Colibacillosis adalah suatu penyakit disebabkan oleh Avian Pathogenic Escherichia coli (APEC). Penyakit ini menyebabkan kerugian ekonomi yang besar pada industri unggas di seluruh dunia karena tingginya angka kesakitan dan kematian. Strain APEC adalah salah satu subkelompok strain Extraintestinal Escherichia coli (ExPEC) yang patogen pada ayam, bebek, burung, dan spesies unggas lainnya. Strain APEC menyebabkan penyakit pernafasan dan penyakit sistemik pada unggas, seperti enteritis, septikemia, airsacculitis, perihepatitis, dan perikarditis.
APEC mempunyai potensi untuk menjadi gen virulensi dan resistensi pada manusia dan gen virulensi dan resistensi dapat menular ke manusia yang berpotensi zoonosis. ExPEC pada unggas dan manusia adalah terkait dengan beberapa kelompok filogenetik dan gen virulensi yang sama, yang mungkin menjadi alasannya dan membutuhkan banyak perhatian terhadap risiko zoonosis penyakit APEC.
Penyakit ExPEC yang paling banyak menyerang manusia yang melibatkan strain ExPEC yang resisten terhadap antimikroba; strain ini memiliki kemampuan khusus untuk menyebabkan penyakit pada dalam manusia dan infeksi organ ekstraintestinal lainnya, yang mempunyai sifat antimicrobial resistance (AMR) terutama pada ExPEC, dan ditularkan melalui makanan yang terkontaminasi.
Terkait masalah baru terhadap penularan ExPEC dari makanan, khususnya yang berasal dari produk unggas, telah memunculkan adanya infeksi yang terkait multidrug-resistant (MDR) yaitu resistensi terhadap beberapa antibiotik sehingga dikhawatirkan APEC dapat menyebabkan masalah ekonomi dan juga masalah kesehatan manusia.
Strain APEC dipengaruhi oleh beberapa faktor virulensi, seperti antigen permukaan, fimbriae, intimin, colicin, hemagglutinin, perolehan zat besi, resistensi serum, dan lainnya. Faktor virulensi APEC dikendalikan oleh beberapa gen, termasuk cvaC, tsh, sitA, iutA (aerobactin), ompT (membran luar protease), hlyF (toksin), iss (resistensi serum), dan iron (salmochelin) yang ditemukan pada plasmid CoIV.
Akuisisi iron dapat mempengaruhi pertumbuhan dan proliferasi APEC pada inangnya, seperti aerobactin, salmochelin, dan yersiniavaxin, dan transportasi ke penyerap iron dalam tubuh. Siderofor adalah metabolit sekunder yang menangkap iron yang meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan bakteri. Gen iron dapat masuk ke serum darah dapat menyebabkan sepsis dan infeksi pada berbagai jenis organ yang kekurangan zat besi.
Informasi tentang penyebaran penyakit, dan gen yang terkait dengan munculnya penyakit APEC di Indonesia masih belum dapat dijelaskan dengan baik yang umumnya merupakan penyakit sekunder, misalnya sindrom kepala bengkak, penyakit pernapasan kronis, dan penyakit Newcastle. Oleh karena itu, terapi antibiotik pada unggas yang terinfeksi sangat diperlukan penting untuk menjaga kesehatan dan produktivitas unggas.
Namun, adanya data peningkatan AMR pada bakteri yang diisolasi dari unggas perlu dipikirkan. Antibiotik yang terus dialami resistensi akan memicu munculnya MDR, dimana bakteri mengalami resistensi terhadap tiga atau lebih kelas antibiotik yang berbeda. Oleh karena itu, hal ini perlu dilakukan penelitian untuk menentukan kejadian MDR di avian fecal Escherichia coli (AFEC) yang  terkait dengan APEC tentang gen iron di Indonesia.
Insiden colibacillosis pada unggas telah meningkat, menyebabkan peningkatan penggunaan antibiotik untuk pengobatan penyakit dan pencegahannya, dan salah satu dampak pada  peternakan unggas adalah peningkatan kasus Multidrug Resistance (MDR). MDR dari E. coli merupakan ancaman terhadap kesehatan masyarakat global yang memerlukan tindakan di semua sektor pemerintahan dan masyarakat.
Penggunaan yang tidak terkontrol penggunaan antibiotik dapat menyebabkan MDR pada peternakan ayam petelur dan ayam broiler. Tingginya penggunaan antibiotik tanpa petunjuk dokter hewan dan juga disebabkan oleh persepsi peternak terhadap kegunaannya yang tidak memiliki efek merugikan dan merupakan upaya berbiaya rendah mencegah penyakit merupakan hal yang patut diwaspadai.
Jadi, pentingnya penilaian faktor yang terkait dengan peningkatan kejadian MDR pada unggas, dan strategi untuk mengatasinya, pengendaliannya perlu dipikirkan. Permasalahan MDR bermula dari unggas di satu negara kini akan menjadi masalah bagi semua negara negara.
Penyakit bawaan makanan dari unggas berdampak pada hewan dan kesehatan manusia, termasuk penularan zoonosis yang ditemukan di pangan asal hewan. Kejadian adanya MDR dari bakteri bawaan makanan telah menyebabkan kegagalan dalam mengobati infeksi saluran cerna manusia. Bakteri bawaan makanan menunjukkan sifat MDR dapat menular ke manusia melalui rantai makanan atau kontak langsung. Karena ada hubungan antara AMR dari bakteri bawaan makanan dan terjadinya AMR pada manusia, maka penggunaan antibiotik di industri unggas harus dikendalikan.
Penyakit menular yang bisa menyerang ayam broiler salah satunya yang disebabkan oleh APEC dan dianggap sebagai penyebab utama masalah kesehatan di peternakan unggas di seluruh dunia. Penyebab infeksi APEC dapat terjadi gejala sistemik, seperti airsacculitis, perikarditis, perihepatitis, septikemia, enteritis, granuloma, sinusitis, omphalitis, peritonitis, dan sindrom kepala bengkak pada unggas. Beberapa gen dalam plasmid menyebabkan faktor virulensi di APEC, seperti cvaC, tsh, sitA, iutA, ompT, etsABCD, eitABC, dan iron. Isolat patogen mempunyai gen dengan frekuensi tinggi sekitar 85% dibandingkan bakteri komensal yaitu sekitar 25%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan menggunakan teknik PCR dapat ditemukan enam isolat (40%) memiliki gen virulensi iron. Gen iron banyak ditemukan di APEC karena gen iron memiliki siderofor (aerobactin, salmochelin, yersiniabactin), yaitu metabolit sekunder yang menyerap zat besi untuk meningkatkan bakteri tumbuh kembang. Kemampuan gen iron untuk memasukkan serum darah sangat penting karena Escherichia coli dapat menyebabkan sepsis dan infeksi pada berbagai organ tubuh kekurangan zat besi. Meskipun PCR telah menemukan gen zat besi, hal itu disebabkan oleh E. coli diisolasi dari kotoran; lebih tepat disebut Avian Fecal Escherichia coli (AFEC).
Berdasarkan hasil penelitian pada usap kloaka ayam broiler di pasar tradisional di Surabaya, hal ini menunjukkan bahwa Escherichia coli resisten terhadap antibiotik tetrasiklin sebesar 56%, ciprofloxacin sebesar 55%, antibiotik aztreonam sebesar 29%, kanamisin sebesar 20% dan kloramfenikol sebesar 18%. Kejadian Multidrug Resistance (MDR) pada isolat Escherichia coli adalah 25,8%, dan Avian Fecal Escherichia coli (AFEC), yaitu  yaitu ditemukannya gen iron, sebesar 40%. Jadi penemuan gen iron yang merupakan faktor virulensi pada APEC mempunyai potensi untuk mempengaruhi kesehatan masyarakat.
Penulis korespondensi: Prof. Dr. Mustofa Helmi Effendi, drh., DTAPH
Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di:
Putri MFR, Kendek IA, Wibisono FJ, Effendi MH, Rahardjo D, Tyasningsih W, Ugbo EN. 2023. Molecular detection of iron gene on multidrug-resistant avian fecal Escherichia coli isolated from broiler on traditional markets, Surabaya, Indonesia. Biodiversitas 24: 6454-6460.
DOI: 10.13057/biodiv/d241207