Universitas Airlangga Official Website

Membangun Ekosistem Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing

Ilustrasi Ekosistem Ekonomi Kreatif (sumber: Republika Ekonomi)

Di masa pengembangan ekonomi kreatif di Indonesia, tumbuhnya ekonomi dan munculnya lapangan kerja merupakan potensi yang dimiliki di Indonesia. Di Indonesia sendiri, potensi ekonomi kreatif terbilang sangat besar mengingat kekayaan sumber daya alam dan keberagaman budaya yang dimiliki. Bahkan, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahuddin Uno mengatakan “Indonesia Creative Economy Festival (ICREFS) 2023” merupakan pemacu semangat dalam mendorong ekonomi kreatif menjadi roda ekonomi masa depan menuju Indonesia Maju 2045. Namun, ekosistem ekonomi kreatif saat ini masih menghadapi berbagai tantangan signifikan yang menghambat optimalisasi potensinya. Tantangan tersebut meliputi kelangkaan bahan baku, yang mengakibatkan peningkatan biaya produksi dan menurunnya kualitas produk. Selain itu, kurangnya riset bahan baku lokal menghambat inovasi dan ketergantungan pada bahan impor tetap tinggi.

Salah satu masalah utama dalam pengembangan ekonomi kreatif adalah kelangkaan bahan baku. Banyak pelaku industri kreatif mengeluhkan sulitnya mendapatkan bahan baku berkualitas tinggi dengan harga yang terjangkau. Misalnya, industri kerajinan sering kesulitan mendapatkan bahan alami seperti rotan dan kayu, yang berakibat pada meningkatnya biaya produksi dan menurunnya kualitas produk. Selain itu, riset bahan baku di Indonesia masih sangat minim. Penelitian untuk menemukan dan mengembangkan bahan baku alternatif yang lebih murah dan berkelanjutan belum mendapat perhatian serius dari pemerintah maupun institusi pendidikan. Hal ini menyebabkan ketergantungan yang tinggi terhadap bahan baku impor yang harganya fluktuatif dan seringkali mahal. Sebagai solusinya, pemerintah perlu memperkuat kebijakan terkait pengelolaan sumber daya alam dan mendukung riset bahan baku. Kolaborasi antara pemerintah, perguruan tinggi, dan industri diperlukan untuk mengembangkan bahan baku lokal yang berkualitas dan ramah lingkungan. Insentif untuk riset dan pengembangan bahan baku alternatif juga perlu diberikan untuk mendorong inovasi dalam industri kreatif.

Kesenjangan antara dunia pendidikan dan industri menjadi masalah yang sangat krusial dalam pengembangan ekonomi kreatif. Para “fresh graduate” lebih merasa tidak yakin untuk kerja karena kurikulum yang diajarkan tidak relevan dengan kebutuhan industri. Hal ini menyebabkan rendahnya produktivitas dan inovasi dalam industri kreatif. Untuk mengatasi masalah ini, perlu adanya sinergi antara dunia pendidikan dan industri. Perguruan tinggi harus mengembangkan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan industri kreatif saat ini. Program magang dan kerja sama dengan industri perlu ditingkatkan agar mahasiswa mendapatkan pengalaman praktis yang memadai. Selain itu, pelatihan dan sertifikasi keahlian juga perlu diperbanyak untuk meningkatkan kompetensi tenaga kerja di bidang ekonomi kreatif.

Masalah lain yang menghambat pengembangan ekonomi kreatif adalah standardisasi dan sertifikasi yang belum memadai. Banyak produk kreatif Indonesia yang kesulitan menembus pasar internasional karena tidak memenuhi standar kualitas yang ditetapkan. Selain itu, kurangnya sertifikasi juga menyebabkan rendahnya kepercayaan konsumen terhadap produk lokal. Pemerintah juga perlu memperkuat lembaga standardisasi dan sertifikasi untuk memastikan produk kreatif Indonesia memenuhi standar internasional. Penyediaan fasilitas dan pelatihan untuk membantu pelaku industri kreatif memenuhi standar kualitas juga sangat penting. Selain itu, kampanye untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya sertifikasi produk perlu digalakkan agar pelaku industri lebih termotivasi untuk meningkatkan kualitas produknya.

Mengatasi tantangan dalam pengembangan ekonomi kreatif memerlukan pendekatan kolaboratif. Pemerintah, industri akademisi, dan masyarakat harus bekerja sama untuk menciptakan ekosistem yang mendukung inovasi dan pertumbuhan. Pemerintah harus berperan sebagai fasilitator yang menyediakan regulasi yang mendukung dan insentif untuk riset dan pengembangan. Industri harus proaktif dalam bekerja sama dengan lembaga pendidikan untuk menciptakan kurikulum yang relevan dan menyediakan program magang yang berkualitas. Akademisi harus fokus pada penelitian yang aplikatif dan sesuai dengan kebutuhan industri, sementara masyarakat harus mendukung produk lokal dengan meningkatkan kesadaran dan apresiasi terhadap produk kreatif Indonesia.

Pada salah satu jurnal oleh Gema Bangsawan (2023) mengatakan bahwa transformasi digital di Indonesia membawa peluang besar bagi pengembangan ekonomi kreatif, terutama melalui peningkatan akses teknologi dan platform digital yang memungkinkan inovasi, efisiensi produksi, dan pemasaran yang efektif. Transformasi juga menghadirkan sejumlah tantangan, termasuk kesenjangan digital yang masih lebar, infrastruktur teknologi yang belum merata, dan rendahnya literasi digital di kalangan masyarakat serta pelaku industri kreatif. Untuk mengatasi tantangan tersebut dan memaksimalkan peluang yang ada, diperlukan upaya kolaboratif antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat. pemerintah harus terus mendorong pembangunan infrastruktur dan memperluas akses internet, sementara sektor swasta perlu menyediakan solusi teknologi yang terjangkau. Selain itu, program pelatihan dan pendampingan digital harus diperkuat untuk meningkatkan kapasitas dan kompetensi pelaku industri kreatif. Dengan sinergi yang baik, transformasi digital dapat menjadi katalisator yang kuat bagi pengembangan ekonomi kreatif di Indonesia, meningkatkan daya saing produk lokal di pasar global, dan membuka peluang untuk pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.

Penulis: Alya Farras Azzahra