Universitas Airlangga Official Website

Cangkang Kerang Mutiara sebagai Pembentuk Nanokarbonat-Hidroksiapatit

Foto by Bobo.ID

Potensi limbah bahan biogenik seperti tulang dan cangkang di Indonesia cukup besar ketersediaannya dan dapat digunakan sebagai bahan dasar hidroksiapatit (HA) dan karbonat hidroksiapatit (CHA). Salah satunya adalah cangkang kerang mutiara (Pinctada maxima). Badan Pusat Statistik Sumber Daya Kelautan dan Pesisir mencatat bahwa budidaya kerang mutiara di Indonesia merupakan salah satu jenis budidaya kerang yang sedang berkembang karena memiliki potensi yang sangat baik sebagai sumber kalsium karbonat yang mudah diproduksi dan murah.

Komposisi tulang alami manusia mengandung ion karbonat yang bervariasi pada kisaran 2-8% bergantung usia. Mineral karbonat dalam tulang alami berpadu dengan hidroksiapatit yang dikenal dengan nama karbonat hidroksiapatit (CHA). Ukuran partikel CHA diketahui lebih kecil dari ukuran partikel HA, sehingga interaksi sel dengan CHA akan lebih baik. Oleh karena itu CHA dikembangkan sebagai alternatif biokeramik untuk aplikasi rekayasa jaringan tulang.

Berbagai teknik sintesis CHA telah dikembangkan, diantaranya adalah presipitasi,  nano emulsi, sol-gel, paduan mekanik dan mekanokimia- metode hidrotermal. Metode presipitasi dipilih untuk mensintesis CHA karena metode ini dapat menghasilkan partikel apatit berukuran nano. Pada metode ini, pemberian suhu dan perlakuan pH dapat mengontrol ukuran partikel yang diendapkan. Metode presipitasi ini merupakan proses sederhana dengan output besar, sehingga cocok untuk produksi skala besar. Ukuran partikel berorde nanometer, secara signifikan, dapat mempengaruhi karakter sel yang kontak dengan permukaannya. Untuk mengetahui ukuran sampel berorde nanometer, morfologi serta distribusi ukuran partikel CHA dilakukan dengan menggunakan TEM (Transmission Electron Microscopy).

Penelitian ini mengeksplorasi potensi cangkang mutiara (Pinctada maxima) dari Indonesia sebagai sumber kalsium dalam sintesis CHA. Sintesis dilakukan dengan metode presipitasi dengan variasi pH 8,9, dan 10, dengan waktu pengadukan 4 jam. Sifat fisikokimia CHA diamati antara lain pengaruhnya terhadap struktur nano, sifat kristalografi, molar rasio Ca/P dan gugus fungsinya.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa CHA hasil sintesis, memiliki struktur heksagonal mendekati kristal CHA tipe-B, dengan kristalinitas 82-90%. Seiring dengan pertambahan pH, nilai kristalinitas CHA menurun. Berdasarkan data FTIR (Fourier Transform Infrared), CHA dengan perlakuan pH 10 memiliki nilai transmitansi yang lebih rendah, sehingga diduga kandungan karbonat CHA pada pH tersebut terindikasi tinggi. Ukuran partikel CHA berkisar antara 70.43nm-90.44nm. Semakin tinggi pH, semakin kecil ukuran partikel CHA. Kandungan karbonat dalam CHA berkisar antara 3.6%-6.3%. Seiring dengan pertambahan pH, dihasilkan kandungan karbonat yang semakin tinggi. Dengan demikian, proses sintesis CHA dari sumber kerang mutiara (Pinctada maxima) dengan metode presipitasi pada pH 10 menghasilkan karakteristik CHA terbaik yaitu ukuran partikelnya 70.43 nm dan kadar kandungan karbonat tertinggi 6.3% dihasilkan dari proses pH 10. Dengan demikian CHA ini dapat dikaji lebih jauh untuk dikembangkan sebagai material yang berpotensi sebagai rekayasa jaringan tulang.

Penulis: Dr. Aminatun, Ir., M.Si

Department of Physics-Faculty of Science and Technology-Universitas Airlangga

Artikel selengkapnya:

R. Anggraini , M. Sari , Aminatun , T. Suciati , K. Dahlan , Y.Yusuf, 2021, Nanostructure of carbonated hydroxyapatite precipitation extracted from pearl shells (Pinctada maxima) by pH treatment, Digest Journal of Nanomaterials and Biostructures Vol. 16, No. 4, October-December 2021, p. 1619-1625.