Tim dari Malaysia saat memaparkan materinya
Penulis: Cahyaning Safitri
Southeast Asia Neighbourhoods Network 2.0: Communities of Learning, Research, and Teaching Collaborative (SEANNET Collective) 2023 berlangsung pada Sabtu, 11 Februari 2022 di Ruang Majapahit ASEEC Tower Kampus B Universitas Airlangga (UNAIR).
Kegiatan tersebut dihadiri oleh peserta dari berbagai negara di Asia Tenggara dan berlangsung secara hybrid, di mana beberapa peserta menyampaikan materi mereka secara virtual.
Dalam pemaparannya, tim dari tiga negara, yakni tim Singapura, Malaysia, dan Vietnam menyinggung perubahan di tiap-tiap kota di negara mereka karena pengaruh dari perkembangan teknologi.
Pertama, tim Malaysia menyebutkan bahwa beberapa sektor di Kampung Kerinchi mengalami perubahan yang cukup signifikan. Di mana beberapa hal diidentikan dengan kelokalan, seperti restoran lokal, warung makan, dan toko kelontong kalah dengan populasi keberadaan kafe, pub, dan restoran baru.
“Membongkar lintasan pembangunan Kampung Kerinchi, sebuah lingkungan yang terletak di jantung Kuala Lumpur yang akhir-akhir ini mengalami perubahan drastis termasuk pendirian mal baru, restoran, kondominium yang tidak melayani penduduk aslinya,” papar tim Malaysia.
Selain perubahan tersebut, tim Malaysia juga menyebutkan persoalan faktor layanan sosial yang diharapkan akan teratasi melalui kerja sama SEANNET.
“Selain penghuni yang lebih tua, studi ini juga ingin melihat penggunaan dan penyesuaian ruang komunal, yaitu taman bermain dan lapangan bermain yang digunakan oleh penghuni yang lebih muda, terutama anak-anak,” lanjutnya.
Kedua, tidak jauh berbeda dengan pemaparan tim Malaysia, tim Singapura selain memaparkan keuntungan dari perkembangan teknologi, juga menyebut beberapa dampak yang dirasa perlu diatasi.
“Gerakan smart city Singapura adalah komitmen nasional terhadap teknik yang memaksakan sentralisme untuk menemukan satu jalan terbaik, tetapi pendekatan impersonal ini pasti akan menantang kebutuhan manusia sehari-hari akan otonomi dan spontanitas, keterkaitan manusia ke manusia, dan kebermaknaan. Keterhubungan dengan lingkungan mereka,” ungkap mereka.
Terakhir, mendobrak dua tim sebelumnya, tim Vietnam justru berinovasi untuk memanfaatkan teknologi demi memperkuat lokalitas yang berdampak pada meningkatnya nilai sewa tanah.
Walaupun komunitas lokal senantiasa kuat terkait dengan komunitas Katolik, keadaan lokalitas tersebut tidak terpengaruhi oleh perkembangan teknologi. Sebaliknya, nilai jual tanah senantiasa meningkat sejalan dengan semakin kuatnya komunitas lokal.
“Lingkungan di bawah tekanan dengan perubahan perkotaan biasa menantangnya pola perkotaan historis dan identitas sosial-budaya,” ucap dari tim Vietnam.
Dengan memfokuskan pelatihan melalui penelitian dengan mahasiswa di semua tingkatan sebagai peserta, mempromosikan tim internasional dan bekerja berpasangan, serta memberikan penugasan modul akademik diharapkan semakin mampu memperkuat lokalitas yang terdapat di Phú Nhuận.
Adanya hubungan mitra SEANNET yang lebih luas, ketiga tim tersebut berharap akan mampu mengembangkan perkembangan teoretis yang bermakna dan menemukan temuan komparatif dalam kaitannya dengan pemahaman dan pentingnya otonomi dan place-making. (*)