonesia

emisi karbon
Ilustrasi emisi karbon (detik.com)

Studi ini menyelidiki apakah pengungkapan emisi karbon mempengaruhi kinerja perusahaan, terutama kinerja pasar. Emisi karbon dioksida (CO2) hanya mencakup pembakaran bahan bakar fosil (batu bara, minyak, dan gas) berdasarkan sektor. Emisi karbon dan emisi gas rumah kaca (GRK) berkontribusi terhadap perubahan iklim yang dapat mengancam keberadaan makhluk hidup di bumi. Emisi GRK telah meningkatkan suhu global hingga sekitar 1°C di atas tingkat pra-industri, menurut Laporan Khusus IPCC 1.5°C. Kenaikan suhu kemungkinan akan mencapai 1,5°C antara tahun 2030 dan 2052. Pemanasan global meningkatkan jumlah dan intensitas peristiwa cuaca ekstrem. Termasuk badai, hujan lebat, banjir, kebakaran, dan gelombang panas. Ini menaikkan permukaan laut, mencairkan gletser, dan membuat laut lebih asam dan hangat. Dampak iklim ini mengancam kehidupan dan mata pencaharian. Misalnya, melalui kelangkaan pangan dan hilangnya tempat tinggal, dan berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi.

Berdasarkan data dari WRI (World Resource Institute) pada tahun 2014 menempatkan Indonesia pada posisi enam besar di dunia sebagai penghasil emisi karbon terbesar dengan tingkat emisi 1,981 miliar ton per tahun. Sehingga membuat pemerintah turun tangan untuk mengurangi jumlah emisi tersebut. Selain itu, Indonesia menempati posisi pertama sebagai negara penghasil emisi karbon terbesar di Asia Tenggara (lihat gambar 1). Indonesia meratifikasi Protokol Kyoto, sebuah perjanjian internasional yang bertujuan untuk mengurangi enam emisi GRK, termasuk karbon dioksida (CO2), metana (CH4), nitrous oxide (N2O), sulfur hexafluoride (SF6), chlorofluorocarbons (CFC) dan perfluorocarbons (PFCs), melalui UU No. 17 tahun 2004 (Gabrielle & Toly, 2000).

Seiring berjalannya waktu, dunia semakin sadar akan ancaman emisi GRK. Sehingga menjadi latar belakang terbentuknya Paris Agreement pada COP ke-21 di Paris tahun 2015. Di mana tujuan utama Paris Agreement adalah menjaga kenaikan suhu global abad ini di bawah 2 derajat celcius dan mendorong upaya pembatasan suhu yang semakin naik hingga 1,5 derajat celcius di atas tingkat pra-industri. Indonesia kembali meratifikasi perjanjian internasional tersebut melalui UU No. 16/2016, yang diharapkan dapat menekan perusahaan untuk mengambil tindakan dalam mengurangi emisi. Di Indonesia sendiri, carbon disclosure tergolong sebagai tindakan sukarela, sehingga tidak wajib bagi perusahaan untuk melaporkan emisi karbonnya kepada publik.

Gambar 1. Trend Report CO2 Southeast Asia (2015-2019)
Source: Joint Research Centre of European Union (diolah kembali)

Banyak sektor berkontribusi terhadap emisi karbon dioksida dari total emisi GRK melalui penggunaan perusahaan energi. Termasuk sektor transportasi, rumah tangga, jasa, pertanian, industri, dan listrik. Perusahaan merupakan penyumbang emisi GRK terbesar melalui kegiatan industri seperti pembakaran bahan bakar fosil, pembuatan semen, dan penggunaan bahan bakar padat, cair, dan gas. Pendorong terbesar emisi GRK secara keseluruhan adalah emisi CO2 dari pembakaran bahan bakar. Di Indonesia, emisi telah meningkat secara signifikan sejak tahun 1990, mencapai tertinggi 581 MtCO2 pada tahun 2019. Sektor industri berkontribusi paling besar, sebesar 37%, diikuti oleh transportasi (27%) dan pembangkit listrik dan panas (27%) (Lihat gambar 2). Emisi sektor industri yang terjadi berhubungan langsung dengan energi dan proses. Sedangkan yang tidak langsung mencakup produksi listrik dan pemanas untuk industri.

Gambar 2. Energy-related CO2 emissions by sector
Source: Climate accountability institute report 2020

Penelitian ekstensif tentang hubungan antara kinerja lingkungan dan kinerja keuangan telah dilakukan di dunia akademis dengan hasil yang beragam. Inisiatif karbon tingkat perusahaan yang efektif dapat meningkatkan reputasi perusahaan dan mengurangi risiko terkait karbon, mengurangi biaya modal dan meningkatkan kinerja keuangan perusahaan juga menemukan bahwa pengurangan emisi secara positif mempengaruhi kinerja perusahaan. Hasil positif ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Matsumura, Prakash, and VeraMunoz (2014), Saka and Oshika (2014), dan Ganda (2017), yang menunjukkan bahwa pengungkapan emisi GRK berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan dan return on assets (ROA). Namun, ada temuan penelitian lain yang kontradiktif di mana pengungkapan emisi GRK memiliki efek negatif terhadap pengembalian investasi (ROI) dan nilai tambah pasar (MVA).

Shiddique et al. (2021) mengatakan bahwa perilaku pengungkapan perusahaan dimotivasi oleh insentif untuk meningkatkan nilai pasar yang didukung oleh teori pensinyalan dan teori pengungkapan sukarela, sedangkan upaya untuk mempertahankan legitimasi didukung oleh teori pemangku kepentingan dan teori legitimasi. Teori sinyal berkaitan dengan informasi yang tersedia untuk umum dan pasar. Investor harus memiliki akses ke informasi yang andal, relevan, dan tepat waktu tentang suatu perusahaan (Rahmawati, 2020). Pengungkapan sukarela adalah pengungkapan yang benar, dengan Hummel dan Schlick (2016) berpendapat bahwa perusahaan dapat memberikan informasi berkualitas tinggi tentang topik yang menguntungkan bagi diri mereka sendiri (kinerja superior) sambil mengungkapkan hanya informasi berkualitas rendah tentang topik yang mungkin merugikan kepentingan mereka (kinerja buruk).

Menurut teori pemangku kepentingan, kepentingan semua pemangku kepentingan harus dipertimbangkan ketika membuat keputusan (Freeman dan Reed, 1983). Teori pemangku kepentingan menekankan membangun hubungan positif dengan pemangku kepentingan untuk meningkatkan kinerja perusahaan (Ranängen, 2017). Teori legitimasi menunjukkan bahwa perusahaan dengan kinerja lingkungan/karbon yang lebih rendah akan membuat pengungkapan kualitatif yang lunak dan tidak dapat diverifikasi tentang kinerja mereka untuk mempertahankan legitimasi dan memenuhi harapan berbagai pemangku kepentingan.

Dalam satu dekade terakhir, terjadi pergeseran isu-isu kajian ilmu keuangan dari yang awalnya hanya mempelajari isu-isu keuangan tradisional. Seperti keputusan investasi, keputusan struktur modal, kebijakan dividen, masalah keagenan dan masalah asimetri informasi; telah beralih ke isu keuangan berkelanjutan seperti isu lingkungan dan sosial terkait kinerja keuangan. Penurunan emisi karbon berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan perusahaan karena perusahaan yang melakukan pengurangan emisi karbon akan mendapat dukungan dan legitimasi dari seluruh pemangku kepentingannya ketika perusahaan menjalankan kegiatan usahanya.

Dukungan dan legitimasi dari seluruh pemangku kepentingan ini muncul. Karena perusahaan-perusahaan yang melakukan pengurangan emisi karbon dalam menjalankan usahanya tidak hanya fokus pada keuntungan saja. Namun juga memperhatikan aspek etika moral yaitu menyelamatkan nyawa manusia yang mulai terancam akibat pemanasan global yang disebabkan oleh pemanasan global. emisi karbon. Dukungan dan legitimasi seluruh pemangku kepentingan tersebut akan memungkinkan perusahaan menjalankan kegiatan usahanya secara efektif dan efisien dalam mencapai tujuan keuangannya.

Secara empiris, hasil penelitian yang dilakukan para peneliti di bidang keuangan juga menunjukkan bahwa aktivitas penurunan emisi karbon yang dilakukan perusahaan terbukti memberikan pengaruh positif terhadap kinerja keuangan perusahaan, baik kinerja operasional maupun kinerja pasar. Namun, beberapa penelitian tersebut mengabaikan unsur tata kelola perusahaan di dalamnya. Maka penelitian ini menghadirkan kebaruan dengan melibatkan tata kelola perusahaan seperti komisaris independen (INDCOM) dan direktur perempuan (FEMDIR). Mengikuti perkembangan terkini terkait lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG) menjadi trending issue yang saat ini populer dalam pengambilan keputusan keuangan jangka panjang. Karena pihak yang mengelola bisnis harus bertumpu pada ketiga isu tersebut.

Implikasi dari penelitian ini mengacu pada hasil yang menunjukkan bahwa kegiatan CED yang dilakukan oleh perusahaan, selain membawa manfaat bagi perusahaan dengan meningkatkan kinerja keuangan, juga membantu pemerintah Indonesia mewujudkan komitmennya untuk mencapai net zero emisi pada tahun 2060 atau lebih awal. Emisi net zero merupakan upaya menyeimbangkan jumlah karbon dioksida atau gas rumah kaca yang dilepaskan ke atmosfer dengan mengurangi emisi gas rumah kaca dalam suatu kegiatan atau menghilangkan total emisi gas rumah kaca. Kegiatan perusahaan yang membantu mengurangi emisi karbon di atmosfer juga akan melindungi masyarakat dari risiko bencana akibat perubahan iklim. Saran yang dapat kami berikan kepada perusahaan khususnya di Indonesia selain menerbitkan laporan tahunan juga melaporkan laporan keberlanjutan kegiatan yang berkaitan dengan pengurangan karbon. Perusahaan juga perlu mengintegrasikan gagasan pengurangan emisi karbon ke dalam kebijakan bisnisnya, seperti menerapkan konsep investasi hijau dan dana hijau.

Bagi pemerintah, saran yang bisa kami berikan adalah terkait dengan reward yang diberikan kepada perusahaan yang telah berusaha dan berkontribusi dalam penurunan emisi karbon. Investor pasar modal juga harus memperhatikan penurunan emisi karbon yang dilakukan perusahaan ketika memilih saham perusahaan untuk dimasukkan dalam portofolio investasinya karena perusahaan yang mengurangi emisi karbon terbukti memiliki kinerja yang lebih baik.

Penulis: Prof. Dr. Muhammad Madyan, S.E., M.Si., M.Fin.
Baca juga: Memanfaatkan Filter Asap untuk Kurangi Emisi Karbon