ASI eksklusif memiliki banyak manfaat bagi anak, seperti membentuk perilaku makan anak yang lebih sehat, mengurangi lama rawat inap di rumah sakit, peningkatan berat badan yang lebih baik, adipositas yang lebih rendah, nilai kolesterol total yang lebih rendah, perkembangan kognitif dan perilaku yang lebih baik, serta stabilitas tingkat metabolik pada anak dengan gangguan metabolik. Data pada tahun 2022 menunjukkan bahwa cakupan pemberian ASI eksklusif di Indonesia telah mencapai 72,04%. Di Provinsi Jawa Timur, cakupan pemberian ASI eksklusif meningkat menjadi 69,72% pada tahun 2022, dibandingkan dengan tahun 2021 sebesar 69,61% (Badan Pusat Statistik Indonesia, 2022). Meskipun persentase cakupan ASI eksklusif cukup tinggi baik secara nasional maupun di Jawa Timur, masih terdapat beberapa praktik menyusui yang tidak sesuai yang dapat menjadi salah satu faktor penyebab masalah malnutrisi pada anak.
Berdasarkan penelitian oleh Muniroh et al. (2019) di Suku Tengger, penggunaan susu formula cukup banyak, rata-rata pada usia 0 bulan sudah diberikan susu formula. Hal ini karena para ibu merasa lebih praktis dalam memberikan makanan kepada bayi mereka, karena mayoritas ibu juga membantu suami mereka bekerja di ladang. Selain karena kurangnya pengetahuan, faktor sosial-budaya juga sangat mempengaruhi hal ini. Penelitian oleh Muniroh et al. (2019) juga menunjukkan bahwa terdapat budaya yang menyebabkan rendahnya cakupan ASI eksklusif pada masyarakat Tengger, yaitu pemberian susu formula sejak bayi baru lahir (25%) dan pemberian air kelapa muda kepada bayi baru lahir (100%). Selain itu, ada juga budaya membuang kolostrum (28%) karena mereka menganggapnya sebagai susu kotor. Balita yang mendapatkan ASI eksklusif memiliki risiko 20% lebih rendah mengalami stunting dibandingkan dengan balita yang tidak mendapatkan ASI eksklusif.
Praktik pemberian ASI eksklusif dapat dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi pendidikan, pekerjaan, pendapatan, pengetahuan, sikap, tindakan, jenis keluarga, status kesehatan anak, serta kondisi psikologis dan fisik ibu. Faktor eksternal mencakup faktor budaya, peran tenaga kesehatan, dan keluarga yang belum optimal. Budaya dan tradisi, kebiasaan makan keluarga termasuk self efficacy (efikasi diri) mendorong ibu untuk menyusui. Semakin tinggi fungsi keluarga dalam mendukung ibu, semakin tinggi pula self efficacy ibu dalam pengasuhan. Self efficacy diperlukan untuk melakukan sesuatu sesuai dengan kemampuan seseorang karena hal ini memengaruhi individu dalam mewujudkan keinginan. Self efficacy yang rendah pada ibu dapat menyebabkan pengasuhan yang buruk, menurunkan kualitas pemberian makan kepada anak, dan menyebabkan masalah gizi buruk pada anak.
Berdasarkan hasil penelitian Muniroh, et al. (2024) ditemukan bahwa urutan anak memiliki hubungan yang signifikan dengan self efficacy ibu dalam pemberian ASI eksklusif. Ada hubungan antara kedua variabel tersebut karena dalam penelitian ini, tingkat self efficacy ibu dalam kategori baik cenderung meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah/urutan anak yang lahir dalam keluarga, terutama saat anak kedua lahir. Sementara faktor internal lainnya seperti umur ibu, agama, tingkat pendidikan, pekerjaan, pendapatan keluarga, tingkat pengetahuan, jenis kelamin anak, dan umur anak tidak berhubungan dengan self efficacy ibu dalam memberikan ASI eksklusif.
Berdasarkan faktor eksternal, tidak ada hubungan antara praktik sosio-kultural saat melahirkan, saat menyusui dan saat anak berusia balita dengan self efficacy ibu dalam menyusui. Tidak adanya hubungan antara variabel-variabel ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor lain yang mungkin mempengaruhi self efficacy seseorang. Salah satu faktor yang mempengaruhi self efficacy adalah budaya melalui nilai-nilai, keyakinan, dan proses pengaturan diri yang berfungsi sebagai sumber penilaian self efficacy serta sebagai konsekuensi dari keyakinan self efficacy. Selama masa menyusui, diperlukan dukungan yang dirasakan oleh ibu dari keluarga, yaitu kenyamanan, perhatian, dan bantuan yang selalu tersedia saat ibu membutuhkannya. Dukungan ini dapat diberikan dalam bentuk dukungan emosional, dukungan instrumental, dukungan informasi, dan dukungan penilaian. Dukungan yang diberikan oleh keluarga dapat meningkatkan self efficacy ibu untuk memberikan ASI eksklusif. Ibu yang mendapatkan persuasi verbal dari keluarga cenderung mampu terus menyusui bayinya meskipun mengalami hambatan. Selain motivasi dari keluarga, ibu dengan dukungan keluarga yang baik juga menerima bantuan praktis dari keluarga sehingga mereka dapat terus menyusui bayinya.
Lailatul Muniroh
Departemen Gizi FKM UNAIR
Email: lailamuniroh@fkm.unair.ac.id
Baca juga: Wisuda UNAIR, Rektor Berpesan untuk Selalu Sebarkan Ilmu