Universitas Airlangga Official Website

Hubungan antara Beban Kerja Mental Dengan Timbulnya Stres Kerja pada Pekerja di Industri Asam Fosfat

Hubungan antara Beban Kerja Mental Dengan Timbulnya Stress Kerja pada Pekerja di Industri Asam Fosfat
Ilustrasi karyawan yang sedang stres (sumber: kantorkita)

Setiap tempat kerja mempunyai potensi bahaya, salah satunya adalah bahaya psikologis yaitu stres kerja. Stres yang dapat dirasakan pekerja dapat mengganggu aktivitas pekerjaannya jika tidak segera dikendalikan. Di Indonesia, 11,6–17,3% dari 150 juta penduduk dewasa menderita stres di tempat kerja. Apalagi stres kerja bisa disebabkan oleh berbagai faktor. Berbagai penelitian telah ada tentang hubungan beban kerja mental dengan timbulnya stress kerja. Selain itu, penelitian ini menyelidiki karakteristik

individu, tingkat beban kerja mental, dan tingkat stres kerja diantara pekerja di industry asam sulfat.

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan desain observasional dan teknik cross-sectional. Partisipan dalam penelitian ini seluruhnya berjumlah 35 personel pemeliharaan. Beban kerja mental dan stres kerja dinilai masing-masing menggunakan kuesioner NASA-TLX dan DASS-21. Hasil: Data yang terkumpul dianalisis secara statistik menggunakan uji korelasi Spearman dan uji korelasi koefisien kontingensi Cramer. Hasil penelitian menunjukkan bahwa beban kerja mental mempunyai hubungan yang kuat dengan stres kerja berada pada kategori kuat (r= 0,679) dan arah hubungannya searah.

Beban Kerja

Beban yang terasa oleh individu akibat ketidaksesuaian antara kebutuhan beban kerja suatu tugas dengan kemampuan mental maksimal individu tersebut

dengan beban kerja mental (Rezvani dan Khosravi, 2019). Menurut Made dan Wulanyani (2015) beban kerja mental lebih pada tuntutan perhatian yang mereka rasakan saat mengerjakan tugas kognitif. Beban kerja mental didefinisikan sebagai interaksi antara tuntutan tugas dan keterampilan individu atau sumber daya sebagai variabel independen eksternal dalam tuntutan tugas.

Selain beban kerja, untuk mengetahui aspek psikososial di tempat kerja dapat melalui pemeriksaan kecerdasan emosional setiap karyawan (Sauter et al., 1998a). Stres paling erat kaitannya dengan stabilitas emosional (Ivancevich, Konopaske dan Matterson, 2007). Sejalan dengan hal tersebut, Munandar (2008). Pekerja pada bagian pemeliharaan merupakan pekerja yang mempunyai tanggung jawab dan tugas untuk memelihara seluruh peralatan, proses penggunaan alat-alat dan kegunaan alat-alat pada suatu perusahaan atau pabrik. Kegiatan pemeliharaan bertujuan untuk memelihara atau memperbaiki peralatan yang ada pada perusahaan agar dapat berguna dalam menghasilkan produk yang berkualitas secara efektif dan efisien (Kousha, Bagheri dan Heydarzadeh, 2018)

Stress Kerja

Stres kerja mempunyai arti ketidakseimbangan antara tuntutan dan sumber daya yang tersedia. Tuntutan tersebut meliputi tanggung jawab, tekanan, kewajiban, dan ketidakpastian yang ada pada para pekerja selama bekerja. Sumber daya merupakan segala sesuatu yang berada dalam kendali pekerja yang dapat digunakan untuk tuntutan tersebut (Robbins dan Judge, 2017) Stres kerja yang terjadi pada individu dapat bersifat positif maupun negatif. Stres dikatakan positif bila mampu mendorong individu untuk meningkatkan kualitas kerjanya di tengah beban kerja yang berat dan tenggat waktu yang sedikit sehingga pekerja akan mendapatkan kepuasan kerja.

Stres kerja menjadi negatif bila menghambat aktivitas individu dalam bekerja, misalnya tekanan darah meningkat yang menyebabkan individu menjadi tidak nyaman, tidak mampu berpikir logis, sulit berbicara, dan lain-lain. Pengukuran stres kerja pada penelitian ini menggunakan DASS 21 yang terdiri dari 21 pernyataan yang menggambarkan gejala stres kerja yang meliputi rangsangan saraf otonom, kecemasan situasional otot rangka, dan respon, perasaan cemas subjektif (Panigrahi, penelitian 2018). Berdasarkan dapat diketahui bahwa sebagian besar pekerja pemeliharaan industri asam fosfat mempunyai tingkat stres kerja berat yaitu sebanyak 17 pekerja, sebagian kecil pekerja mempunyai tingkat stres kerja ringan yaitu delapan orang pekerja, dan terdapat sebanyak 10 pekerja yang mempunyai tingkat stres kerja sedang. Skor terendah adalah 15 yang termasuk dalam kategori stres kerja ringan dan skor tertinggi adalah 32 yang termasuk dalam kategori stres kerja berat (Jaafar, Hamid dan Hamid (2017)

Menurut Fahamsyah (2017) stress yang dialami pekerja dapat di cegah melalui pengelolaan stress yang baik. Pentingnya manajemen stres yang baik adalah untuk mencegah perubahan stres jangka pendek menjadi stres jangka panjang atau kronis. Pengelolaan stres yang baik dapat dilakukan dengan mengelola faktor-faktor yang ada di lingkungan sekitar pekerja agar tidak menjadi faktor pemicu stres dan meningkatkan kemampuan faktor-faktor yang ada dalam diri individu agar tidak cepat merasa stres (Sauter et al, 1998)

Kesimpulan

Beban kerja mental pekerja maintenance industri asam fosfat sebagian besar berada pada kategori tinggi. Apalagi mayoritas staf pemeliharaan atau pekerja di industri asam fosfat mengalami stres kerja yang parah. Di dalam industri asam fosfat, hubunganantara beban kerja mental dan stres kerja tinggi dan mempunyai hubungan yang positif atau searah. Selanjutnya terdapat dua strategi yaitu strategi individu dan organisasi yang dapat digunakan untuk mengelola stres yang dialami karyawan. Strategi yang pertamaKaryawan harus mampu mengatur waktu mereka secara efektif, meningkatkan aktivitas fisik, belajar bagaimana bersantai, dan memperkuat jaringan sosial mereka.

Strategi yang kedua adalah strategi organisasi, korporasi harus mengadakan kegiatan seperti pelatihan, peningkatan komunikasi organisasi, pengembangan program kesehatan, dan lain-lain.

Penulis: Prof. Dr. Tri Martiana, dr., MS

Baca juga: Tinjauan Sistematis dan Meta-analisis Perilaku Risiko Penularan HIV, Variasi Genetik, dan Resistensi Antiretroviral (ARV) pada Populasi LGBT