Ekonomi kreatif menjadi salah satu sektor ekonomi penting yang memacu pertumbuhan perekonomian di Indonesia. Pada tahun 2006, sektor ekonomi kreatif di resmikan pertama kali oleh pemerintah Indonesia dan sejak saat itu sektor ini memainkan peran penting dalam fenomena transformasi ekonomi nasional (Syafitri dan Nisa 2024). Perkembangan ekonomi kreatif di Indonesia terjadi secara signifikan. Pemerintah Indonesia telah mengakui potensi dari sektor ekonomi kreatif untuk mendukung pertumbuhan ekonomi. Terdapat 17 sub-sektor ekonomi kreatif di Indonesia diantaranya:
- Arsitektur
- Penerbitan
- Televisi dan Radio
- Fim dan Animasi
- Seni Kriya
- Desain Interior
- Musik
- Desain Komunikasi Visual
- Desain Produk
- Fashion
- Periklanan
- Game
- Fotografi
- Kuliner
- Seni Rupa
- Seni Pertunjukan
- Sub-sektor Ekonomi Kreatif
Ekonomi kreatif merupakan sektor ekonomi yang mengutamakan kreativitas, keterampilan dan talenta. Menurut Kementerian Pariwisata dan Ekonomi (Kemenparekraf 2020) ekonomi kreatif menjadi sektor dimana individu menciptakan nilai tambah pada suatu produk yang lahir dari kreativitas individu berbasis pada pengetahuan, budaya dan teknologi. Pada sektor ini terjadinya perpaduan antara seni dan teknologi sehingga menghasilkan aset kreatif dengan nilai ekonomi.
Modal utama dari sektor ekonomi kreatif adalah kreativitas, sehingga untuk menghindari tindak kecurangan maka diperlukan merek dagang, hak paten, hak cipta serta royaltI dengan tujuan melindungi para pelaku usaha kreatif yang telah bekerja keras untuk membuat produk tersebut. Selain itu, dalam ekonomi kreatif dibutuhkan modal manusia (human capital) yang meliputi pengetahuan, keterampilan dan motivasi serta modal sosial yang meliputi kejujuran, kepercayaan dan etika ketika melakukan kegiatan usaha atau kerja sama (Sari et al. 2020).
Meskipun telah mengalami perkembangan yang signifikan, sektor eknomi kreatif masih harus menghadapi tantangan untuk dapat mencapai potensi penuh. Tantangan pertama ialah kurangnya infrastruktur di daerah terpencil menjadi salah satu hambatan utama pengembangan sektor ekonomi kreatif.
Banyak wilayah di Indonesia yang kekurangan aspek memadai untuk dapat berkembang dalam sektor ini diantaranya fasilitas kreatif, teknologi dan jaringan untuk distribusi yang efisien. Kondisi ini kemudian menghambat para pelaku usaha kreatif dalam memasarkan produk mereka. Perlu dilakukannya peningkatan investasi pada pembangunan infrastruktur untuk mendukung sektor ekonomi kreatif. Khusunya akses internet, jaringan logistik dan pusat kreatif.
Tantangan selanjutnya yang harus dihadapi oleh pelaku usaha ekonomi kreatif adalah masalah pembiayaan. Akses terhadap pembiayaan menjadi tantangan yang signifikan bagi para pelaku usaha kreatif terutama yang masih masuk kedalam kelompok usaha kecil menengah (UKM). Tidak sedikit pelaku usaha kreatif yang menghadapi kesulitan dalam mendapatkan biaya dari lembaga keuangan konvensional karena kurangnya aset fisik serta risiko tinggi yang harus ditanggung untuk mengembangkan bisnis kreatif. Perlu adanya mekanisme pembiayaan alternatif yang memiliki sifat fleksibel dan sesuai dengan karekteristik sektor kreatif. Diantaranya model ventura, crowdfunding dan pinjaman dengan menggunakan basis hak kekayaan intelektual (Hidayat 2019).
Tantangan lainnya yang juga menjadi isu penting pada sektor ekonomi kreatif adalah perlindungan hak kekayaan intelektual (HKI). Para pelaku usaha kreatif dibuat khawatir dengan ringkihnya perlindungan hak kekayaan intelektual di Indonesia sehingga rentan terjadinya pelanggaran HKI, seperti pembajakan dan plagiarisme. Baru-baru ini juga terjadi fenomena pelanggaran HKI yang melibatkan kurang lebih 48 karya seni, kini kabarnya pelaku telah diberi hukuman yang dianggap sesuai dengan perbuatan yang telah dilakukannya.
Selain itu, jika diteliti ulang banyak identitas dagang yang telah digunakan ditiru untuk mengembangkan produk lainnya. Namun, terkait kasus ini belum ada analisa lebih lanjut. Kedua fenomena ini menjadi bukti bahwa perlu ditingkatkannya kesadaran akan pentingnya perlindungan HKI juga penguatan regulasi kebijakan terkait hukum bagi pelanggar HKI untuk melindungi karya dan para pelaku kreatif.
Pada sektor ekonomi kreatif tingkat pendidikan juga menjadi aspek penting, sehingga perlu dilakukan peningkatan disertai dengan pelatihan. Para pelaku usaha kreatif di Indonesia banyak yang belum mendapatkan pendidikan formal juga pelatihan yang memadai sebagai penunjang keterampilan dan cara berpikir inovatif mereka. Pelaku usaha kreatif umumnya hanya mengandalkan kreativitas dan talenta yang mereka miliki untuk membuat karya dan mendagangkan karya tersebut.
Banyak diantaranya tidak mengalami pengembangan karena tidak mengetahui metode pemasaran. Selanjutnya, banyak pelaku usaha kreatif yang hanya menyimpan kemampuan yang mereka miliki karena kurangnya ilmu mengenai cara implikasinya untuk dapat menarik pelanggan. Kasus lain adalah mereka yang memiliki keahlian dalam bidang seni sering merasa cukup dan tidak melakukan pelatihan lebih lanjut mengenai talenta yang dimilikinya. Hal ini menyebabkan kemampuan yang dimiliki mereka tidak mengalami perkembangan.
Oleh karena itu, pendidikan formal juga pelatihan dibutuhkan untuk mengatasi tantangan ini. Perlu diselenggarakan program pendidikan dan pelatihan oleh pemerintah, swasta maupun lembaga pendidikan dengan kualitas dan kuantitas yang bagus untuk mensejahterakan para pelaku usaha kreatif di Indonesia.
Penulis: Aflahah Ramadhani Nidia Saputri (Program Studi Magister Pengembangan Sumber Daya Manusia)