Universitas Airlangga Official Website

Pengaruh Mediasi Motivasi Terhadap Hubungan Pengalaman Dosen dan Lingkungan Belajar

Pengaruh Mediasi Motivasi Terhadap Hubungan Pengalaman Dosen dan Lingkungan Belajar
Sumber: IIK Bhakta

Kepedulian semakin diakui sebagai sifat penting bagi perawat, karena melibatkan tindakan dengan tujuan menunjukkan kepedulian atau perhatian fisik atau emosional untuk membuat orang lain merasa lebih nyaman (Sitzman et al., 2019; Warshawski et al., 2018). Konsep kepedulian berakar pada kepedulian kultural dan teori Watson tentang kepedulian manusia (McFarland & Wehbe-Alamah, 2014; Sitzman et al., 2019). Para peneliti telah menemukan bahwa ilmu kepedulian adalah fondasi atau “disiplin induk” untuk ilmu kepedulian klinis, yang menekankan pasien dan lingkungan mereka dalam perawatan kesehatan (Rehnsfeldt et al., 2017). Ilmu kepedulian menginformasikan dan berfungsi sebagai titik awal moral, filosofis, teoretis, dan mendasar untuk pendidikan keperawatan, perawatan pasien, penelitian, dan praktik administratif (Watson, 2008).

Penelitian menunjukkan bahwa kepedulian adalah seni yang berkembang dalam keperawatan, dan mengembangkan sikap dan perilaku penuh kasih sayang merupakan prioritas dalam program keperawatan. Leyva et al. (2015) mendefinisikan kepedulian sebagai serangkaian aktivitas yang dilakukan perawat selama pertemuan dengan pasien, yang dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti kepribadian perawat, latar belakang pasien, budaya, dan sifat pertemuan keperawatan. Studi di Yunani, Filipina, India, dan Nigeria telah menunjukkan perilaku kepedulian yang baik dalam intervensi perawatan berbasis fisik (Labrague et al., 2015). Namun, di Tiongkok, mahasiswa keperawatan tingkat sarjana muda tidak memiliki keterampilan untuk memberikan perawatan yang humanis (Li et al., 2016). Penelitian menunjukkan bahwa mahasiswa keperawatan menunjukkan perilaku kepedulian dan kasih sayang yang lebih sedikit dalam situasi klinis (Aboshaiqah & Qasim, 2018; Alabdulaziz et al., 2020; Labrague et al., 2017).

Mahasiswa keperawatan tahun ketiga lebih cenderung menghargai perilaku kepedulian daripada mahasiswa tahun pertama, sehingga penting untuk melatih perawat agar lebih berbelas kasih (Mlinar, 2010). Namun, sebuah studi di Indonesia menemukan bahwa mahasiswa dengan pengalaman klinis 8 minggu mendapat skor lebih tinggi dalam domain perilaku peduli keterhubungan daripada mahasiswa dengan pengalaman 4 minggu (Aupia et al., 2018), dan beban kerja adalah faktor paling dominan yang memengaruhi perilaku peduli pada mahasiswa keperawatan (Nursalam et al., 2015). Mahasiswa belajar untuk peduli melalui observasi dan interaksi dengan instruktur dalam suasana klinis dan kelas (Dillon & Stines, 1996; Ma et al., 2014). Namun, kurikulum keperawatan tidak memiliki proporsi yang signifikan dari kursus peduli, dengan kurang dari 5%. Ini lebih rendah daripada negara-negara seperti AS, Jerman, dan Inggris, di mana literasi di bidang-bidang ini diperkirakan antara 12% dan 29% (Aiken et al., 2014). Hal ini membuat sulit untuk memasukkan kursus yang berfokus pada perawatan ke dalam kurikulum keperawatan formal. Banyak sekolah keperawatan Indonesia tidak memiliki kurikulum humaniora yang komprehensif, yang mengarah pada observasi pasif dan partisipasi aktif yang tidak memadai dari mahasiswa. Selain itu, sedikit dosen keperawatan yang menerima pelatihan khusus tentang kursus peduli. Di Indonesia, pendidikan sarjana keperawatan dimulai pada tahun 1985. Desain kurikulum untuk setiap sekolah keperawatan belum terpadu dan disempurnakan, dan pendidik keperawatan lebih fokus pada pengembangan kemampuan penelitian siswa daripada karakter kepedulian mereka, yang juga sangat diperlukan dalam praktik klinis. Lingkungan kelas, termasuk hubungan guru-siswa, memengaruhi kemampuan siswa untuk merawat orang lain, yang berpotensi membahayakan kemampuan mereka untuk memberikan perawatan yang kompeten dan penuh kasih sayang (Labrague et al., 2015). Stresor akademis dan klinis juga memengaruhi perjalanan pendidikan mahasiswa keperawatan (Felicilda-Reynaldo et al., 2017).

Motivasi sangat penting di sekolah keperawatan, karena membantu mengembangkan empati terhadap pasien dan keluarga mereka. Teori penentuan nasib sendiri menunjukkan spektrum motivasi, termasuk motivasi ekstrinsik, intrinsik, dan ekstrinsik (Deci & Ryan, 2000; Ryan & Deci, 2022). Motivasi intrinsik mendorong pengejaran aktivitas yang ditujukan pada kepuasan pribadi, dan faktor eksternal menentukan dorongan untuk menyelesaikan tugas, sementara faktor lingkungan memengaruhi motivasi eksternal (Fairchild et al., 2005). Namun, kepedulian adalah atribut pribadi yang penting bagi mahasiswa keperawatan, karena membantu mereka mengembangkan pemahaman yang mendalam tentang profesi dan membangun nilai-nilai profesional. Itu juga menumbuhkan kecintaan terhadap keperawatan dan rasa pencapaian melalui layanan pasien. Namun, hubungan antara kepedulian, motivasi, pengalaman guru, dan lingkungan belajar pada mahasiswa keperawatan sarjana muda masih belum pasti karena penelitian yang terbatas. Mengeksplorasi karakter kepedulian, motivasi, pengalaman guru, dan lingkungan belajar mereka sangat penting untuk meningkatkan pemahaman dan mengevaluasi kualitas pengajaran program keperawatan sarjana muda. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi hubungan antara karakter kepedulian, motivasi, pengalaman dosen, dan lingkungan belajar di antara mahasiswa keperawatan sarjana di Indonesia.

Penulis: Prof. Dr. Ah. Yusuf S., S.Kp., M.Kes.

Link: https://scholar.unair.ac.id/en/publications/mediating-effect-of-motivation-on-the-relationship-between-lectur

Baca juga: Perilaku Caring Islami Dapat Meningkatkan Imunitas Perawat pada Masa Pandemi COVID-19