Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) menimbulkan ancaman kesehatan yang signifikan, terutama bagi anak-anak di bawah usia lima tahun, karena berpotensi mengakibatkan kematian. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) umumnya terjadi pada anak-anak, bayi, dan balita. Penelitian ini menganalisis hubungan beberapa faktor penyebab terjadinya ISPA pada Balita, yaitu suhu, kelembaban, paparan asap rokok, dan penggunaan obat nyamuk. Dalam beberapa dekade terakhir, penelitian kesehatan semakin berfokus pada faktor lingkungan dan perilaku yang berdampak pada kejadian ISPA pada anak balita.
Salah satu aspek yang telah menjadi fokus signifikan adalah kualitas udara dalam ruangan dan variabel terikatnya. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kejadian ISPA pada anak balita antara lain suhu, kelembaban, dan ventilasi di rumah. Selain itu, penggunaan obat nyamuk bakar dan perilaku merokok anggota keluarga juga dapat mempengaruhi kejadian ISPA pada anak balita. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis risiko yang terkait dengan suhu, kelembaban, ventilasi, penggunaan obat nyamuk bakar, dan perilaku merokok terhadap kejadian ISPA pada anak balita.
Penjelasan
Penelitian ini menggunakan metode meta analisis dengan melakukan penelusuran pustaka kemudian mencari nilai effect size menggunakan JASP. Studi ini akan mengukur antara lain tentang suhu, kelembaban, ventilasi, penggunaan obat nyamuk bakar, perilaku merokok, dan dampaknya terhadap ISPA pada balita di Indonesia dari tahun 2013-2023.
Penelitian dengan meta-analisis menunjukkan bahwa perilaku merokok anggota keluarga merupakan risiko ISPA tertinggi pada balita dengan nilai PR=E1,57=4,572 (95% CI 1,28-1,77). Ini menandakan bahwa risiko ISPA pada anak balita sekitar 4,572 kali lebih tinggi ketika anggota keluarga merokok. Selain itu, ventilasi adalah risiko ISPA tertinggi kedua pada balita, dengan PR = E1,36 = 3,896, menunjukkan bahwa risiko ISPA pada anak balita meningkat sekitar 3,896 kali. Resiko meningkat ketika kondisi ventilasi tidak memenuhi syarat daripada dengan kondisi ventilasi yang memenuhi syarat.
Kemudian kondisi kelembaban dengan nilai PR=E1,31=3,706, menunjukkan bahwa risiko ISPA pada anak balita meningkat sekitar 3.706 kali ketika kondisi kelembaban tidak memenuhi syarat daripada dengan kondisi kelembaban yang memenuhi syarat. Variabel lainnya, seperti risiko suhu udara meningkatkan kejadian ISPA hingga 2.829 kali. Hal ini dapat dilihat pada hasil forest plot PR E1,04=2,829. Sementara obat nyamuk bakar yang berdampak hingga 2.293 kali meningkatkan risiko ISPA pada Balita. Hasil analisis risiko menunjukkan adanya hubungan antara suhu rumah yang tidak memenuhi syarat dengan risiko ISPA pada anak balita. Risiko ISPA pada balita meningkat sekitar 2.829 kali jika suhu tidak memenuhi persyaratan daripada suhu yang memenuhi persyaratan.
Penutup
Hasil meta-analisis menunjukkan bahwa perilaku merokok anggota keluarga membawa risiko tertinggi untuk ISPA pada anak balita, meningkatkan risiko sekitar 4.572. Ventilasi yang tidak memadai menempati peringkat sebagai risiko tertinggi kedua, dengan PR sekitar 3.896 kali lebih tinggi. Itu kemudian diikuti oleh kelembaban, dengan PR sekitar 3.706 kali lebih tinggi. Variabel lain, termasuk suhu dan penggunaan obat nyamuk bakar, juga menunjukkan hubungan yang signifikan dengan ISPA pada anak balita. Namun, hasilnya dapat bervariasi tergantung kondisi. Oleh karena itu, lebih baik mengurangi kegiatan merokok di dalam ruangan. Selain itu, juga perlu mengontrol kelembaban dan memastikan ventilasi rumah tepat untuk menurunkan tingkat ISPA. Layanan kesehatan dapat memprioritaskan mendidik keluarga tentang menjaga udara dalam ruangan yang sehat.
Penulis: Dr. R. Azizah, S.H., M.Kes
https://publish.kne-publishing.com/index.php/JAPH/article/view/14543
Baca Juga: Mahasiswa FH UNAIR Raih Juara 2 Lomba Silat Tingkat Nasional